Foto: Strettynews

Setiap kali United mengalami masalah, maka sosok yang pasti akan dicari sebagai kambing hitam adalah keluarga Glazer selaku pemilik klub. United gagal menjadi juara liga Inggris dan Liga Champions, maka itu adalah kesalahan Glazer. United gagal mendapatkan pemain incaran, maka itu salah Ed Woodward yang merupakan orang bawaan Glazer. Tidak boleh ada yang menyalahkan pemain atau bahkan manajer. Hanya satu yang boleh disalahkan yaitu keluarga Glazer.

Gelombang kebencian kepada keluarga Glazer sudah muncul sejak Malcolm Glazer datang mengambil alih klub pada 2005. Sejak saat itu, sederet aksi demonstrasi dan percobaan kudeta terus dilakukan. Cara-cara yang ekstrem seperti membuat klub baru, meng-unfollow media sosial resmi klub, hingga tidak lagi datang ke stadion terus dilakukan.

Akan tetapi, sederet usaha tersebut masih belum membuahkan hasil. United masih menjadi klub sepakbola yang biasanya. Klub sepakbola kaya dan masih digandrungi banyak pendukungnya. Hanya prestasinya yang mulai kering. Meski begitu, rezim Glazer tetap berkuasa di sana. Bahkan per 1 Januari nanti mereka akan memasuki tahun ke-15 bersama United.

Hal ini sudah pasti membuat para penggemar United semakin kesal. Bahkan rasa jengkel semakin memuncak tatkala salah satu legenda hidup klub dan mantan kapten mereka, Gary Neville, tidak berada pada barisan yang sama dengan para suporternya.

Dalam kutipan wawancaranya kepada The Times, Gary menyebut kalau apa yang dilakukan orang-orang yang anti Glazer itu tidak akan ada artinya bagi keberlangsungan mereka sebagai pemilik klub. Demo berjilid-jilid, aksi #GlazerOut di media sosial tidak akan mengubah fakta yang sudah ada.

“Saya kenal keluarga Glazer, mungkin kami bertemu sekitar lima kali saja dalam hidup saya, tapi apa pun yang dikatakan oleh saya, mereka tidak akan melakukan apa-apa. Percayalah kepada saya. Mereka baru akan menjual ketika mereka ingin menjual. Mereka pebisnis keras yang hidup melalui kampanye Love United Hate Glazer (LUHG) selama dua tahun terakhir namun tidak bergerak satu inci pun. Jika saya keluar besok dan berkata kalau kepemimpinan Glazer buruk bagi United, mereka hanya akan mengangkat bahu sambil berkata ‘ada lagi yang mau mengkritik saya?” kata Gary.

Apa yang diucapkan mantan bek kanan United ini seolah menjadi jawaban bagi pendukung anti Glazer yang mengharapkan adanya sosok legenda yang berani speak up mengenai kondisi United sekarang ini. Namun Gary nampaknya malas untuk ikut campur masalah tersebut.

Di sisi lain, penggemar United jelas kaget mendengar tanggapan dari legenda yang pernah mereka agung-agungkan namanya tersebut. Sikap cuek Gary kini memantik perseteruan dengan para suporter United. Beberapa mention ke akun Twitternya berisi nada kecaman karena dianggap tidak berpihak kepada suporter.

Sejak awal, Gary mengaku kalau dia tidak peduli siapa yang memimpin Manchester United. Di matanya tidak ada satu pun pemilik klub sepakbola yang pantas mendapat label terbaik karena mereka membawa masalahnya masing-masing dari negara asalnya. Termasuk juga Arab Saudi yang sempat digembar-gemborkan akan mengambil alih United. Ia bahkan dengan berani menyebut kalau para pendukung yang tidak suka dengan Glazer adalah pendukung yang sedang dilanda ketakutan kalau United sudah lama tidak menjadi juara.

“Apakah Glazer pemilik terburuk di sepakbola? Saya jawab tidak. Apakah mereka yang terbaik? Juga tidak. Siapa pemilik terbaik di sepakbola? Sheikh Mansour? Ada banyak masalah hak asasi manusia di Abu Dhabi meski ia melakukan hal yang luar biasa bersama Manchester City. Saya bisa melihat sesuatu dari dua sisi”

“Apa yang harus dilakukan Glazer? Menjual klub ke Rusia, Cina, Asia, Arab Saudi? Jika klub ini bernilai 3 miliar pounds, maka Anda butuh orang dengan kekayaan 15-20 juta pounds. Tapi mereka-mereka yang siap membeli klub ini juga punya masalah kemanusiaan.”

“Masalah terbesar yang saya alami adalah kampanye anti Glazer dilakukan tatkala United tidak berhasil menjadi juara. Arsenal datang dengan invincibles sementara Chelsea dengan Jose Mourinho. Lalu pada 2006 hingga 2012, kami mencapai tiga final Liga Champions dan memenangkan trofi, semuanya menjadi tenang. Kemudian pada 2014/15 ketika kami tidak sukses lagi, mereka kembali ribut.”

“Ucapan mereka yang menyebut kalau keluarga Glazer bukan pemilik yang baik tidak akan mengubah apa-apa. Saya juga suka pemilik yang mau investasi di klub, tapi saya tidak punya kapasitas apa-apa. Saya tidak mau berdiri di depan patung Best, Law, dan Charlton dan memegang spanduk “Glazers out” karena itu bukan solusi.”

***

Dari ucapannya ini, Gary mau tidak mau harus menerima citra buruk. Dia dicap sebagai boneka Glazer. Namun jika melihat dari dua sisi yang berbeda, maka ucapan Gary benar adanya. Hanya demo semata tidak akan mengubah apa-apa dan Glazer masih tetap berkuasa. Butuh satu gerakan dengan dampak yang signifikan untuk bisa membuat keluarga Glazer keluar dari Manchester.

Selagi klub masih menghasilkan keuntungan dan bisa mendatangkan pemain terbaik, maka segalanya masih berjalan normal di Manchester United. Gary tinggal berdoa kalau apa yang dilakukan Ed Woodward dan Ole Gunnar Solskjaer di balik layar serta para pemain di atas lapangan, bisa membawa kembali gelar Premier League dan Liga Champions Eropa suatu saat nanti.

Karena Gary percaya kalau ini semua soal United yang belum bisa meraih gelar-gelar bergengsi seperti ketika masih dilatih oleh Sir Alex Ferguson. Ketika mereka kembali menjadi tim juara, maka ujaran kebencian kepada Glazer akan kembali meredup. Karena yang terjadi sebelumnya memang demikian, rasa benci terhadap manajemen klub tertutupi dengan kebesaran seorang Sir Alex yang bisa meraih trofi Premier League dengan pemain-pemain yang mayoritas berlabel bukan pemain bintang.