Manchester United adalah tim besar. Mereka kemudian menjadi lebih besar lagi ketika membuat kemajuan yang signifikan sebagai klub adidaya di bagian komersial selama berada di bawah kekuasaan Malcolm Glazer.

Namun, meskipun besar, bukan berarti berkuasa. Karena pada kenyataannya sepakbola bukanlah keahlian Malcolm Glazer. Kebesaran United yang sudah ia bangun tersebut secara tidak langsung justru membuat mereka seperti ‘keluar jalur’ karena mengalami penurunan kualitas di atas lapangan.

Pada hakikatnya, berinvestasi di bidang olahraga memang telah menjadi komoditas para maestro real estate dalam meningkatkan status mereka menjadi miliarder dengan nama tenar, termasuk Glazer. Tidak cuma sepakbola, sebenarnya Glazer juga merintis ke dalam bidang olahraga lain seperti American Football.

Pada 1995, CEO First Allied Corporation tersebut sangat percaya diri ketika ia membayar 192 juta dolar untuk membeli tim NFL (National Football League) Tampa Bay Buccaneers. Namun, kondisi tim berjuluk Bucs tersebut sangat stagnan karena hanya bisa memenangkan 89 pertandingan dalam 19 musim. Kendati begitu, pada 2003, mereka akhirnya berhasil mengangkat piala Super Bowl untuk pertama kalinya dalam sejarah berkat kontribusi keuangan Glazer.

Citra Glazer semakin terkenal kala ia berhasil membantu Busc mengangkat trofi Vince Lombardi. Namun hal ini sangat kontroversial dan menghantui fans United karena keluarga Malcolm Glazer mengambil alih kepemilikan saham klub secara keseluruhan setelah itu.

Malcolm Glazer sendiri sebenarnya sudah menanamkan modalnya di klub Manchester United sejak 2003, tapi secara kontroversial ia kemudian berhasil mengambil alih tampuk kepemilikan tim berjuluk Setan Merah itu pada 2005. Hal inilah yang membuat banyak dari fans United tidak senang dengan kepemilikan Glazer.

Di bawah kemudi Glazer terseut United berhasil meraih lima trofi Community Shield, empat kali juara Piala Liga, lima gelar juara Premier League, satu trofi Liga Champions, dan satu kali juara Piala Dunia Antarklub. Sebuah capaian yang luar biasa, dan belum tentu bisa disamai oleh banyak pemilik klub sepakbola lain di dunia ini.

Tapi, bukan berarti hal ini akan terus bertahan lama. Pasalnya, fokus Glazer lebih tampak ke arah komersial dan bisnis ketimbang sketor pembenahan serta pengembangan tim. Ini tentu sangat berbahaya bagi sebuah klub. Ditambah lagi bahwa faktanya semua investasi Glazer dibidang olahraga telah tumbuh menjadi ladang bisnis, termasuk di Tampa Bay Buccaneers.

Bahkan, majalah Forbes sempat menulis perkiraan harga tim American Football itu saat ini berada dikisaran 1.975 miliar dolar. Ini semua sudah termasuk distribusi kekayaan dari hasil hak siar TV, sponsor, perizinan dan penjualan barang. Angka-angka tersebut juga diperkirakan akan terus meningkat.

Namun apa artinya semua ini jika tim olahraga yang dikuasainya seakan ‘keluar jalur’ dari tujuan yang sesungguhnya. Selain itu, banyak penggemar Bucs juga yang merasa jika perhatian Glazers telah lama beralih ke investasi besar lainnya yang berada 4.300 mil jauhnya di Manchester. Yang sebenarnya mengalami situasi yang sama ­­­­­–sebuah klub yang malah menjadi ladang bisnis.

Kesuksesan Manchester United di bawah kepemilikan Glazer sebenarnya terlepas dari apa yang telah ia lakukan di sektor komersial. Karena kenyataanya, pria asal Amerika itu merasa beruntung bisa mengambil kepemilikan klub disaat Sir Alex Ferguson telah membawa United menjadi tim besar di dunia.

Fergie sendiri adalah seseorang yang beradaptasi dengan Glazernomics ketika Chelsea dan Manchester City muncul sebagai pesaing baru United. Namun sejak kepergiannya dan wakil ketua eksekutifnya David Gill, Glazer seakan kehilangan ‘pilar pijakan’ yang selama ini ia harapkan di United.

Meskipun, berkat kemampuan bisnisnya, United telah memenangkan lima trofi EPL dan terus mendominasi liga sebagai klub adidaya dibidang komersial. Akan tetapi, apa lagi strategi lanjutan yang harus ia lakukan di liga? Dan bagaimana pula sang pemilik klub berniat mengungguli City dan kembali ke puncak kejayaannya tanpa pergantian manajer dan pemain?

Perombakan inilah yang seharusnya menjadi perhatian Glazer. Bukan justru malah membuat sebuah klub yang ia miliki menjadi ladang bisnis. Pembenahan akademi klub, tempat pelatihan dan penunjukkan direktur sepakbola, semua ini merupakan perkembangan positif, yang harus menjadi tujuan utama Glazer dalam kontribusinya sebagai pemilik klub dalam beberapa waktu ke depan.