Katanya, penggemar Man United mau mendengar pengakuan dari para mantan pemain tentang kondisi manajemen klub yang disebut-sebut sangat bobrok di tangan Ed Woodward dan keluarga Glazer. Tapi kok ketika Ander Herrera memilih untuk berbicara, si pemain justru mendapat cibiran atas sikapnya tersebut.

***

Bagi mereka-mereka yang menganut paham kalau “manajer tidak pernah salah”, manajemen Manchester United dianggap sebagai biang kerok dari penurunan prestasi klub setelah era Sir Alex Ferguson. Sulit menjadi juara Liga Inggris dan jarang-jarang masuk ke Liga Champions membuat  kredibilitas dan kapasitas mereka dalam memimpin klub dipertanyakan.

Sayangnya, ketika ingin mendengar pengakuan soal bobroknya manajemen United, kalimat-kalimat yang keluar justru datang dari orang-orang yang belum pernah bekerja sama dengan manajemen yang sekarang. Para legenda klub macam Gary Neville dan Paul Scholes adalah dua nama yang hobi mengkritik manajemen United. Namun ketika mereka masih aktif bermain, sosok Ed Woodward belum menjalani perannya yang sekarang sebagai jembatan antara manajemen dengan manajer.

Sejauh ini, baru tiga orang saja yang berani membongkar keburukan manajemen United. Ketiganya adalah mantan manajer mereka yaitu David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho. Namun ketika mereka berusaha untuk jujur, mereka justru mendapat serangan balik dari para penggemarnya. Moyes dikritik balik karena membawa United finis pada posisi tujuh, sedangkan LVG dan Mourinho dikritik karena tim menjelma menjadi membosankan saat dipimpin oleh dua orang ini. Singkatnya, mereka seperti tidak diperbolehkan berkomentar karena United toh tidak bagus-bagus amat ketika bermain.

Ander Herrera mencoba muncul sebagai hero berikutnya dalam membongkar buruknya manajemen United. Dia datang sebagai perwakilan para pemain. Koreksi kalau saya salah, tapi Herrera tampaknya menjadi pemain pertama yang berani muncul ke publik untuk bercerita soal manajemen klub yang ia perkuat selama lima musim tersebut.

“Saya sangat senang di klub yang luar biasa itu (Manchester United). Saya sangat berterima kasih kepada para pendukung. Terus terang, saya sangat bahagia di Manchester, tetapi di sana, saya merasa ada saat-saat ketika sepakbola dianggap bukan sebagai hal yang paling penting,” katanya saat diwawancarai So Foot.

“Saya tidak bisa mengatakan soal bisnis atau apa tapi yang jelas sepakbola bukan hal yang penting di Manchester. Saya tidak ingin membanding-bandingkan, namun saya lebih bisa bernafas di semus sisi di sini bersama klub yang secara eksklusif memikirkan sepakbola.”

“Saya mengatakan ini dengan tulus. Kalau dilihat dari luar, klub ini membuat orang lain jengkel karena sisi glamor yang dimiliki. Tapi di sini, kami berkeringat, berlatih, dan bekerja. Ketika saya tiba di tempat latihan, fisio, podiatris (dokter tim) dan pelatih fisik sudah bekerja. Sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Leonardo ada di sana memantau kami setiap hari,” ujarnya menambahkan.

Ucapan Herrera memang masih terkesan abu-abu. Dia mungkin berusaha menjaga perasaan mantan timnya dan memilih untuk mengeluarkan komentar abu-abu seperti kutipan di atas. Namun ucapan kalau sepakbola tidak jadi prioritas menegaskan kalau fokus manajemen United tidak terpusat kepada tugas utamanya yaitu membangun Manchester United menjadi kesebelasan kuat di Inggris dan Eropa setelah era Sir Alex Ferguson.

Apes bagi Herrera, banyak sekali yang justru balik mencibirnya ketika kutipannya ini bocor ke publik. Sorotan utamanya sudah pasti mengarah kepada isu gaji yang membuatnya memilih untuk menolak perpanjangan kontrak dari Setan Merah,

Ucapan “saya bahagia di Manchester United” seharusnya membuatnya tetap tinggal di United dan menerima berapa pun gaji yang diberikan pihak klub. Tak ayal, dia pun kini dicap sebagai pemain yang mata duitan karena memilih PSG yang dikenal sebagai kesebelasan yang tidak main-main dalam menggaji para pemainnya.

Saat kontraknya di Manchester United sudah mendekati kedaluwarsa, Herrera disebut-sebut meminta gaji yang sulit dipenuhi oleh klub yang punya kebijakan menolak gaji tinggi kepada pemain yang berusia mendekati 30 tahun. Saat itu, Herrera hanya mendapat 75 ribu paun per pekan.

Gaji Herrera saat itu terbilang kecil dibandingkan pemain-pemain yang kontribusinya jauh di bawahnya seperti Alexis Sanchez (350 ribu paun per pekan) atau Antonio Valencia (100 ribu paun per pekan) yang sepanjang musim menghabiskan waktu untuk memulihkan cederanya.

Memang belum jelas apakah kepindahan Herrera ke PSG juga dikarenakan gaji tinggi yang ia terima. Lagipula, kabar kalau ia mendapat uang hingga 350 ribu paun per pekan adalah kabar yang datang dari spekulasi banyak media. Hanya pihak Herrera, PSG, dan Tuhan saja yang tahu berapa gaji Herrera yang sebenarnya.

Namun, tidak elok juga kalau penggemar United hanya menuduh Herrera pindah ke PSG semata-mata demi uang. Apa yang ia ungkapkan soal sepakbola bisa menjadi alasan kenapa ia memilih memanfaatkan momentum dengan pindah ke Paris alih-alih bertahan di Manchester.

Ligue1 Prancis memang tidak seketat dan semenarik Premier League, namun di PSG Ander Herrera punya kesempatan untuk satu panggung dengan pemain-pemain hebat macam Thiago Silva, Marco Verratti, hingga Kylian Mbappe. Lagipula, PSG sedang membangun citra mereka menjadi kesebelasan elite di Eropa melalui prestasi mereka di kompetisi domestik dan konsistensi mereka untuk selalu masuk fase gugur Liga Champions. Hal ini yang mungkin tidak ditemui Herrera bersama Manchester United yang fokus sepakbolanya hanya berada di urutan kesekian.

Soal finansial, PSG dan Man United bisa diadu siapa yang terbaik. Bahkan Man United jauh lebih baik dengan selalu finis tiga besar sebagai klub dengan pendapatan tertinggi di dunia. Namun soal ambisi meraih gelar dan konsistensi bermain di level tertinggi Eropa, Setan Merah masih dibilang kalah dari klub Paris tersebut setidaknya dalam lima tahun terakhir. Hal ini yang mungkin menjadi pertimbangan kenapa pemain asal Spanyol ini pergi. Lagipula, bukankan setiap pesepakbola ingin mendapat prestasi sebanyak-banyaknya sehingga mereka gemar mencari klub yang bisa memenuhi ambisinya tersebut, bukan begitu?