foto: mirror.co.uk

Pada 12 Mei 2013 di Sir Matt Busby Way, M16 0RA, Manchester, atau yang lebih dikenal sebagai stadion Old Trafford, seorang pria tua berambut putih melangkahkan kakinya keluar dari tunnel stadion sembari mengunyah permen karet seperti yang biasa ia lakukan. Gemuruh tepuk tangan mengiringi langkah kakinya melewati guard of honour di sebelah barat daya lapangan

Semua penggemar United pasti tak asing dengan sosok ini, ia adalah Sir Alex Ferguson; manajer asal Skotlandia yang menghabiskan 27 tahunnya hanya untuk menangani Manchester United. Selama hampir tiga dekade itu, ia menyumbang 13 trofi liga dan 24 trofi bergengsi lainnya. Ferguson adalah legenda. Namun tidak ada pertemuan tanpa perpisahan. Hari itu adalah hari di mana ia memimpin The Red Devils untuk terakhir kalinya di Theatre of Dreams.

Ia terus melangkahkan kakinya sambi memberikan gestur tanda terima kasih untuk penonton. Tepuk tangan tak henti mengiringinya hingga ia sampai di lingkaran tengah lapangan dan  memegang microphone. Ferguson pun memulai pidato perpisahannya.

Sebanyak 75,572 penonton yang memadati kursi stadion memberikan ekspresi yang bermacam-macam. Ada yang menangis karena merasa kehilangan. Ada juga yang terus memberikan apresiasi terbaiknya. Mereka memang se-emosional itu. Bagaimana tidak, Ferguson adalah ikon dan idola dengan segudang prestasi serta kemampuan luar biasanya.

Berbicara tentang kemampuannya, ada satu kemampuan yang tidak dimiliki banyak manajer kelas dunia sekalipun. Kemampuan itu adalah  Ferguson mampu membuat skuat yang berisi pemain-pemain yang tidak terlalu mentereng secara individu menjadi sebuah tim raksasa dengan segudang prestasi.

Skuat yang ia miliki tidak seperti skuat Real Madrid, Barcelona, Bayern Munich, Manchester City, atau Chelsea, yang berisikan pemain-pemain kelas dunia. Mereka bukan pemain yang overall rating-nya sangat tinggi di game sepakbola. Bukan pula pemain yang digaji mahal dan dilabeli harga selangit. Tapi mereka adalah pemain-pemain bermental juara yang siap menghadapi musim kompetisi untuk mendapatan gelar. Skuat yang sudah biasa melakukan comeback dan mencetak gol di menit-menit akhir.

Itulah warisan pria bernama lengkap Alexander Chapman Ferguson itu untuk Manchester United. Warisan yang diharapkan dapat membuat United tetap menjadi raksasa Eropa. Tapi faktanya, warisan tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.

David Moyes sebagai pengganti Ferguson gagal memaksimalkan pemain warisan Ferguson. Begitu pula dengan Luis Van Gaal. Mayoritas dari pemain-pemain tersebut mengalami penurunan performa. Berikut adalah rating pemain warisan Ferguson di kompetisi Liga Primer saat berkostum Si Setan Merah yang diambil dari whoscored.

Nama 2012-2013 2013-2014 2014-2015 2015-2016
Robin Van Persie 7.71 7.06 7.11
Michael Carrick 7.10 7.07 7.06 6.66
Patrice Evra 7.30 7.32
Antonio Valencia 7.00 6.94 7.23 7.05
David De Gea 6.86 6.60 6.68 6.66
Rafael 7.36 7.05 6.75
Rio Ferdinand 6.98 6.74
Danny Welbeck 6.71 6.84
Wayne Rooney 7.27 7.62 7.28 7.06
Jonny Evans 7.24 6.95 7.13
Chicarito 6.81 6.39
Tom Cleverley 6.82 6.74
Shinji Kagawa 6.91 6.71
Ashley Young 6.99 6.55 7.23 6.60
Anderson 6.68 6.49
Phil Jones 6.81 7.26 7.51 6.68
Chris Smalling 6.85 7.16 7.34 7.17

Hanya 5 dari 17 pemain utama United diatas yang ratingnya naik dari musim 2012/2013 ke 2013/2014. Bahkan, Robin van Persie yang mencetak rating 7.71 dan 26 gol pun menurun drastis ke 7.06 dan 12 gol. Chicarito dan Jonny Evans juga menurun cukup jauh. Padahal, Chicarito adalah super-sub yang sering menjadi aktor Fergie Time serta Jonny Evans adalah bek yang sering dipuji oleh Ferguson.

Akhirnya, sedikit demi sedikit pemain-pemain itu hengkang. Ada yang memang karena termakan umur seperti Patrice Evra dan Rio Ferdinand. Namun kebanyakan, mereka angkat kaki karena tidak cocok dan dinilai kurang memadai bagi tim. Musim ini, hanya ada tujuh nama yang masih bertahan di Old Trafford.

Sebut saja Rafael dan Anderson. Dua pemain asal Brazil ini memang bukan pemain yang tumbuh sebagai pemain muda bertalenta luar biasa. Tapi, dibawah kepemimpinan Ferguson, mereka memilki mental yang baik dan dapat diandalkan. Sayangnya, mereka tersingkirkan dibawah kepemimpinan manajer baru.

Tapi mungkin, para pemain itu tidak cocok dengan cara bermain manajer baru. Sehingga United harus mendatangkan pemain baru dan menyingkirkan warisan Ferguson. Tidak ada yang salah sebenarnya jika keputusan itu tetap memberikan prestasi seperti zaman pria yang pernah bermain untuk Glasgow Ranger itu. Tapi, yang terjadi adalah klub pengoleksi 20 gelar liga itu terus mendatangkan pemain mahal dan belum diimbangi dengan prestasi.

Sejak ditinggal Ferguson, The Red Devils telah menggelontorkan dana sebesar 513,84 juta paun untuk belanja pemain. Tapi, pemain-pemain baru yang mengantikan pemain warisan Ferguson tersebut belum dapat memberikan banyak gelar. Selama tiga tahun sejak pensiunnya Ferguson, United hanya meraih FA Cup pada 2016.

Musim ini, Manchester United berisikan pemain-pemain mahal. Harapan pun menguat seiring dengan datangnya arsitek anyar, Jose Mourinho. The Special One memiliki kualitas yang dianggap dapat menyamai, atau paling tidak mendekati prestasi Ferguson. Bahkan, Ferguson sendiri saja menilai Mourinho adalah orang yang paling cocok untuk menggantikan posisinya.

Tidak mudah memang menjadi pengganti pelatih sekaliber Sir Alex Ferguson. Beban berat akan terus dipikul, ekspektasi tinggi akan selalu menemani perjalan karir penerus Ferguson. Apalagi jika harus mewarisi pemain-pemain yang tidak terlalu mentereng secara individu. Mungkin hanya pria kelahiran 1941 itu yang bisa membawa pemain-pemain tersebut merajai Eropa. Tapi yang penting adalah Manchester United tetap menjadi raksasa dan terus mendulang prestasi, siapapun pemain dan pelatihnya. Glory Glory Man United!