Foto: Mirror

Sepakbola tidak henti-hentinya untuk berduka. Baru saja dunia dibuat menangis karena kehilangan sang legenda, Diego Armando Maradona, kabar duka lainnya datang dari Senegal. Salah satu legenda mereka, Papa Bouba Diop, meninggal dunia pada Minggu malam waktu Indonesia. Sakit menjadi alasan kepergian pria berusia 42 tahun tersebut. Menurut laporan L’Equipe, Diop meninggal karena penyakit Charcot Disease, penyakit saraf yang membuat penderitanya mati rasa pada sendi.

Nama Papa Bouba Diop mencuat berkat penampilan apiknya pada Piala Dunia 2002. Dia adalah pencetak gol pertama turnamen tersebut ketika Senegal menang melawan Prancis dan membuat laga tersebut menjadi salah satu kejutan paling ikonik sepanjang Piala Dunia. Ia kemudian menambah dua gol lagi ketika Senegal bermain imbang 3-3 melawan Uruguay. Senegal sendiri saat itu melangkah hingga babak perempat final.

Penampilan apiknya di Korea Selatan dan Jepang membuka jalan karier Diop menuju liga-liga terbaik Eropa. Pada 2004, ia pertama kali mencicipi kompetisi Premier League bersama Fulham dan menjadi pemain terbaik Fulham musim 2004/2005. Meski bermain lebih lama untuk Fulham, namun Diop mendapat trofi ketika membela Portsmouth. Ia menjadi sosok kunci ketika Pompey mengalahkan Cardiff 1-0 pada final Piala FA 2008.

Selain Fulham dan Portsmouth, Diop juga memperkuat dua klub Inggris lainnya yaitu West Ham United dan Birmingham City. Akan tetapi, dua klub tersebut bermain di Championship ketika Diop bergabung. Selain bermain di Inggris, Diop juga pernah bermain di Swiss, Prancis, dan juga Yunani. Hanya ada tiga trofi yang ia punya dan medali runner-up ketika Senegal kalah pada final Piala Afrika 2002.

Gol Indah dan Lawan Tersulit Scholes

Meski tidak pernah bermain untuk Manchester United, namun Diop masih punya kaitan dengan Setan Merah. Setidaknya sebagai lawan. United benar-benar merasakan ketangguhan Diop ketika itu. Dari delapan gol yang dia buat pada Premier League, satu ia sarangkan ketika Fulham menjamu United pada Desember 2004. Ketika itu, ia membuat gol spektakuler dari jarak 25 yard.

“Tidak ada yang bisa melupakan gol itu. Setiap penggemar Fulham yang bertemu dengan saya selalu berkata, ‘Hei Papa, apa kamu ingat golmu melawan United!’ Saya ingat gol itu dan juga gol melawan Chelsea yang juga tidak kalah bagus,” kata Diop.

Gol tersebut spesial karena terjadi pada menit terakhir dan menghindari Fulham dari kekalahan. Selain itu, hasil tersebut juga memutus rangkaian empat kemenangan beruntun milik Setan Merah.

“Saya mendengar ada teriakan yang meminta saya untuk menembaknya. Tapi tentu saya tidak mau asal menendangnya saja. Anda harus menendangnya dengan cara yang benar,” ujarnya menambahkan.

Menurut mantan manajernya di Fulham, Chris Coleman, Diop adalah salah satu gelandang terbaik yang pernah ia latih. Dia menggambarkan kalau Diop memiliki kemampuan memegang bola dengan baik, kecepatan, dan kemampuan untuk mencetak gol di luar kehebatannya sebagai gelandang tengah. Ia disebut memiliki kemiripan dengan legenda Arsenal, Patrick Vieira.

Bahkan menurut Paul Scholes, Diop merupakan salah satu dari tiga pemain tengah tangguh yang pernah ia lawan. Nama Diop bersanding dengan Vieira dan Robbie Savage pada saat itu.

“Ada satu pemain yang tidak terpikir oleh orang-orang. Ingat Papa Bouba Diop? Pemain Portsmouth saat itu. Dia begitu besar. Anda hanya buang-buang waktu ketika beradu fisik dengan dia. Saya menganggap dia sebagai pemain paling canggung untuk dilawan. Diop tidak seperti Vieira, tapi bakatnya luar biasa,” kata Scholes.

Satu pertandingan yang dikenang Scholes mungkin babak perempat final Piala FA 2008. Dalam perjalanannya menuju tangga juara, mereka mengalahkan United dengan skor 1-0 melalui penalti Sulley Muntari. Ketika itu, Diop mengawal lini tengah dengan baik bersama Lassana Diarra. Kemenangan tersebut juga memupus ambisi United yang mengincar treble keduanya.

Selama Jalan, Papa Bouba Diop!