Satu bulan setelah Ole Gunnar Solskjaer datang, Manchester United berubah secara siginifikan. Para pemain menjadi lebih nyaman dan lingkungan pun semakin kondusif dari tekanan. Para pendukung kembali percaya diri untuk memberikan dukungan. Hingga tulisan ini dibuat, Ole mencatatkan enam kemenangan dari enam pertandingan. Ada sebuah penyesalan kenapa dia datang saat musim sudah setengah jalan.

Dasar, Mourinho goblok! Mungkin itu yang ada di benak para suporter saat mereka melihat United di tangan Ole. Aliran bola lancar, pemain bermain dengan bebas, dan skill individu pemain bisa keluar dengan nyaman. Beberapa pemain yang melempem di era Mourinho seperti Pogba, Martial, Rashford, Matic, hingga Lukaku mulai menemukan kembali kenikmatan bermain sepakbola.

“Saya menikmati ketika bermain sepakbola. Sangat sulit menjalankan taktik yang kami mainkan. Saya senang bermain lebih menyerang. Bertahan bukanlah atribut terbaik yang saya miliki. Manajer mengatakan kepada saya untuk masuk ke kotak penalti dan mencetak gol. Saya meniru apa yang dilakukan Frank Lampard. Permainan seperti itu yang kami inginkan,” kata Pogba, seperti dilansir dari Goal International.

“Manchester United mencetak tiga gol?” kata Sid Lowe saat melihat United mencetak gol ketiga melalui Martial pada pertandingan melawan Cardiff. Jika penulis sepakbola sekaliber Sid Lowe saja sampai terheran-heran dengan permainan United, lantas bagaimana dengan suporter awam United yang sudah lima setengah musim selalu disuguhi penampilan tim layaknya orang yang sedang sekarat.

Statistik sudah menjelaskan bagaimana United bermain lebih menyerang bersama Ole. Untuk pertama kalinya mereka mencetak lima gol dalam satu pertandingan setelah laga terakhir Sir Alex Ferguson. Enam kemenangan dari enam pertandingan adalah sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho. Tak ayal banyak yang meminta Ole untuk dipermanenkan musim depan.

“Tidak boleh ada lagi orang yang memasuki pusat latihan United maupun Old Trafford untuk membentuk tim sesuai kemauan mereka sendiri. Filosofi seperti ini sudah mengakar dan memiliki banyak arti layaknya Ajax Amsterdam dan Barcelona. Klub ini butuh sosok yang bisa menyuntikkan kepercayaan diri pada para pemain,” kata Gary Neville dalam kolomnya di Sky Sports.

Sejauh ini, Ole selalu memutarbalikkan prediksi orang-orang yang meragukannya. Saat mencetak banyak gol dianggap beruntung, Ole terus membawa United menang lebih dari dua gol hingga pertandingan ketiganya. Saat taktiknya diragukan karena belum pernah menang lawan tim besar, ia mematahkan prediksi itu dengan kemenangan di Wembley. United, yang sebelumnya tidak bisa masuk ke empat besar, kini bisa mengincar posisi tiga besar karena selisih poin yang mulai mengecil.

Tidak semua orang menyukai kinerja Ole. Paul Ince salah satunya. Menurut dia, apa yang dilakukan Ole juga bisa dilakukan pelatih lain, termasuk Ince, yaitu tinggal memberi kebebasan kepada pemainnya karena pemain United punya kemampuan individu yang bagus. Akan tetapi, kita tidak bisa mengelak kalau Ole adalah sosok pahlawan, dan sosok super-sub yang membuat klub ini perlahan menemukan kembali permainan terbaiknya.

Detail Kecil dengan Dampak yang Besar

Ole mungkin tidak sejenius Jurgen Klopp, Maurizio Sarri, maupun Pep Guardiola. Latar belakangnya hanya sukses bersama klub kota kelahirannya, Molde. Pengalamannya di level tertinggi juga berjalan buruk saat memegang Cardiff City pada periode 2014. Ia gagal memberikan skema permainan yang baik hingga membuat timnya terdegradasi. Akan tetapi, Ole punya detail-detail kecil yang seolah saling melengkapi pemahaman taktiknya. Detail tersebut yang kemudian membuahkan hasil di atas lapangan.

Ia membawa kembali Mike Phelan, tangan kanan Ferguson yang sukses membawa United menjadi tim kuat di Eropa. Ia juga menuruti permintaan David De Gea untuk mempertahankan pelatih kiper, Emilio Alvarez, mantan asisten Mourinho. Michael Carrick dan Kieran McKeena juga dipertahankan. Kelimanya seperti anggota boyband yang kelebihannya saling melengkapi. Siapapun yang mencetak gol, mereka berlima akan langsung berpelukan.

Saat United berlatih di Dubai, ada foto Ole yang sedang melakukan pengarahan kepada Marcus Rashford, Jesse Lingard, dan Anthony Martial. Gambar tersebut seperti menandakan kalau di United kini tidak ada sekat antara manajer dan para pemain. Rashford mengunggah foto tersebut, dan memberi caption kalau Ole sedang mendongeng tentang golnya ke gawang Bayern Munich.

Tidak jarang Ole juga ikut berlatih bersama mereka layaknya ia bermain dulu. Saat masih menjadi pemain, Solskjaer punya catatan yang berisi peluang-peluang yang ia gagalkan ketika masih menjadi pemain. Catatan ini yang coba diberikan kepada para pemain depannya. Entah ada hubungannya atau tidak, namun berkat metode ini, para pemain depan United sudah berkontribusi dalam setiap gol United.

Metode latihan yang dilakukan pun sangat unik. Sadar kalau latihan di Dubai sangat melelahkan fisik dan mental, Ole kemudian membuat pertandingan simulasi dengan membentuk tiga tim yang diisi masing-masing delapan pemain. Satu tim diisi pemain muda, David De Gea, dan jebolan akademi. Tim kedua diisi para pemain senior. Sedangkan tim ketiga diisi pemain yang berada pada usia “tengah-tengah”.

Latihan ini sifatnya santai, namun memunculkan jiwa kompetitif dari para pemain United. Metode ini kemudian diterima dengan baik oleh semua pemain. Bahkan para pemain junior bisa mengolok-ngolok seniornya jika menang dalam simulasi tersebut. Para pemain meminta latihan ini terus diperagakan. Bukan tidak mungkin, Ole memiliki skuad layaknya United di era Sir Alex yaitu memiliki pemain yang saling melengkapi.

Sama seperti Ferguson, Solskjaer sudah mengumumkan skuad yang akan bermain beberapa hari sebelum pertandingan dimulai. Selain bisa fokus mempersiapkan diri, hal ini juga ia lakukan agar dirinya bisa memiliki waktu untuk berempati kepada para pemain yang tidak tampil. Hal ini yang tidak ada saat Moyes, Van Gaal, dan Mourinho masih memegang tim.

Melatih Setan Merah adalah pekerjaan yang menguras banyak waktu. Namun tidak bagi Ole, dia selalu punya waktu lebih yang bisa ia sisihkan untuk hal-hal yang sifatnya personal. “Ole mudah didekati. Ia bahkan memberi saya kesempatan ngobrol bersamanya lima menit,” kata seorang pendukung United. Bahkan di Hotel Lowry, tempat tim menginap, Ole masih menyempatkan diri memberikan tanda tangan kepada penggemarnya.

Sosok Ole terlihat sangat kalem dan mudah dicintai, tapi ia juga tidak mau sifat lemah lembutnya tersebut menjadi boomerang yang kemudian bisa membuat dirinya kehilangan wibawa. Hair dryer treatment ia coba untuk keluarkan saat melihat ada sesuatu yang salah. Para pemain yang bermain melawan Reading adalah korban peratmanya. Dilansir Telegraph, Ole kabarnya berteriak langsung ke wajah pemain seperti yang dilakukan Sir Alex Ferguson.