Foto: Sky Sports

Manajer tim perempuan Manchester United, Casey Stoney, buka suara tentang latar belakang dan motivasinya selama menjadi seorang pelatih sepakbola. Dari asam sampai manisnya pengalaman, terangkum menjadi satu di dalam kehidupannya. Namun, berkat keteguhan serta tanaman prinsip, membuat perempuan asal Inggris itu mampu melewati segala tantangan yang menempanya.

Oleh sebab itu, ia tidak ingin terlihat lemah di mata orang lain. Mungkin jika ia merasakan tekanan karena harus membimbing tim perempuan United, maka ia pasti tidak akan menunjukkannya. Itulah Casey Stoney, seorang perempuan tangguh yang sangat yakin kalau “tekanan” merupakan hak istimewa bagi kehidupannya.

“Tekanan adalah hak istimewa bagi saya. Jika orang membicarakan Anda, jika orang mengkritik Anda, itu berarti Anda melakukan sesuatu yang benar. Saya selalu menentang tekanan saat saya mulai melatih Manchester United. Segera setelah saya mendapatkan kepercayaan (melatih), tidak banyak yang ingin saya menang. Tapi standarnya sudah ditetapkan sekarang. Maka setiap minggu ada tekanan yang harus saya lewati,” ujar perempuan berusia 38 tahun itu.

Bulan November lalu adalah bulan yang sangat besar untuk perubahan tim perempuan Manchester United. Kekalahan sengit dari Arsenal, poin yang diraih dengan susah payah ketika melawan Manchester City (setelah tertinggal dua gol di babak pertama), dan kemenangan penalti atas City di Piala Liga, semuanya menjadi babak baru bagi Casey Stoney.

Maka hasilnya, ia dinobatkan sebagai manajer terbaik Barclays pada bulan ini (Desember). Dan penyerang asuhannya, Tobin Heath, juga dinobatkan sebagai pemain terbaik untuk bulan ini. Pencapaian yang cukup fantastis bagi Stoney, seorang manajer tim perempuan yang dapat dikatakan “baru” di Inggris.

Di sisi lain, Stoney memang selalu ingin melihat ke depan dan melanjutkan segala hal yang telah ia putuskan seperti melatih tim perempuan Manchester United. Meskipun ia tahu kalau sepakbola merupakan permainan yang sangat membutuhkan banyak kepercayaan. Ia pun merincikan betapa krusialnya sebuah kepercayaan di ruang ganti, kepercayaan pada skema taktik, dan kepercayaan untuk terus menang.

“Mereka (para pemain tim perempuan Manchester United) tidak pernah cocok untuk saya. Banyak perbedaan yang saya rasakan. Tapi justru di situlah letak kepercayaan yang harus saya bangun. Saya benar-benar berpikir Anda hanya harus menjadi baik kepada orang-orang di sekitar Anda. Dan saya memiliki pemain serta kelompok staf yang luar biasa di sekitar saya,” tutur Stoney dilansir dari The Guardian.

“Sejujurnya, mungkin saya tidak bisa cepat untuk menutup banyak kekurangan di sini. Namun, itu tidak menjadi masalah. Karena ketika ada kesempatan untuk merekrut dua pemain kelas dunia yang berpengalaman, terutama dengan dibantu kombinasi para pemain muda, Anda pasti akan menemukan solusinya.”

“Terutama di area penyerang. Karena kami tahu kami bisa terorganisir, dan kami tahu kami bisa bertahan. Tapi saya pikir kami sedikit kesulitan ketika mencetak gol di musim lalu. Jadi, untuk dapat menambahkan lebih banyak serangan, saya harus membawa orang-orang yang memiliki pengetahuan untuk menang. Hal ini pun membuat mentalitas tim menjadi naik.”

Secara tidak langsung, tim perempuan Manchester United memang mulai berubah menjadi tim yang kuat. Jelas, banyak sekali yang menjadi faktor di balik perubahan tersebut. Namun yang paling besar dari itu semua adalah berasal dari Casey Stoney dan para pemain asuhannya.

Bahkan banyak pujian yang datang kepada Stoney dan para pemain asuhannya selama ini. Meskipun setelahnya, Stoney suka menangkis pujian-pujian itu. Karena ia merasa kurang senang dengan pujian. Hanya saja anehnya, kebiasaan ini justru terus membuat para pemainnya semakin bersinar.

Begitulah karakter seorang Casey Stoney. Rasionalitas dan mentalitasnya memang jauh lebih terlihat ketimbang hal-hal lain di luar sepakbola. Tapi sebaliknya, jika kita mau mulai mengikuti dan melihat Stoney di Instagramnya, kita mungkin hanya akan melihatnya sebagai seorang ibu. Ya, ibu yang bahagia dengan keluarga serta pekerjaannya.

“Jika saya benar-benar jujur, saya tidak menyeimbangkan kehidupan saya. Apa yang saya coba lakukan hanyalah memastikan bahwa waktu yang saya miliki adalah waktu yang berkualitas. Saya menjadi jauh lebih baik di musim ini, terutama dalam memastikan kapan hari libur. Saya bangun jam lima kurang seperempat, dan saya pulang jam enam sore,” ungkap Casey Stoney.

“Saya selalu memastikan saya pulang pukul enam sehingga saya bisa melakukan aktivitas setidaknya satu jam dengan anak-anak sebelum waktu tidur. Saya mendapatkan etos kerja dari ibu saya. Dia bekerja dengan tiga pekerjaan sehari. Tidak satupun dari dirinya dianggap glamor. Dan itulah yang mengajari saya bahwa bekerja adalah hal utama.”

“Dia (Ibu) mengajari saya tentang etos kerja dan dorongan untuk melakukannya. Saya suka menjadi teladan perempuan yang sangat positif dan kuat dalam hidup. Saya juga mengajari putra saya bahwa anak perempuan juga dapat melakukan hal-hal yang sangat baik dan sangat penting sepertinya. Terutama dalam hal kesetaraan. Saya mengajari kepada putra saya untuk terus menghormati wanita.”