Foto: Goal.com

Alih-alih Inggris, Brasil justru menjadi tempat Paul Rachubka melakoni debut sebagai pemain profesional.

Tujuan Setan Merah ke Brasil bukan untuk liburan atau melakoni tur pra-musim. Mereka memenuhi undangan FIFA untuk bermain pada ajang Piala Dunia Antarklub edisi pertama. Selain mereka, ada pula Real Madrid (UEFA), Al Nasr (AFC), Corinthians (Conmebol), Necaxa (Concacaf), Raja Casablanca (CAF), South Melbourne (OFC), dan Vasco da Gama (Conmebol). United sendiri diundang karena mereka adalah juara Liga Champions musim sebelumnya, sedangkan Real Madrid diundang karena mereka juara Piala Interkontinental.

Keputusan United untuk mengikuti ajang ini terbilang kontroversial. Mereka sampai melepas partisipasi mereka di Piala FA demi pengalaman bermain di ajang baru ini. Keputusan yang kemudian membuat United menjadi musuh Inggris. Trofi menjadi target karena sebelumnya mereka sudah kehilangan Community Shield dan Piala Super Eropa. Keputusan yang pada akhirnya disesali oleh Sir Alex Ferguson.

“Keputusan mundurnya kami pasti akan mengundang kritik. Jika kami tidak mengikuti ajang tersebut, maka orang-orang akan menyebut kami egois karena tidak mau membantu Inggris menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006. Jika kami tidak mengikuti Piala FA, maka orang-orang akan menyebut kami tidak bisa bersaing dengan klub lain,” kata Martin Edwards.

Namun bagi Rachubka, keberangkatan tim ke Brasil adalah pengalaman yang menyenangkan. Dia adalah anggota termuda dari skuat United saat itu. Sayangnya, saat itu tidak banyak orang yang menggunakan telepon genggam. Ia tidak bisa memberi bukti kepada teman-temannya kalau dia benar-benar menjadi pemain United. Barulah ketika ia tidak bersekolah untuk jangka waktu yang lama, temannya menemui nama Rachubka di salah satu media yang menampilkan skuat Manchester United untuk Piala Dunia Antarklub. Barulah saat itu teman-temannya percaya kalau dia pemain Manchester United.

“Tidak ada orang seusiaku di dalam perjalanan. Pemain muda setelah saya mungkin Danny Higginbotham, Jonathan Greening, dan Ronnie Walwork, jadi saya lebih sering bicara bersama mereka. Saya adalah yang termuda bersama mayoritas pemain pemenang treble. Jika mereka meminta saya untuk melakukan sesuatu, maka saya harus lakukan,” katanya.

“Ini adalah pertama kalinya saya menghabiskan waktu bersama tim di luar konteks sepakbola. Duduk bersebelahan, makan malam bersama, membicarakan hal-hal normal sebagai manusia. Saya sebelumnya tidak sempat bergaul bersama mereka dan mendapatkan kesempatan itu selama 10 hari adalah pengalaman luar biasa.”

Rachubka tidak lupa kalau statusnya di dalam tim hanya sebagai pelengkap. Ketika United bertanding melawan Necaxa ia hanya menjadi pemain cadangan, ketika United bertanding melawan Vasco da Gama, ia hanya menjadi penonton karena jumlah kursi di bench hanya tersedia 10.

Selain itu, penampilan United juga berantakan pada turnamen tersebut. David Beckham dikartu merah ketika bermain imbang 1-1 melawan Necaxa. Itupun diselamatkan melalui gol Dwight Yorke pada menit ke-88. Ketika melawan Vasco da Gama, United justru kalah telak 1-3.

Kekalahan itu membuat ambisi United menjadi juara telah pupus. Pasalnya, hanya juara grup yang berhak main di final. Vasco sudah punya enam poin sementara United hanya satu. Namun mereka masih bisa bermain pada perebutan peringkat tiga dengan catatan United menang dengan selisih tiga gol melawan South Melbourne sedangkan Necaxa kalah dengan selisih dua gol melawan Vasco da Gama.

Sayangnya, United kesulitan memenuhi syarat tersebut. Melawan South Melbourne, United sudah unggul 2-0 dalam tempo 20 menit saja melalui dua gol Quinton Fortune. Dengan dua gol cepat ini, maka mereka seharusnya tidak sulit untuk mencari gol ketiga. Apes, karena gol krusial itu tidak kunjung datang.

Para penggawa United sudah siap menerima fakta kalau mereka tidak mendapat apa-apa dari Brasil. Lini depan mereka mandul. Di tengah kelesuan itu, keberuntungan datang kepada Rachubka. Kemenangan 2-0 terasa sia-sia.

Di tengah fakta menyakitkan tersebut, keberuntungan mendatangi Rachubka. Sisa pertandingan 10 menit, ia diminta Tony Coton untuk melakukan pemanasan karena dia akan mendapatkan debutnya bersama tim utama. Meski hanya sebatas formalitas, namun tentu saja ini adalah momen yang mengubah perjalanan sepakbola seorang Rachubka.

“Pada saat saya datang, stadion mulai dipenuhi suporter Necaxa dan Vasco. Saya bermain dengan suasana seperti itu, dan sangat fenomenal karena kami juga menang. Dalam hal aksi, saya ingat saya menangkap bola dan memberikannya ke Beckham. Itu saja yang saya ingat karena peluit berbunyi dan kami menang 2-0. Saya melakukan debut untuk United. Impian saya sejak kecil telah tercapai.”

Para pemain United sudah pasti kecewa. Ambisi meraih trofi kembali gagal. Melepas Piala FA, Piala Dunia Antarklub juga tidak bisa dibawa. Namun Rachubka menjadi satu-satunya yang mungkin paling bahagia karena bisa mencicipi kesempatan main di tim utama. Sudah pasti rasa bahagia tersebut ia simpan dalam hati karena suasana tim di pesawat saat itu sedang tidak enak untuk tertawa.

Dua hari kemudian, Rachubka kembali ke tim cadangan dan bermain di The Cliff melawan Halifax Town. Momen yang membuatnya kembali lagi menginjak bumi. Rutinitasnya kembali berjalan normal yaitu hanya sekadar latihan dengan tim cadangan lalu membantu kerja para staf seperti memompa bola dan memastikan tekanannya cukup.

Penampilan singkat melawan South Melbourne tersebut kemudian membuka kesempatan yang lebih luas bagi karier sepakbolanya. Ia bermain 90 menit ketika melawan Leicester City di Premier League. Ia juga pernah bermain beberapa menit ketika United menang melawan Watford pada Piala Liga musim berikutnya. Total 103 menit ia kumpulkan dan ia sama sekali tidak kebobolan.

“Nama saya muncul dalam sebuah acara kuis yang menyebut kalau saya menjalani 103 menit di United tanpa kebobolan. Ketika saya tahu fakta tersebut, saya merasa: ‘oke, saya akan terus menceritakan fakta itu sampai orang-orang muak!’”

Meski begitu, karier Rachubka memang tidak berjodoh dengan United. Ferguson mendatangkan Fabien Barthez yang membuat peluang Rachubka kembali tertutup. Sempat dipinjamkan ke Royal Antwerp dan Oldham Athletic, ia kemudian benar-benar hijrah pada 2002 ke Charlton Athletic.

“Pada akhirnya, saya harus pindah sehingga saya bisa bermain lebih sering. Sir Alex jujur kepada saya dan berkata kalau dia selalu siap untuk menghabiskan uang untuk mendapatkan kiper yang tepat. Saya paham kalau posisi kiper tidak boleh diisi sembarangan orang. Tom Heaton adalah kiper bagus, tapi tidak pernah berhasil tembus ke tim utama. Begitu juga Dean Henderson yang bermain gemilang di Sheffield United.”

“Saya selalu ingin membuktikan diri di tempat lain dan kemudian kembali ke United, namun itu tidak pernah terjadi sampai kemudian saya pensiun. Meski begitu saya tidak menyesal.”

Rachubka memang tidak patut untuk menyesal. Seandainya ia memilih untuk menuruti egonya dan kembali ke Amerika Serikat lalu pensiun dini dari sepakbola, mungkin ia tidak akan mendapat pengalaman bisa bermain pada ajang Piala Dunia Antarklub. Bayangkan saja, Rachubka menjadi satu dari empat penjaga gawang United yang pernah bermain di Piala Dunia Antarklub bersama Mark Bosnich, Van der Gouw, dan Edwin van der Sar.

Ia memang tidak bisa menjadi kiper utama di United. Namun 10 menit melawan South Melbourne membuktikan kalau ia bisa berkarier di sepakbola. Sejak saat itu, ada 18 klub yang pernah ia perkuat sepanjang karier dengan Kerala Blasters menjadi kesebelasan profesional terakhirnya.