Foto: Bleacher Report

Hanya butuh satu topik yang bisa membuat sosok Ole Gunnar Solskjaer berubah dari orang yang begitu optimis menjadi sosok yang realistis. Topik itu adalah bursa transfer.

Tidak ada salahnya memang untuk menjadi seseorang yang optimis. Menjadi sosok yang optimis adalah sebuah kemampuan yang menandakan kalau sebagai seorang manusia, kita bisa melihat sebuah masalah dari dua sisi. Ada sisi baik yang bisa dipetik untuk menjadi hikmah dan pembelajaran dalam memandang masalah tersebut.

Bagi Ole Gunnar Solskjaer, optimis akan selalu ada dalam kamusnya. Hal itu bahkan sudah ada sejak dia masih berkarier sebagai pemain beberapa puluh tahun yang lalu. Keyakinan dia untuk mencetak gol akan selalu ada meski ia belum tentu menjadi pilihan pelatih di tiap pertandingannya.

“Setiap kali aku duduk di Bench, aku selalu berkata dalam hati: ‘Tunggu aku di lapangan, aku akan menunjukkannya pada kalian semua,” ujarnya kepada Dagbladet.

Sifat inilah yang kemudian terus ia bawa sampai ke dunia manajerial. Baik di Molde, Cardiff, hingga Manchester United, Citra diri positif adalah nilai jual dari sosok yang dijuluki sebagai Baby Faced Assasin ini. Bahkan saat ia bermain Football Manager, Solskjaer tetap memilih Team Talk yang bernada positif: ‘Go out and have fun tonight’.

Hasil buruk, permainan buruk, atau statistik buruk, semuanya akan disapu bersih dengan kata-kata yang positif penuh rasa optimis. Kritikan dengan kata-kata pedas akan dibalas dengan senyuman serta kata-kata penyejuk layaknya motivator yang sedang memberikan sarana motivasi. Bagi dia, optimis itu diperlukan.

“Saya lebih suka menjadi orang yang optimis tapi salah ketimbang menjadi orang yang pesimis tapi berhasil,” ujarnya pada musim panas 2019 lalu.

Kebingungan Solskjaer dan pergerakan klub yang setengah-setengah

Namun Solskjaer tetaplah manusia biasa. Ada kalanya dia berusaha memandang realita dengan semestinya. Dan kali ini, bursa transfer membuat Solskjaer menjadi sedikit lebih merendah. Ketika wartawan membahas masalah perekrutan pemain, tidak ada komentar bernada optimis yang keluar dari mulutnya. Sebaliknya, ia berusaha untuk diplomatis dan melihat adanya kemungkinan untuk menderita kegagalan.

Masalah transfer meman menjadi persoalan pelik bagi Setan Merah. Bukan soal uang yang tidak cukup atau Solskjaer yang kurang dukungan, tapi soal keyakinan ada atau tidaknya pemain baru yang bisa didatangkan oleh Solskjaer. Khususnya pada bursa transfer musim dingin yang cenderung singkat dan lebih mengarah ke panic buying.

Para penggemar menuntut untuk adanya pemain baru yang datang. Alih-alih mengomentari masalah taktik dan strategi dari sang manajer di atas lapangan, permasalahan United menurut mereka lebih disebabkan karena tidak adanya pemain yang berkualitas di beberapa sektor. Oleh karena itu, masalah tersebut bisa diselesaikan hanya dengan mengeluarkan uang dan mencari pemain yang tepat.

Persoalannya saat ini adalah Solskjaer tidak yakin akan kemampuan United untuk mendatangkan pemain baru yang diinginkan. Bukan karena dia tidak butuh, melainkan karena dia bingung dengan pilihan yang tersedia saat ini. Padahal ia sudah diberi wewenang untuk memilih siapa yang akan direkrut.

“Kami selalu mencari rencana jangka panjang dengan transfer. Mungkin saja ada satu yang datang, ada dua yang datang, atau mungkin tidak ada sama sekali. Transfer adalah soal musim panas dan Anda tidak bisa melakukan banyak pembelian pada bulan Januari,” ujarnya awal November lalu.

Pernyataan tersebut kemudian ia pertegas ketikan timnya dikalahkan oleh Arsenal. “Anda bisa melihat para pemain kami dan kadang-kadang Anda merasa kalau butuh satu sampai dua pemain lagi untuk membuat kita bisa membangun sesuatu. Tapi sekali lagi, transfer itu terjadi tergantung apakah pemain yang kami inginkan itu tersedia di lantai bursa atau tidak. Jika memang ada yang tepat maka kami akan melakukannya dengan membeli satu sampai dua pemain baru.”

Dulu, transfer bulan Januari lebih sering digunakan oleh tim-tim papan tengah atau mereka yang terjerembab di zona degradasi. Pembelian tengah musim diharapkan bisa mengangkat performa mereka dalam waktu singkat. Akan tetapi, tren tersebut mulai bergeser seiring perkembangan panggung sepakbola yang semakin besar.

Beberapa klub papan atas kini mulai mencari pemain anyar di bursa awal tahun. Ada yang direkrut karena faktor kebutuhan tim layaknya Liverpool membeli Takumi Minamino, ada juga yang membeli pemain sebagai bentuk investasi seperti Erling Haaland di Borussia Dortmund.

Laurie Whitwell, jurnalis The Athletic, menyebut kalau cara United membangun kembali nama besar mereka cenderung lambat. Terutama dari proses rekrutmen di bursa transfer. Untuk ukuran United, membeli tiga pemain dan mengeluarkan tujuh pemain dalam tiga bursa transfer adalah proses yang sangat lambat.

Betapa lambatnya United sebenarnya bisa dilihat dari perbandingan langkah mereka di lantai bursa dengan klub-klub yang sebelumnya sejajar dengan United dalam soal prestasi domestik maupun di Eropa. Saat United hanya mendatangkan tiga, Real Madrid mendatangkan enam pemain, Bayern Munich lima pemain, Barcelona lima pemain, Juventus delapan pemain, dan PSG empat pemain.

Laurie menambahkan, United tidak perlu mendatangkan pemain dengan jumlah yang banyak seperti mereka. Akan tetapi, jika klub yang punya tradisi juara saja atau yang skuatnya sudah sangat bagus dari segi kedalaman, masih mau mendatangkan pemain, lantas mengapa United seolah ogah-ogahan di lantai bursa

Dalam sebuah wawancara bersama United we Stand, Woodward berkata kalau dia sendiri sudah merasa kesulitan untuk menyelesaikan tiga transfer pemain pada musim panas lalu. Hal ini yang membuat ia tidak sanggup kalau pun United mendapatkan enam sampai tujuh target yang bisa mereka incar. Ketidak sanggupan Woodward ini yang mungkin membuat Solskjaer berniat untuk tidak menambah pemain pada awal tahun ini.

United memang tidak kekurangan target untuk diincar. Beberapa hari terakhir, nama-nama seperti Emre Can, Sean Longstaff, Declan Rice, dan Jack Grealish, diisukan akan coba didatangkan United pada bulan Januari ini. Nama James Maddison kemudian diusahakan untuk menjadi rekrutan mereka pada musim panas mendatang.

Bagi Manchester United, membeli pemain adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Mereka khawatir kalau uang yang diinvestasikan terbuang sia-sia. Selain itu, ketidakmampuan manajemen dalam melakukan negosiasi terkadang memberikan pengaruh. Mereka juga kerap terbatas kepada beberapa kriteria yang justru menyulitkan mereka sendiri dalam mencari pemain yang diinginkan.

United punya kriteria kalau pemain yang akan mereka rekrut adalah pemain yang murah, muda, dan berasal dari Britania Raya. Meski bukan sebuah kewajiban, namun kriteria ini menjadi sebuah preferensi atau harus diprioritaskan. Hal ini bisa bermakna dua sisi. Di satu sisi, United ingin membangun identitasnya sendiri, namun di sisi lain kriteria ini bisa membuat United memiliki target yang terbatas dan hanya fokus pada pemain yang menjadi prioritas sehingga terkadang mereka kehabisan waktu dan membuat Ed Woodward menjadi lelah.

Selain itu, pemain yang dibeli juga harus memenuhi syarat lain yaitu tidak bertingkah aneh-aneh atau bermain dengan menggunakan hati. Sebuah kriteria yang cenderung absurd mengingat tidak adanya parameter yang jelas untuk menilai apakah pemain ini akan bermain dengan hati atau tidak ketika direkrut oleh Manchester United.