Bagi sebagian orang, komentator sepakbola adalah hal yang penting saat menonton pertandingan. Komentator dapat menaikkan euforia dan membuat suasana menjadi lebih hidup meskipun hanya menonton di layar kaca. Menonton sepakbola tanpa komentator bahkan cukup membosankan bagi sebagian penggila si kulit bundar.

Khusus untuk para penikmat Liga Primer Inggris, ada seorang komentator yang suaranya sangat menggelegar. Tekanan pada suaranya membuat emosi penonton semakin naik. Dia adalah Peter Drury, seorang komentator yang biasa menghiasi Liga Primer. Bagi para pemain Pro Evolution Soccer, namanya juga tak asing setelah ia menggantikan Jon Champion sebagai komentator di game keluaran Konami tersebut sejak edisi 2016.

Cara ia mengomentari jalannya pertandingan tentu berbeda dengan komentator-komentator Indonesia yang cenderung hanya mengedepankan kehebohan. Mencari kata-kata yang ear catchy agar namanya dikenal oleh masyarakat. Sebut saja Hadi Gunawan dengan ‘Ahay’-nya, Valentino Simanjuntak dengan ‘Jebret’-nya, atau Hadi Gunawan yang terbaru dengan kalimat ‘Tujuh hari tujuh malam timnas Indonesia berjuang melawan Vietnam’-nya.

Mereka cenderung mengedepankan kata atau kalimat yang menggelitik, yang dapat membuat orang banyak ingat tanpa makna yang kuat atau sesuatu dibaliknya. Berbeda dengan Peter yang lebih sering memberi atmosfer pertandingan dengan kata atau kalimat yang enak didengar.

Peter sering mengeluarkan kata-kata yang lebih bermakna dan diucapkan dengan nada yang pas. Seakan teriak tapi tidak heboh dan berlebihan. Menjadi seorang komentator liga sekelas Liga Primer bukan perkara mudah. Sasaran penonton yang dituju adalah seluruh dunia sehingga diperlukan pemahaman yang dalam mengenai sepakbola, passion yang tinggi, serta pemilihan kata yang tepat.

Contohnya adalah ketika sembilan gol yang menghiasi pertandingan antara Everton dan Chelsea di Goodison Park pada musim 2014/2015. Coba perhatikan kata-kata yang dilontarkan Peter saat gol Steven Naismith dan Samuel Eto’o.

“McGeady….Naismith……3-2…..what about it……what about it…..Everton will not lie down……3 goals in 3 games for Steven Naismith and Goodison is dancing again…….Now this is our league at its best.”

“Baines gonna kick here…..in by Baines….Eto’ooooooooooo…….Is this for real…..is this for real……Semual Eto’o’s first contribution for Everton……..a header on Courtois……..Its a seven goal river….easy seventh heaven…… and Everton are right back in terms again…..dreams do come true.”

Atau perhatikan juga komentarnya terhadap gol Daniel Sturridge kala Liverpool berhadapan dengan Arsenal pada musim 2013/2014: “Four against West Brom, Four against Fulham, Five against Norwich, Four of course recently against Everton, Three already against Arsenal and whats more? Sturridge is onside here, Its four. How many do you want….. How many do you want…..It’s not lunch time yet……Do not adjust yourself……This is for real.”

Kalimat “How many do you want” yang berarti “Berapa banyak lagi yang Anda mau” dan “It’s not lunch time yet” yang berarti “Ini belum waktunya makan siang” sebenarnya tak lebih dari mengindikasikan kehebatan Liverpool dalam mencetak gol kala itu. Bagi saya pribadi, kalimat-kalimat tersebut jauh lebih kreatif dibanding dengan komentator Indonesia yang mungkin jika dalam kondisi serupa hanya akan mengeluarkan kata-kata seperti “Wah luar biasa sekali” atau mengeluarkan kata-kata khas nya.

Bagi yang asing dengan Peter namun sering menonton Liga Primer, suara pria 48 tahun ini pasti tidak asing di dengar. Para penggemar Manchester United pasti ingat betul kemenangan 8-2 atas Arsenal pada musim 2011/2012. Pada pertandingan tersebut, Peter bertugas sebagai komentator.

 

Jika pertandingan tersebut terlalu jauh, ada pertandingan United musim in yang dikomentatori oleh Peter. Diantaranya adalah partai pembuka melawan Bournemouth dan pertandingan tandang melawan Crystal Palace pada pekan ke-16.

Namun, selera masing-masing orang memang berbeda. Meskipun kata-kata seperti ‘Ahay’ atau ‘Jebret’ terdengar cukup mengganggu, namun bisa mengundang tawa bagi sebagian orang, termasuk saya sendiri. Sementara itu, Peter Drury dengan kalimat yang kreatif dan nadanya yang pas bisa lebih menaikan emosi ketika menonton pertandingan.