Robin van Persie tidak nyaman mendapat guard of honour dari mantan rekan setimnya (Foto: The National)

Pada awal Juli lalu, Liverpool menjalani laga spesial ketika dijamu oleh Manchester City di Etihad Stadium. Saat itu, The Reds datang ke sana sebagai juara. Tak ayal, tuan rumah harus menyambutnya dengan cara memberikan guard of honour sebelum pertandingan. Pemain City akan membentuk dua barisan dan memberi tepukan ketika pemain Liverpool masuk ke lapangan.

Namun, pemandangan menarik muncul dari sosok Bernardo Silva. Saat rekan-rekannya yang lain memberi tepukan, pria Portugal ini memilih mematung dan hanya melihat pemain Liverpool berjalan masuk. Ia bahkan dengan santai hanya diam sambil beberapa kali menenggak botol minum yang ia bawa. Ia juga memilih untuk membubarkan diri sebelum semua pemain Liverpool benar-benar masuk ke lapangan.

Tidak jelas apa maksud dari Bernardo tersebut. Namun, bisa jadi ia merasa tidak nyaman. Bayangkan, Anda harus memberi tepukan kepada kesebelasan yang baru saja merebut gelar liga yang sebelumnya Anda raih. Mungkin hal itu yang membuat Bernardo memilih acuh.

Rasa tidak nyaman ini juga yang ada dalam diri Robin van Persie saat ia berada dalam situasi serupa tujuh tahun lalu. Jika Bernardo tidak nyaman karena harus memberi tepukan, maka RVP tidak nyaman karena mendapat tepukan. Saat itu, yang harus memberikan guard of honour kepada United adalah Arsenal yang merupakan mantan klub dari Van Persie.

“Saya tidak suka momen itu (guard of honour). Beberapa dari mereka adalah teman saya. Saya delapan tahun di sana dan saya senang karena momen itu sudah berakhir. Saya bisa melihat rasa tidak suka itu langsung di wajah mereka. Kemudian, Anda melihat saya berjalan di depan mereka. Saya senang karena semuanya sudah berakhir,” kata Van Persie dalam Podcastnya bersama United.

Ketika itu, Van Persie baru saja menjalani musim penuh kegembiraan bersama United. Datang pada musim panas setelah perdebatan sengit perihal kontrak dengan Arsenal, RVP justru menjadi kunci keberhasilan United meraih gelar ke-20 sepanjang sejarah mereka. Ia juga mempertahankan status sebagai pencetak gol terbanyak. Bahkan pada laga ketika ia mendapat guard of honour tersebut RVP mencetak satu gol. Sayangnya, perasaannya sudah benar-benar tidak nyaman pada saat itu.

Guard of Honour adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan kepada sang juara. Tapi saat saya mendapatkan itu, saya merasa kalau itu bukan suatu yang tepat. Bukan hanya untuk saya tapi juga untuk Arsenal. Agak canggung di sana, jadi saya tidak merasa benar-benar nyaman saat itu.”

“Dari sudut pandang saya, itu tidak perlu terjadi. Oke, kalau memang itu peraturan dan ada dasar-dasarnya karena kebetulan saya juga suka dengan cara seperti itu. Tetapi pada hari itu saya tidak suka sama sekali,” katanya menambahkan.

Meski tidak suka dengan penghormatan yang ia dapatkan, karena ingin menghargai mantan klubnya, namun RVP sudah pasti menyukai masa-masa ketika ia berseragam merah Manchester. RVP hanya mendapat Piala FA dalam delapan musim karier bersama Meriam London. Kemudian ia hanya butuh satu musim untuk mendapat trofi juara Liga Inggris.

United menjadi klub yang memberikan kesempatan kepada RVP untuk meraih prestasi tertinggi sebagai pemain sepakbola yaitu menjadi juara liga. Namun, United pula yang membuat mantan pemain Fenerbahce ini merasa mengalami fase terendah dalam kariernya sebagai pemain. Sudah tentu hal ini terjadi saat ia berseragam Arsenal.

Lebih tepatnya ketika timnya dibuat berantakan oleh United dengan skor 8-2 pada 2011. Ketika itu, RVP gagal menendang penalti. Timnya tidak kuasa menahan gempuran Setan Merah yang tidak mau berhenti untuk mencetak gol.

“Ya Tuhan, laga itu menyakitkan. United main bagus, tapi setiap tendangan yang mereka buat selalu masuk. Saya juga melewatkan penalti saat itu. Untungnya saya masih bisa cetak satu gol. Tapi saat itu, kami memang tidak bisa bersaing dan kalah 8-2. Hari yang sulit karena semua orang down dengan hasil tersebut,” ujarnya.

Van Persie bermain untuk United selama tiga musim hingga 2014/2015. Sayangnya, sinar sang pemain pada musim pertama tidak berlanjut pada dua musim berikutnya. Cedera membuat permainannya tidak konsisten karena harus sering beristirahat. Hal ini membuat Van Gaal tidak mau lagi menggunakan jasa RVP dan menjualnya ke Fenerbahce pada musim panas 2015.