Ditinggal pergi orang yang sangat dicintai tentu bukan perkara mudah, apalagi pasangan hidup yang juga membuat seseorang hanya sendirian mengurus dan membesarkan anak. Mantan bek Manchester United, Rio Ferdinand, adalah salah seorang yang mengalami hal seperti itu.

Ferdinand ditinggal istri tercintanya, Rebecca, pada Mei 2015 lalu, 10 pekan setelah didiagnosa kanker payudara. Saat itu, Ferdinand sebenarnya yakin bahwa istrinya akan melalui itu semua sama seperti 2013 lalu. Namun, kali ini nyawa Rebecca tidak tertolong dan meninggalkan Ferdinand dengan tiga anaknya, Lorenz, Tate, dan Tia yang berusia 10, delapan, dan lima tahun.

Ketika dalam keadaan kritis, Rebecca pernah berpesan keapda Ferdinand: “Kamu akan menjadi ibu sekaligus ayah yang sempurna untuk ketiga anak kita”.

Namun Ferdinand ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merelakan kepergian Rebecca dan belajar untuk menjadi ibu sekaligus ayah yang sempurna, sesuai dengan pesan Rebecca.

“Saat kamu memiliki seorang bayi, semua orang akan mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangannya, tapi tidak saat kamu kehilangan orang yang sangat berarti di dalam hidupmu,” ujar Ferdinand. “Itu mungkin akan menjadi waktu yang sangat lama untuk bisa move on, seminggu atau bahkan butuh waktu lebih dari 2 tahun untuk melupakan kepergiannya.”

Ferdinand mengungkapkan bahwa ia memang tidak siap untuk ditinggal istrinya itu.”Tidak ada yang bisa mempersiapkan itu, saya memliki hidup yang sangat baik, seorang istri yang hebat, anak-anak, dan kemudian, bang! Saat Rebecca terdiagnosa kanker, semuanya berubah, saya tahu saya butuh pertolongan,” ungkap pengemas 81 penampilan bersama timnas Inggris ini.

Kesedihan yang tak tertahankan itu juga membuat dia depresi. Bahkan hingga tidak terkontrol. Ferdinand mengakui bahwa ia minum alkohol dengan banyak. Namun, ia sedikit demi sedikit belajar untuk melaukan apa yang Rebecca lakukan.

“Saat pertama kehilangan dirinya, saya selalu menghabiskan waktu malam dengan meminum banyak alkohol, untungnya ada seorang asisten rumah tangga yang mengurus anak-anak saya,” tutur Ferdinand.

“Walau begitu, saya harus tetap menggantikan peran seorang ibu untuk anak-anakku, mulai mengantarkan mereka sekolah, merapikan kasur mereka, dan semua pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh Rebecca kepada anak-anak,” tambahnya.

Semua itu ia ceritakan dalam sebuah film dokumenter yang ditayangkan di BBC baru-baru ini. Ferdinand berharap bahwa ceritanya itu dapat dijadikan pelajaran dan motivasi bagi orang-orang yang mengalami hal yang sama.

Selain harus mengatasi kesedihannya, Ferdinand juga harus bisa mengatasi kesedihan yang dirasakan oleh anak-anaknya. Bukan hal yang mudah tentunya kehilangan ibu di usia yang masih sangat dini. Oleh karena itu, Ferdinand memiliki peran penting untuk membangkitkan kembali anak-anaknya.

Awalnya Ferdinand juga tidak mengetahui caranya untuk membuat anak-anaknya ceria kembali. Saat mencoba berbicara, ia sering tidak kuat menahana sedih dan akhirnya mengakhiri pembicaraan. “Saya tidak mengetahui caranya untuk berbicara dengan anak saya. Saya memulai pembicaraan mereka dan mencoba untuk mengetahui apa yang mereka rasakan, dan itu justru membuat saya sedih, pergi, dan menyelesaikan pembicaraan.”

Namun akhirnya ia menemukan caranya. Memory Jar, atau bisa dikatakan sebuah toples yang berisi kertas-kertas kecil yang digulung yang bertuliskan memori manis yang pernah anaknya rasakan dengan Rebecca.

“Itu adalah momen yang baik melihat mereka membicarakan ibunya dengan senang daripada terus menerus bersedih dan mengingat momen negatif,” ungkap pria 38 tahun itu.

Sekarang, ia telah belajar banyak untuk menggantikan peran Rebecca. Pesan Rebecca akirnya mampu diwujudkan oleh Ferdinand. Meski tak mudah, namun Ferdinand telah menunjukan bahwa ia adalah seseorang yang berkarakter kuat.