Dear Manchester United yang saya cintai.

Sebelumnya saya ingin meminta maaf apabila mengganggu waktu Anda yang sedang sibuk merilis baju away yang akan dipergunakan sepanjang musim 2018/2019. Ngomong-ngomong, warna merah jambu yang dipilih sangat bagus. Meski terkesan girly, namun saya yakin United akan tetap garang seperti julukan mereka yaitu Setan Merah. Toh, Juventus saja pernah sukses dengan baju warna merah jambunya beberapa musim lalu.

Berbicara soal garang, entah kenapa saya teringat kembali momen-momen sepanjang 90 menit yang terjadi di Old Trafford Senin malam. Ketika itu, saya terkesima dengan penampilan Anda yang tampil luar biasa dalam 45 menit pertama. Saya merasa yakin kalau tiga poin bisa digenggam. Permainan kalian sangat agresif, terus menekan, dan menciptakan beberapa peluang. Sayangnya, skor masih imbang ketika babak pertama kelar. Namun saya tetap yakin kalau kalian akan menang.

Tetapi apa yang terjadi pada 45 menit kedua sungguh diluar harapan saya. Kepala Harry Kane dan dua kali kaki kanan Lucas Moura membuat saya harus memijat dahi saya sebagai bentuk ketidakpercayaan. Hanya bisa meraih tiga poin dari tiga laga membuat bayangan saya akan musim buruk di tangan David Moyes kembali muncul.

Satu kemenangan dari tiga laga awal liga merupakan start terburuk kalian sejak musim 2007/2008. Saat itu, kalian hanya mendapat dua poin dari tiga pertandingan. Akan tetapi, yang membuat musim ini berpeluang menjadi musim terburuk dikarenakan klub ini sudah mengalami dua kekalahan. Memang masih ada 35 pertandingan lagi, namun melihat bahwa kalian belum bertemu klub besar lainnya maka kekalahan lainnya bukan tidak mungkin akan datang.

Ketika saya bermain ke media sosial kalian, banyak sekali argumen-argumen yang menyalahkan beberapa pihak. Ada yang menunjuk manajer sebagai biang kebobrokan namun tidak sedikit yang menganggap jajaran eksekutif kesebelasan harus bertanggung jawab. Ada juga yang menyalahkan para pemain serta yang paling rusuh adalah ketika sesama pendukung saling berkelahi mempertahankan argumennya masing-masing mengenai siapa yang patut untuk disalahkan.

Saya sebenarnya tidak ingin menyalahkan satu pihak atas apa yang terjadi dalam tiga pekan awal kompetisi. Bagi saya, apa yang menimpa kalian adalah gabungan dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang-orang penting yang berada dalam tubuh Manchester United. Maka dari itu, saya membuat surat ini agar bisa dibaca oleh beberapa orang yang saya rasa berperan dalam apa yang terjadi sepanjang tiga pekan ini.

Saya ingin surat ini dibaca pertama kali oleh Ed Woodward. Anda adalah dewan eksekutif yang area kerjanya lebih dekat dengan tim dibanding yang lain. Saya hanya ingin bertanya kepada tuan Ed yang terhormat, “Apakah Anda mengerti seluk beluk tentang sepakbola?”. Latar belakang Anda yang dulunya adalah seorang akuntan di beberapa perusahaan membuat saya yakin kalau Anda tidak mengerti dunia sepakbola yang sebenarnya.

Anda sekarang berada dalam sorotan Mr Ed. Tidak sedikit penggemar klub ini marah kepada Anda yang tidak mendukung Jose Mourinho. Keahlianmu yang jago dalam mencari sponsor tidak berbanding lurus dengan apa yang terjadi ketika Anda bernegosiasi dengan pemain incaran pelatih.

Anda menolak Toby Alderweireld, pemain incaran pelatih yang Anda anggap terlalu tua. Tetapi saya penasaran apakah ada alasan lain selain usia yang membuat Toby enggan untuk direkrut. Namun yang jelas, penggawa Belgia ini menunjukkan penampilan yang impresif di stadion yang mungkin saja jadi rumah barunya musim ini.

Tidak hanya itu, Anda juga menolak nama-nama pemain yang disetorkan oleh manajer untuk direkrut. Alasan yang muncul di media adalah Anda malas memenuhi permintaan manajer karena meminta merekrut dua bek tengah. Entah kenapa saya merasa alasan itu sangat tidak masuk akal.

Manchester City membeli Claudio Bravo pada musim pertama Pep Guardiola, namun tidak ada keluhan ketika musim berikutnya Pep meminta Ederson yang akhirnya dituruti oleh klub. Tidak ada pula keluhan dari Liverpool yang melepas Loris Karius demi Allison Becker meski Karius hanya setingkat di bawah Manuel Neuer ketika direkrut Si Merah. Dua klub ini sebaiknya dijadikan contoh bagaimana manajemen benar-benar mendukung keinginan sang manajer.

Saya bingung tuan Ed, apakah Anda benar-benar sedang berkonflik dengan Mourinho? Kalau iya, mengapa Anda tidak pecat saja sejak akhir musim lalu? Anda justru malah memberikan perpanjangan kontrak. Atau Anda keberatan untuk membayar kompensasinya yang sangat besar. Jika iya, maka tidak salah apabila para penggemar melabeli Anda dengan sebutan mata duitan.

Selain tuan Ed, saya berharap Jose Mourinho ikut membaca surat ini. Saya paham bahwa melatih United mungkin tidak semudah ketika Anda melatih Inter Milan atau FC Porto. Namun entah kenapa sentuhan hebat seorang The Special One tidak muncul ketika menangani klub ini.

Saya yakin kalau skuat ini adalah terkuat yang pernah dimiliki United setelah era Sir Alex Ferguson. Klub ini tidak kalah dengan klub-klub lainnya yang memiliki pemain hebat di beberapa sektor. Jika Liverpool punya Mohamed Salah dan City punya Sergio Aguero, maka klub ini punya Romelu Lukaku yang kerap bertengger di jajaran top skor Premier League.

Di lini tengah, Anda punya Paul Pogba yang merupakan juara dunia. Di lini belakang ada David De Gea yang musim lalu menegaskan sebagai kiper terbaik di kompetisi liga. Belum lagi ketika menyebut pemain lain semisal Lingard, Rashford, Shaw, Matic, hingga Alexis Sanchez. Para pemain ini potensinya jelas tidak boleh diremehkan.

Namun entah kenapa Anda seperti kesulitan untuk mengeluarkan penampilan terbaik mereka. Selama dua musim kepemimpinan Anda, United kerap bermain nanggung dan seperti tidak punya rencana B selain memasukkan Marouane Fellaini jika mengalami kebuntuan. Penampilan para pemain pun kerap tidak cair dan terkesan kaku. Tentu saja saya mempertanyakan hal ini mengingat Anda-lah orang yang mengatur permainan klub ini.

Di luar hal itu, saya begitu bangga terhadap kinerjamu tuan Mourinho. Andalah manajer yang mampu menstabilkan klub ini dari kelimbungan dua manajer sebelumnya. Saya berterima kasih ketika Anda tetap diam berdiri dan bertepuk tangan di Stretford End. Anda juga masih sudi mengambil syal United yang dilemparkan penggemar kepada Anda.

Selain Ed dan Mourinho, saya juga meminta surat ini dibaca oleh seluruh pemain Manchester United yang benar-benar merasa bangga bermain dengan klub ini. Inilah yang membuat saya tidak bisa menyalahkan sepenuhnya sosok pelatih ataupun manajemen sebagai pihak yang dipersalahkan. Ada andil dari para pemain yang membuat klub ini sulit melangkah dengan baik.

Masih ingat dalam benak ketika kalian memulai musim 2017/2018 dengan memenangi enam dari tujuh laga pertama. Namun entah kenapa kalian tidak bisa mengulangi penampilan apik tersebut dama 31 pertandingan berikutnya. Permainan kalian justru jauh dari harapan. Kesalahan demi kesalahan justru dipertontonkan. Saya tidak melihat United yang konsisten.

Apakah benar kalian tidak menyukai taktik manajer yang dikenal sangat pragmatis? Kalau seperti itu, lantas apa yang membuat kalian bisa meraih kemenangan 4-0 dalam empat dari tujuh laga musim lalu?

Pekan lalu, Mourinho mulai melepas label pragmatisnya dan membebaskan kalian untuk menyerang Tottenham secara masif. Namun apa yang kami dapatkan? Kami justru diperlihatkan betapa bermasalahnya kalian dengan penyelesaian akhir. Tolong tingkatkan penampilan kalian pada pertandingan berikutnya dan mulailah tampil lebih konsisten.

Untuk para striker, saya minta kalian lebih tajam dan garang di depan gawang. Saya sering membaca kalau para striker kerap mencetak gol indah saat latihan. Lantas, kenapa keindahan gol kalian tidak bisa dipindahkan ke pertandingan yang sesungguhnya. Jujur saja, saya iri ketika melihat Salah, Aguero, dan Harry Kane bisa konsisten mencetak gol tiap pekannya sementara striker United mencari satu gol pun susahnya setengah mati.

Begitupun dengan pemain-pemain lain. Kalian semua rata-rata tidak bisa mempertahankan penampilan di level terbaik. Hal ini tentu saja membuat manajer selalu mengubah susunan skuadnya karena tidak yakin apakah para pemain yang ia percaya bisa bermain sesuai dengan skema yang saya inginkan.

Terakhir, surat ini saya kirimkan juga kepada penggemar United lainnya yang tidak pernah lelah untuk mendukung klub ini. Inilah saatnya kita mulai menerima realita kalau klub ini sedang berada di bawah setelah menjalani kejayaan hampir dua dekade. Kita harus menerima kalau saat ini United mulai sering membahas sejarah dan lupa untuk membuat sejarah. Semoga kita tetap Istiqomah menjalani hari-hari penuh masa sulit ini.