Foto: Manchester United World

Cristiano Ronaldo sedang mengalami pergolakan batin mengenai kariernya. Sang mega bintang tampak belum bisa sadar kalau kini dia tidak bisa lagi untuk terbang tinggi.

Cristiano Ronaldo. Pesepakbola yang begitu mendominasi jagad bal-balan dalam satu setengah dekade terakhir. Pesepakbola yang begitu hebat. Individu yang sempurna. Peraih banyak sekali penghargaan dari yang level nasional hingga internasional. Pemilik segudang rekor yang mungkin tidak banyak pemain yang bisa memecahkannya.

Namun, musim ini terasa berbeda. Perjalanannya pada musim kedua di kota Manchester bak penuh nestapa. Kita tidak lagi melihat Cristiano Ronaldo yang biasanya. Statusnya berubah dari andalan menjadi cadangan. Dari yang sebelumnya jadi tumpuan, kini menjadi alternatif kalau-kalau Setan Merah mengalami kebuntuan.

Sayangnya, Ronaldo tampak belum bisa menerima situasinya. Ia masih sangat lapar. Sebuah bentuk ambisi yang justru mempertontonkan kalau dia pribadi yang memaksakan diri.

Kesuksesan United mengalahkan The Lylywhites tampak tumpang-tindih dengan berita cabutnya si pemain jelang laga berakhir. Pada menit ke-90, ia memilih meninggalkan lapangan dan lanjut masuk ke ruang ganti. Suporter yang meminta salaman juga turut diabaikan. Menurut The Athletic, ia tidak sekadar ke ruang ganti tapi juga meninggalkan stadion disaat yang lain masih merayakan kemenangan.

Ada kekesalan yang ia rasakan. Maklum, sebelumnya ia diminta oleh Ten Hag untuk melakukan pemanasan ketika skor masih 0-0. Ia berharap masih bisa memberi kontribusi mengingat lawannya ini adalah korban tiga golnya pada musim lalu. Namun ketika rekan setimnya bisa mengatasi masalah itu, Ronaldo pun tidak jadi digunakan. Namun, ngeloyor meninggalkan tim tentu bukan perbuatan yang elok. Apalagi sikap itu datang dari pemain yang dikatakan sebagai G.O.A.T.

Kali ini tidak ada ampun dari Erik ten Hag. United sudah membuat pernyataan kalau Ronaldo tidak akan dibawa pada laga melawan Chelsea akhir pekan nanti. Tentu ini menjadi pukulan telak. Akan tetapi, hal ini pantas dilakukan mengingat ia bukan sekali ini saja berperilaku seperti itu.

Ronaldo tidak lagi diagungkan. Kini, ia mulai dicibir. Sederet senior mengaku kecewa. Peter Schmeichel heran dengan sikapnya yang tampak memperkuat argumen kalau dia selama ini tidak main untuk tim melainkan dirinya sendiri. Evra meminta orang-orang untuk fokus ke United dan bukan ke Ronaldo. Sementara Rio Ferdinand masih berhati-hati dalam berkomentar.

Ambisi Boleh Saja, Sadar Diri Lebih Baik

Bukan tanpa alasan Erik ten Hag tidak melihat Ronaldo sebagai pilihan. Usianya sudah 37 tahun. Selain itu, ia juga tidak cocok dengan skema main sang pelatih. Ten Hag yang mengandalkan pressing tinggi dan switch play sulit diikuti oleh Ronaldo. Si pemain juga jarang untuk turun membantu pertahanan.

Yang krusial sudah pasti adalah kondisi fisiknya. Ronaldo tampak mulai ringkih. Pergerakannya gampang terbaca. Apalagi dia tidak ikut pra-musim United waktu itu yang membuat dirinya membutuhkan banyak waktu untuk bisa blend dengan permainan Ten Hag.

Tanda-tanda penurunan itu sebenarnya sudah terlihat sejak musim lalu. Ketika itu, Ronaldo mencetak 18 gol di liga. Jumlah ini memang banyak dan hanya kalah dari Son serta Mohamed Salah. Tapi jumlah tersebut adalah yang paling sedikit yang pernah dibuat CR7 di liga. Selain itu, ia juga kerap menghilang ketika menghadapi laga-laga besar.

Ronaldo yang kerap bersinggungan dengan gelar juara juga merasa kalau United saat ini bukan tempat yang tepat. Dia seolah tidak ingin berproses.

Sebenarnya, Ronaldo tidak kekurangan peminat. Beberapa klub mengaku tertarik kepadanya. Napoli contohnya. Selain itu, tim-tim dari Arab juga ingin membawanya. MLS juga bisa menjadi destinasi. Namun, si pemain masih merasa kalau tenaganya masih layak digunakan tim-tim yang merupakan langganan gelar juara.

Egonya sejauh ini masih menguasai ketimbang dirinya sadar diri kalau ia memang sudah tidak selincah dulu. Dikala pesaingnya, Lionel Messi, mulai mencoba untuk mengerem diri dan tidak rajin meliak-liuk atau menjadi mesin gol seperti di Barcelona, Ronaldo tidak berpikir seperti itu.

Jika Messi mulai memilih untuk rela menjadi pelayan, maka Ronaldo masih berhasrat untuk terus menjadi tumpuan. Ia akan selalu berpikir apakah United cukup untuknya? Apakah manajer sekarang melakukan sesuatu yang cukup untuknya? Jika tidak, maka klub harus berbuat lebih lagi untuk bisa mengakomodir dirinya.

Kita bisa memaklumi kalau Ronaldo adalah sosok yang ambisius. Sosok yang haus kesuksesan. Akan tetapi, kita berbicara soal dunia olahraga dimana tiap era dan tahunnya ada orang-orang yang akan mendapat giliran sebagai yang terhebat. Tidak ada yang abadi seperti kata lagu dari Peterpan.

Layaknya Superman yang butuh tempat mendarat, Ronaldo juga harus mencari tempat mendarat yang baru. Dia tidak bisa terus-menerus terbang tinggi di tempat yang tidak bisa memenuhi segala keinginannya.

Pergi di bulan Januari adalah pilihan tepat. Namun sebelumnya ia harus bersikap elegan terlebih dahulu. Tidak angkuh dan mengapresiasi segala keputusan yang dibuat Ten Hag untuknya. Jika berhasil dilakukan, maka suporter United mau melepas kepergiannya diiringi tepuk tangan.

Jika ia masih bersikap yang sama, maka Ronaldo tidak ubahnya anak kecil yang ngambek ketika keinginannya tidak terpenuhi.