Foto: Manchester Evening News.

Setiap tanggal 28 Oktober, Indonesia selalu merayakan Hari Sumpah Pemuda. 91 tahun yang lalu, sejumlah organisasi kepemudaan dari berbagai suku berkumpul dalam satu tekad mereka yang kemudian menjadi tonggak sejarah yang akan selalu dikenang dalam sejarah Republik Indonesia. Permasalahan penindasan penjajah menjadi tema utama yang membuat mereka berani untuk berkumpul dan berdiskusi serta bersatu demi lepas dari penjajahan colonial Belanda.

Dilansir dari Tirto, Sumpah Pemuda tercetus dalam kongres pemuda II yang dilakukan pada 28 Oktober 1928. Namun dua tahun sebelumnya, Kongres Pemuda I lebih dulu diadakan. Lebih tepatnya pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926. Tujuan Kongres Pemuda I saat itu adalah membina perkumpulan pemuda untuk memajukan persatuan dan kebangsaan Indonesia sekaligus

Namun pada Kongres Pemuda I, tidak ada hasil yang memuaskan sehingga beberapa pemuda mereka memutuskan untuk menggelar Kongres Pemuda II yang diselenggarakan selama dua hari pada 27 dan 28 Oktober 1928. Hari pertama kongres digelar di Gedung Pemuda Katolik, sementara hari kedua di Gedung Oost Java.

Kongres Pemuda II bertujuan untuk melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda Indonesia. Yang menarik, peserta yang hadir justru jauh lebih banyak dibandingkan ketika Kongres Pemuda pertama. Jong Java, Jong Sumatranen, Jong Celebes, Jong Ambon, serta beberapa perwakilan dari keturunan kaum Tionghoa adalah beberapa yang hadir pada kongres tersebut.

Pada kongres keduanya, para pemuda juga diharapkan untuk memperkuat kesadaran mereka dalam kebangsaan dan memegang teguh persatuan Indonesia. Hingga kemudian munculah tiga ikrar yang disebut sebagai Sumpah Pemuda. Ikrar yang kemudian dibacakan di rumah pondokan milik seorang keturunan Tionghoa bernama Sie Kok Liong. Tempat tersebut kemudian diabadikan menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Muhammad Yamin menjadi otak dari perumusan teks Sumpah Pemuda tersebut. Pada secarik kertas, ia menuliskan cita-cita akan adanya tanah air, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Kertas itu kemudian diserahkan kepada Soegondo disaat Mr Sunario sedang berpidato. Isi dari rumusan yang dibuat Muhammad Yamin tersebut kemudian menjadi teks Sumpah Pemuda yang kita ketahui sampai sekarang.

***

Pemuda tidak hanya memberikan peran penting bagi perjalanan sejarah Republik Indonesia. Bagi Manchester United, pemuda juga mengambil peranan yang besar bagi perjalanan sejarah mereka. Berkat mereka, sederet prestasi tertinggi bisa diraih sekaligus menjadikan klub ini sebagai tanah yang tepat untuk pengembangan para pemain muda.

Siapa yang tidak lupa dengan generasi Duncan Edwards dan kawan-kawan yang akrab disapa Busby Babes. Mereka menjadi tonggak dari keberhasilan klub meraih berbagai prestasi di era kepelatihan Sir Matt Busby. Dengan usia rata-rata skuad hanya 22 tahun, mereka beberapa kali mendominasi sepakbola Inggris. Mayoritas dari pemain-pemain muda yang dimiliki MU saat itu diharapkan bisa membawa timnas Inggris menjadi juara Piala Dunia.

Sayangnya, beberapa dari mereka harus menjalani takdir mati pada usia muda. Kecelakaan pesawat di Munich membuat delapan pemain meninggal dunia termasuk Duncan Edwards. Dua pemain lainnya, Jonny Berry dan Jackie Blanchflower, memutuskan untuk pensiun setelah kejadian itu.

Mereka-mereka yang meninggal tersebut kemudian perlahan-lahan mulai mendapatkan pengganti. Denis Law masuk ke MU di usia baru 22 tahun. Disusul George Best yang datang ke tim utama pada usia 17. Kedua pemain ini bersinergi dengan Bobby Charlton yang sudah senior untuk membentuk Trinitas Suci United yang begitu ditakuti lawan-lawannya pada saat itu.

Peran pemuda yang fenomenal sudah pasti ketika Class of 92 datang pada era 90-an. Isi skuad yang saat itu tergolong tua memaksa Sir Alex Ferguson untuk menjual beberapa dari mereka yang sudah tidak lagi dibutuhkan demi mempersilahkan masuk para pemain muda berusia 20-an. David Beckham, Neville bersaudara, Paul Scholes, Ryan Giggs, dan Nicky Butt datang untuk meneruskan tradisi pemain muda pemberi kejayaan bagi klub ini.

Sempat dipandang sebelah mata, namun mereka sukses memberikan beberapa gelar bergengsi. Kombinasinya dengan pemain muda non akademi macam Roy Keane dan Andy Cole serta beberapa senior seperti Denis Irwin dan Peter Schmeichel membawa mereka ke puncak tertinggi sebagai seorang pesepakbola dengan raihan treble winners 1999 plus beberapa gelar Premier League.

Setelah Class of 92, Fergie mulai mengubah pendekatannya dengan lebih banyak mencari pemain muda dari luar yang dianggap bisa sukses di United. Kerja kerasnya kemudian mendapat hasil dalam diri Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, Nani, Anderson, Antonio Valencia, Javier Hernandez, David de Gea, Phil Jones, dan Chris Smalling. Talenta-talenta hebat ini meneruskan para seniornya yaitu menjaga klub ini bergerak di koridor yang sama yaitu kesuksesan meski masih sebatas gelar domestik.

Tradisi ini semakin lestari meski prestasi tim berada dalam titik terendahnya. Louis van Gaal melakukannya dengan promosi beberapa pemain akademi secara besar-besaran dalam diri Marcus Rashford dan Jesse Lingard. Jose Mourinho tidak mau kalah. Dicap tidak pernah suka pemain muda, ia membuktikannya dengan memberi debut kepada Scott McTominay, Angel Gomes, Joel Pereira, Axel Tuanzebe, dan membeli Diogo Dalot.

Masuknya Ole Gunnar Solskjaer kembali membangkitkan gairah para pemain muda di United. Ia mendatangkan Aaron Wan-Bissaka, Harry Maguire, dan Daniel James. Brandon Williams, Tahith Chong, dan Mason Greenwood datang dari didikan akademi. Nama-nama ini bergabung dengan pemain muda peninggalan sebelumnya yang kini sudah menjadi pemain matang. Para pemuda ini diberikan peran yang cukup banyak dengan harapan bisa memberikan kejayaan bagi Manchester United.