Meski sudah menunjuk Ole Gunnar Solskjaer sebagai pelatih, Manchester United tampaknya belum memiliki keyakinan untuk menjadikan salah satu legendanya tersebut sebagai manajer permanen. Manajemen klub masih ingin mencari manajer yang sudah punya nama untuk menjadi pengganti Jose Mourinho yang gagal pada musim ketiganya.

Beberapa nama sudah diapungkan sebagai kandidat. Namun satu nama yang paling mencuat adalah manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino. Beberapa pengamat sepakbola yakin kalau pria Argentina ini adalah sosok yang tepat mengembalikan kejayaan Setan Merah yang masih tertidur selepas pensiunnya Sir Alex Ferguson.

“Jika Pochettino ditawari pekerjaan di Manchester United, maka dia harus mengambilnya. Akan sulit bagi Tottenham untuk menerimanya. Menyedihkan bagi mereka, karena mereka hanya sebatas menjadi pesaing kuat untuk tim-tim Premier League. Spurs bukan Manchester United. Mereka tidak akan pernah menjadi sebesar Manchester United.”

Ucapan tersebut justru keluar dari mulut Jamie Carragher, yang merupakan legenda Liverpool. Namun dari pernyataannya tersebut, ia yakin kalau pemain yang melanggar Michael Owen di kotak penalti pada Piala Dunia 2002 ini adalah sosok yang bisa memberi pencerahan bagi kubu Manchester Merah yang terus-terusan dirundung si Biru.

Pochettino punya peluang bagus untuk menjabat kursi nomor satu di United. Pihak klub kabarnya sudah menyiapkan uang lebih dari 500 miliar sebagai biaya untuk menarik Pochettino ke kota Manchester. Jika berhasil, maka Sir Alex Ferguson akan menjadi sosok yang paling sumringah karena dia adalah orang yang beberapa kali pernah memuji Pochettino.

“Anak ini (Pochettino) punya ketenangan. Cara timnya bermain luar biasa. Dan satu yang paling penting adalah bagaimana banyaknya pemain muda dalam timnya. Dia paham bagaimana caranya bermain dengan anak-anak. Mereka semua fantastis. Dele Alli, Harry Kane, Kyle Walker, Ryan Mason, Danny Rose, Eric Dier, semua adalah pemain Inggris yang fantastis bersama dia,” tuturnya pada 2016.

Kelebihan mengangkat pemain muda yang tidak terkenal menjadi pemain besar, adalah salah satu kelebihan Pochettino. Selain itu, transfer yang ia lakukan di Tottenham Hotspur mayoritas dieksekusi dengan sangat efektif. Pemain rekrutan termahalnya adalah Erik Lamela dan Moussa Sissoko. Keduanya pun hanya dihargai 30 juta paun, tiga kali lebih murah dari harga Paul Pogba. Catatannya bahkan lebih mentereng jika melihat kariernya di Southampton yang sukses menelurkan pilar-pilar muda potensial seperti Luke Shaw dan Morgan Schneiderlin.

Inilah aspek yang (katanya) telah hilang dari kubu United. Selepas era Sir Alex Ferguson, transfer United selalu dieksekusi dengan terburu-buru. Pemain seharga 25 juta paun (Fellaini), direkrut dengan menambah dua juta lebih banyak dari harga asli. Beberapa transfer lain pun berujung sia-sia seperti Radamel Falcao, Angel Di Maria, dan Henrikh Mkhitaryan.

Kedepannya, Pochettino bisa saja mengambil pekerjaan di United. Namun jika United ingin merekrutnya untuk musim depan, ada baiknya Pochettino berpikir dua kali sebelum mengambil tawaran tersebut. Bukan tidak mungkin, United justru menjadi kuburan bagi kariernya yang sejauh ini sudah cukup baik bersama Tottenham.

Dalam enam musim terakhir, United hanya bekerja sama paling lama dengan seorang manajer adalah dua setengah tahun yang mereka lakukan dengan Mourinho. Sebelumnya, mereka hanya dua musim saja bersama Louis van Gaal, dan 10 bulan saja bersama David Moyes. Pochettino harus berkaca dari nasib ketiga pelatih ini yang secara karier dan pencapaian lebih banyak dibanding Pochettino.

Selepas menangani United, Moyes hanya sebatas menangani Real Sociedad dan Sunderland dan tidak ada yang bisa dibawa ke papan atas. Van Gaal masih menganggur meski belum ada keputusan pensiun, sementara Mourinho belum jelas apakah memilih Real Madrid atau tim nasional. Pochettino tentu tidak ingin nasibnya sama seperti mereka jika gagal menangani United.

Pochettino adalah sosok manajer yang membangun tim untuk jangka waktu yang cukup panjang. Tottenham bisa seperti sekarang ini tidak lepas dari apa yang ia buat sejak 2014. Lantas apakah United bisa menjamin hal tersebut disaat mereka sendiri sudah memakai tiga manajer dalam kurun waktu enam musim.

Melatih United tidak bisa sembarangan. Tidak ada istilah “Yang penting coba dulu siapa tahu hasilnya bagus”. Manajemen harus punya perencanaan yang matang ketika menunjuk orang yang tepat sebagai juru racik. Mereka juga harus percaya kepada pelatih dan memberikan dukungan 100 persen.

Panjangnya waktu yang diberikan juga berkaitan dengan eksepktasi. Harapan di United jelas berbeda jauh jika dibandingkan dengan Tottenham Hotspur. Sejelek-jeleknya United, mereka selalu memasang target juara, khususnya di Premier League dan berprestasi setinggi-tingginya di Eropa. Tidak ada target lain yang bisa dimaklumi selain mengangkat piala.

Sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Tottenham. Mereka mungkin sudah puas dengan meraih tempat kedua atau minimal keempat agar bisa mengamankan tiket Liga Champions. Finis lebih baik dari Arsenal juga disambut meriah dari para pendukungnya. Dua raihan yang menutup fakta kalau mereka sudah 10 tahun tidak meraih apa-apa untuk diangkat.

Secara kedalaman skuad, Spurs punya kualitas untuk mengangkat piala. Akan tetapi, Juande Ramos adalah pria terakhir yang bisa memberikan piala untuk the lylywhites dengan skuad yang sebaik Spurs era Pochettino atau bahkan saat masih dipegang Harry Redknapp.

Gelar Piala FA bisa menjadi target Pochettino jika ia memang ingin mencari pengalaman baru di kota Manchester. Namun patut diingat, jika Pochettino benar-benar menjadi pelatih United selanjutnya, ia dituntut untuk membangun skuad yang bisa diperhitungkan untuk memperebutkan gelar Premier League. Sesuatu yang belum bisa ia lakukan selama di Tottenham.