Foto: Planet Football

Coming from Shanghai, hope we all don’t die, viva Ighalo. Begitulah nyanyian yang berasal dari tribun tim tamu stadion Pride Park saat Manchester United menang 3-0 di markas Derby County beberapa waktu lalu. Sebuah chant dengan lirik yang menggelitik ketimbang chant sebelumnya yang juga ditujukan kepada orang yang sama.

Ribuan pendukung yang hadir saat itu baru saja tersihir dengan penampilan Odion Ighalo. Ia menjadi bintang kemenangan United pada pertandingan tersebut. Dua dari tiga gol Setan Merah berasal dari kaki kirinya. Koleksi golnya kini sudah menyentuh angka tiga dari tujuh penampilan. Namun, tiga gol tersebut didapat saat ia dua kali menjadi starter. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan ketika dipercaya main sejak awal. Jika ia hanya bermain sebagai pemain pengganti, setidaknya ia harus bisa berkontribusi dengan memberi ancaman kepada lawannya meski itu tidak membuahkan gol. Maklum, dia adalah seorang target man yang butuh peluang sebanyak-banyaknya.

Di antara mereka yang menonton laga tersebut (baik melalui TV atau menyaksikan langsung di stadion), pastinya terselip beberapa sosok yang meragukan kemampuan Ighalo. Ragu merupakan alfa dari karier pria Nigeria ini di kota Manchester. Ia tidak sesuai dengan kriteria yang diharapkan banyak orang yaitu striker muda dan berbahaya. Ighalo tidak masuk dalam kriteria itu karena ia sudah tua dan datang dari kompetisi sekelas Liga Cina.

Saya adalah salah satu dari peragu tersebut. Saat itu, saya merasa kalau United harus mencari striker macam Timo Werner atau Moussa Dembele. Dari segi usia, keduanya pasti akan lebih disambut secara positif ketimbang Ighalo. Kalau ingin mencari pemain depan senior, Edinson Cavani mungkin jauh lebih masuk akal dibanding membawa Ighalo.

“Orang-orang termasuk saya mungkin berpikir akan ada di mana Odion Ighalo ini saat ia dibeli Manchester United bulan Januari lalu,” kata Rio Ferdinand yang juga meragukan Ighalo.

Namun bagi Ighalo, keraguan itu justru menjadi motivasi baginya untuk membuktikan diri kalau mereka salah. Setidaknya hal itu sudah ia tunjukkan pada tujuh penampilan terakhir. Tiga gol dari tujuh laga adalah awalan bagus untuk pemain yang sekadar menjadi serep. Kita semua tahu bagaimana mudahnya Anthony Martial untuk menghilang ketika dibutuhkan, serta Mason Greenwood yang masih terlalu muda untuk diberikan beban. Saat situasi ini terjadi, disinilah Ighalo masuk dan membantu United melalui golnya. Ia kini tinggal mencari gol di ajang kompetisi domestik saja.

“Selama rekan setim percaya kepada saya, pelatih percaya kepada saya, dan penggemar percaya kepada saya, maka saya hanya harus terus maju. Saya tidak peduli dengan apa yang orang katakan tentang saya,” tutur Ighalo.

Ighalo datang ke klub dengan modal yang sedikit. Latar belakangnya membuat namanya tidak dianggap sebagai striker berkelas. Tidak ada label world class striker atau mantan wonderkid. Ia hanya dikenal sebagai mantan striker Watford yang terbuang ke Cina lalu diambil lagi oleh United yang panik karena kekurangan pemain depan.

Namun Ighalo punya cinta dan dedikasi. Dua hal ini yang membuatnya mulai diterima pendukung United. Ighalo sadar kalau penggemar United lebih suka pemain yang mau berkorban dan bekerja keras. Bukan pemain seperti Pogba yang manja meski berlabel bintang. Toh sejak era Sir Alex Ferguson, United diisi beberapa pemain yang namanya tidak terlalu mentereng tapi bisa diandalkan di atas lapangan.

Selain itu, ia adalah penggemar United sejati dan itu bukan sekadar omong kosong seperti yang diungkapkan layaknya pemain yang baru datang. Cintanya kepada Setan Merah memang benar-benar tulus. Pernah suatu ketika ia rela menyisihkan uang makan siangnya untuk bisa ikut nonton bareng Manchester United bertanding pada akhir pekan.

Dalam sebuah video talkshow yang dipandu Linda Ikeji, Ighalo ditanya tentang tim sepakbola impiannya ketika kecil, dan tim yang ingin ia perkuat saat tumbuh menjadi sepakbola. Jawabannya pun sama yaitu Manchester United.

Kepada Watford Observer, Ighalo tidak mau menjadi sosok munafik dan terang-terangan menyebut kalau uang menjadi alasan ia meninggalkan Premier League menuju Cina. “Saya meninggalkan Watford karena uang tapi saya tidak tahu alasan pemain lain kalau pergi ke sana (Cina),” tuturnya saat itu.

Namun ia masih menaruh harapan untuk bermain bersama United. Seketika tawaran iu datang, uang menjadi sesuatu yang langsung dilupakan oleh Ighalo. Gajinya rela dipotong. Bermain untuk klub favorit adalah harapan yang terus ia pertahankan meski hal itu baru didapatkan ketika usianya sudah kepala tiga. Usia yang masih cukup untuk berkarier, namun terhitung terlambat untuk bermain di klub besar Eropa. Meski begitu, Ighalo tetap tidak peduli.

“Saat agen saya menyebut kalau saya akan bergabung dengan United, secara spontan saya gemetaran di tempat tidur. Dalam benak saya, saya terus berkata: apa benar ini akan terjadi?” ujarnya.

“Ini adalah yang saya inginkan sejak kecil. Sekarang saya harus berjuang. Saya akan memberikan darah saya untuk mendapatkan tempat di dalam tim. Saya masih bekerja keras di setiap sesi latihan dan melakukan beberapa latihan tambahan untuk memastikan kalau saya ada di level ini. Saat dipanggil, saya akan memberikan yang terbaik.”

Kini, para peragu mulai berbalik mendukung Ighalo. Pendukung United juga akan menyambut dengan baik seandainya ia dikontrak permanen. Ighalo sendiri pastinya akan senang jika kebersamaan dengan klub favoritnya diperpanjang. Toh keberhasilan ia bermain di United juga tidak lepas dari doa kakaknya yang begitu ia cintai. Ia pasti bertekad untuk membuktikan kepada kakaknya kalau ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

“Ketika saya mengingat itu sekarang, saya tertawa dan berkata: Wow, dari Agejunle menuju Teater Impian. Ini momen yang hebat dan saya menikmati setiap detiknya. Ini merupakan momen paling membahagiakan dalam hidup saya bisa bermain untuk tim impian saya, tim yang saya dukung ketika masih muda,” tuturnya.

Lagipula, United juga akrab dengan striker-striker tua. Teddy Sheringham dan Zlatan Ibrahimovic adalah contoh striker yang tampil apik di Premier League meski usianya sudah 30 tahun ke atas. Jadi tidak ada alasan bagi United untuk mempermanenkan status Ighalo jika memang ia bermain baik di sisa musim kompetisi 2019/2020.

Tinggal menjadi tugas Ighalo untuk mempertahankan konsistensinya di atas lapangan. Tiga gol jelas belum cukup karena penggemar United pasti ingin melihat Ighalo lebih banyak membuat gol lagi untuk Setan Merah. Peluang itu masih terbuka karena maksimal ada 19 laga lagi yang dimainkan di sisa musim ini. Bukan tidak mungkin ia menjadi kunci kesuksesan United di ajang piala jika ia bisa terus mempertahankan konsistensinya tersebut.