Foto: Daily Star

Selain Robin van Persie, Nick Powell juga merasa kariernya di Manchester United rusak setelah Sir Alex Ferguson pensiun.

Tidak ada jaminan bagi seorang pemain untuk bisa terus bertahan menjadi pemain inti ketika timnya mengalami pergantian manajer. Dia yang sebelumnya menjadi pemain utama pada era manajer sebelumnya, belum tentu akan mendapatkan porsi serupa ketika klubnya mendatangkan manajer baru.

Ini yang dirasakan oleh Nick Powell saat membela Manchester United pada musim 2012/2013. Segalanya berjalan salah ketika Manchester United mengalami pergantian era dari Sir Alex Ferguson ke David Moyes. Sejak saat itu, kariernya berjalan sangat buruk hingga membuatnya terbuang dari skuat.

“Periode bermain saya di United sangat buruk. Saya sempat kehilangan rasa cinta saya kepada sepakbola. Saya tidak merasa menjadi bagian dari tim mana pun di dalam klub. Saya seperti berada di Limbo (tepian) antara tim utama atau tim cadangan,” kata Powell kepada Manchester Evening News.

Powell sebenarnya bukan pemain inti layaknya Robin van Persie atau Shinji Kagawa, yang keduanya juga langsung flop setelah Fergie pensiun. Enam caps pada musim pertamanya memang belum dikatakan cukup. Akan tetapi, jumlah tersebut cukup baik bagi pemain berusia 18 tahun yang datang dari klub gurem seperti Crewe Alexandra.

Sayangnya, segalanya berjalan salah di kemudian hari. Nasibnya tidak jelas setelah Ferguson pensiun. Mirisnya, ia seperti tidak dianggap di mana-mana. Ia merasa kalau situasinya akan jelas jika Fergie masih ada di sana. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi hingga membuatnya terkatung-katung di dalam skuat.

“Saya ingat orang-orang berusaha mencari saya karena saya telat datang ke laga tim cadangan, latihan tim cadangan, dan latihan di tim utama. Tapi itu semua karena saya tidak tahu saya harusnya ada di mana. Akan lebih baik jika saya diberitahu pada satu sesi latihan dan saya dijelaskan kalau minggu ini saya ada di sana dan saya akan didenda jika telat 10 sampai 15 menit. Tetapi tidak ada yang berbicara kepada saya saat itu yang membuat saya tidak tahu di mana seharusnya saya berada,” katanya menambahkan.

Ferguson adalah orang yang menaruh harapan tinggi kepada Powell. Hal itu terlihat jelas dari gerak cepat yang ia lakukan ketika ia ingin merekrutnya dari Crewe. Ia langsung menelepon manajer Crewe, Dario Gradi saat itu. Ketika dibeli dan mencetak gol pada debut melawan Wigan Athletic, ia diharapkan bisa menjadi seperti Paul Scholes. Terkesan terlalu berlebihan, tapi dia memang penuh potensi pada saat itu.

“Berbeda sekali rasanya ketika Sir Alex pensiun. Jika dia tidak ada di sana dan saya tidak mendapat panggilan telepon darinya, mungkin saya tidak akan ke United. Jadi, momen pensiunnya Fergie menjadi bagian dari penurunan karier saya,” ujarnya.

Masalah memang terus datang kepada Powell setelah Fergie pensiun. Ia dipinjamkan ke Wigan Athletic saat Moyes masuk menggantikan sang manajer legendaris. Saat penampilannya bersama The Latics berjalan baik, ia memilih untuk kembali ke United dengan harapan bisa dilirik oleh Louis van Gaal.

“Saya tidak berkata kalau Van Gaal adalah alasan utama untuk pergi, tetapi waktu musim 2014/2015, saya merasa kalau saya tidak ingin ada di Carrington. Saya senang akan waktu saya di United karena Anda menghargai klub, meski saya tidak sering bermain. Anda paham mengenai apa artinya bermain untuk United.”

Mungkin ada rasa penyesalan dalam diri Nick ketika ia memutuskan untuk kembali. Pasalnya, Wigan sudah tertarik dan telah menawarkan opsi perekrutan secara permanen. Dia dianggap menjadi pemain kunci mereka yang saat itu bisa melangkah hingga semifinal Piala FA. Ambisi untuk ke United menutup kesempatan bermain secara reguler yang membuat ia akhirnya menyerah dengan keadaan.

“Saya menyerah untuk terus berusaha di United ketika Fergie pergi, murni karena saya tidak percaya kalau saya akan dimainkan. Itulah yang membuat saya berpikir kalau saya tidak ingin ada di sini,” kata Powell menambahkan.

“Saya datang ke sesi latihan. Saya adalah pria yang baik tapi saya tidak peduli. Saya mengikuti semuanya tapi itu menghancurkan seluruh waktu saya di sana. Saya tidak merasa diinginkan. Saya bukan bayi, saya tidak perlu disayang, saya hanya merasa seperti di persimpangan.”

Hasrat untuk tidak berada di klub sejalan dengan keinginan Van Gaal yang sedang merombak skuat United saat itu. Setelah United babak belur di kandang MK Dons, ia dipinjamkan ke Leicester City sebelum kembali ke United dan bermain hanya 16 menit. Ia akhirnya benar-benar dilepas pada 2016 ke Wigan Athletic yang ternyata masih menerimanya dengan tangan terbuka.

Sikap Powell di United terkesan tidak profesional dan cenderung angkuh. Alih-alih ia berusaha sekuat tenaga, ia justru menyalahkan keadaan yang membuat ia tidak serius dalam menjalani hari-harinya di tempat latihan. Belum tentu juga dia akan mendapat kepercayaan dari Fergie jika sang manajer tidak pensiun, mengingat saat itu ia juga mudah sekali cedera.

Beruntung bagi dirinya karena pola pikirnya mulai berubah. Usianya yang kini 26 tahun membuatnya bisa bersikap lebih dewasa lagi. Ditambah dengan kelahiran putrinya pada 2017 lalu yang membuatnya harus bisa menunjukkan sikap yang bagus sebagai seorang ayah. Sangat disyukuri karena ia punya hasrat untuk berubah.

Tidak ada lagi perasaan tidak berharga seperti yang pernah terbersit saat ia kembali ke United. Besama Stoke City ia mulai bangkit dari keterpurukan. Powell sekarang berada di tempat yang tepat. Kemauan menjadi lebih baik, dan bimbingan pemain senior membuat transformasi Powell bisa berjalan mulus.

“Saya tidak pernah berlatih pada jeda musim dan itu berhenti ketika saya sampai ke Stoke. Mantan manajer saya, Nathan Jones, memantau saya. Itulah satu-satunya saya melakukan sesuatu pada libur kompetisi karena saya diawasi. Saya akan tetap berusaha untuk berada di jalur ini sampai saya pensiun.”

Bersamaan dengan perubahan sikap Powell, penampilannya di lapangan juga semakin membaik. Tiga tahun bersama Wigan, ia bermain 99 kali dan membawa Wigan kembali ke Divisi Championship. Musim panas lalu, ia direkrut oleh Stoke City. Ia kini bermain 23 kali dan telah mencetak empat gol. Sekarang, Powell sudah merasakan berada di tempat yang tepat di waktu yang tepat.