Manchester United memenangi trofi Piala Liga atau EFL Cup musim lalu dengan skuat yang berisikan pemain belia. Kini, United bisa menggunakan cara itu lagi sebagai jalan memberikan kesempatan bermain bagi para talenta mudanya.

Pintu bermain untuk pertandingan di Piala Liga bagi generasi muda Manchester United bisa terbuka lagi musim ini. Tempat pemain muda untuk tumbuh dan berkembang di United telah dipelopori oleh Sir Alex Ferguson pada 1990-an, namun sudah tidak ada lagi hal seperti itu setelah mantan pelatih asal Skotlandia itu tidak lagi menukangi The Red Devils sejak ia pensiun di tahun 2013.

Pengganti Fergie telah menemukan ‘asuransi’ kesuksesan awal bagi United pada pertandingan di Piala Liga, untuk menjamin jam terbang beberapa talenta muda milik United. Pada tahun 2013 pengganti Ferguson, David Moyes, mengabaikan klaim buruk publik karena era naasnya dibuka lewat pertandingan pada laga lawan Liverpool di mana ia menurunkan beberapa pemain belia di skuatnya.

Lalu, saat United maju ke babak selanjutnya setelah menang pada pertandingan melawan Norwich dan Stoke ke semifinal melawan Sunderland, tidak ada peluang lagi bagi anak-anak muda. Sebuah trofi awal sangat penting sehingga waktu bermain bagi para calon bintang dikesampingkan.

Kebijakan lama Ferguson dihidupkan kembali, namun dengan konsekuensi yang mengerikan, oleh Louis van Gaal. Pelatih asal Belanda itu dengan berani melemparkan sejumlah anak muda seperti Reece James, Saidy Janko, Marnick Vermijl, dan Michael Keane, ke dalam skuat saat United melawan MK Dons. Itu adalah bencana yang tak tanggung-tanggung karena United di pertandingan itu dipermalukan 0-4.

Ketika ia mendapat pukulan kedua pada kompetisi setahun kemudian, United masih tanpa gelar, dan Van Gaal memainkan sisi kekuatan penuh di Old Trafford melawan Ipswich Town. Pertandingan itu adalah sebuah kesempatan yang terlihat memiliki banyak ‘hal mewah’ karena biasanya para talenta muda bisa mendapatkan kesempatan bermain jika melawan tim papan bawah Premier League. Namun, hanya Andreas Pereira yang mendapat kemewahan itu.

Kemudian ada Jose Mourinho yang beranggapan bahwa Piala Liga adalah sebagai trofi kompetisi yang masih bisa dibilang sulit untuk memberi beberapa kebijakan memainkan pemain bertalenta saat ia masih berada di Chelsea. Oleh karena itu di Northampton Town September lalu, timnya (Manchester United) berisikan Wayne Rooney, Michael Carrick, Ander Herrera, Daley Blind, Marcos Rojo dan Ashley Young yang notabene berlabel pemain senior. Dan hanya Timothy Fosu-Mensah saja yang diberikan jalan untuk bermain pada pertandingan tersebut.

Kebijakan berlanjut dan skuat United semakin kuat saat tim Mourinho maju dan akhirnya memenangkan final Piala Liga di Wembley melawan Southampton. Lalu, menambahkan trofi Europa League ke Manchester United dan mengisi tambahan CV kepelatihan dari seorang Mou. Hal itu memungkinkan pelatih asal Portugal itu bisa memusatkan pikirannya untuk persaingan perebutan gelar Liga Primer dan Liga Champions musim depan. Hal itu adalah kesempatan besar untuk Mou melakukan rotasi dan memainkan beberapa pemain muda.

Jadi dengan semua senjata besar yang digunakan untuk kompetisi liga domestik dan panggung teratas di Eropa, sekarang Mourinho bisa memberi kesempatan bagi para talenta mudanya seperti Demetri Mitchell, Angel Gomes, Scott McTominay, Andreas Pereira, Axel Tuanzebe, Matty Willock, Matt Olusunde dan Tahith Chong untuk bermain. Kesempatan pemberian jam terbang untuk bermain pada kompetisi yang membutuhkan banyak rotasi adalah bentuk sebuah platform yang sangat penting bagi Paul Scholes dkk di tahun 1994. ‘Jalan setapak’ itu dilakukan karena kebutuhan tim, tapi sekali lagi, kesempatan harus bisa dibuka agar para pemain muda bisa terus beradaptasi dengan kompetisi.

Sumber : Manchester Evening News