Foto: Goal.com

Manchester United punya lini belakang yang cukup kuat, jika tidak ingin dibilang mengerikan, pada musim 2019/2020 ini. Aaron Wan-Bissaka dan Harry Maguire didatangkan demi memperbaiki lini belakang mereka yang mengenaskan sebelumnya. Ditambah dengan kembalinya Axel Tuanzebe. Datangnya tiga pemain ini membuat Ole Gunnar Solskjaer memiliki banyak opsi sekaligus menyingkirkan para deadwood yang dianggap tidak layak lagi berada di skuad.

Dari lima laga yang sudah dijalani sejauh ini hanya ada empat gol yang bersarang ke gawang David de Gea. Sekadar informasi, United sudah kemasukan enam gol hanya dari tiga laga awal mereka musim lalu. Jumlah ini menjadikan mereka sebagai pemilik kebobolan tersedikit musim ini bersama Liverpool dan Leicester City. Selain itu, mereka sudah mendapatkan dua clean sheet di kandang sendiri. Menyamai catatan mereka pada musim lalu.

Membaiknya lini belakang United tidak hanya sebatas jumlah gol yang masuk ke gawang De Gea. Jumlah sepakan yang mampir ke penjaga gawang asal Spanyol ini juga terbilang minim yaitu hanya 9,6 sepakan saja per laga. Jauh lebih baik dibanding musim lalu (13,1 per laga). Hanya Leicester City, Everton, dan Manchester City saja yang jumlah sepakannya lebih rendah dari milik United.

Membaiknya lini belakang United tentu memberikan angin segar tersendiri. Lini belakang yang solid bisa menjadi fondasi awal bagi sebuah kesebelasan untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan MU di masa lampau juga tidak lepas dari solidnya lini belakang mereka. Seperti yang pernah diucapkan oleh Sir Alex Ferguson, Attack wins you games, defence wins you title.

Akan tetapi, solid dan kokohnya lini belakang United tidak dibarengi dengan ketajaman di lini depan. Dari lima laga yang sudah dimainkan, United baru mencetak delapan gol dan mengumpulkan delapan poin dari dua kemenangan, dua seri, dan dua kali kalah. Dibanding tim penghuni enam besar musim lalu, jumlah gol ini adalah yang terendah bersama dengan Arsenal. Bahkan Norwich City saja mempunya jumlah gol sebiji lebih banyak dari Setan Merah.

Masalah produktivitas memang menjadi urusan United yang tidak bisa diselesaikan sejak Sir Alex Ferguson pensiun. Mereka tidak bisa lagi membuat lebih dari 70 gol per musimnya. Rataan jumlah gol yang dicetak United selepas era Fergie hanya 60,3 gol dengan rincian musim terendah terjadi pada era Louis van Gaal (49 gol) dan musim terbaik terjadi bersama Jose Mourinho (68 gol).

Ironis memang mengingat United sebenarnya begitu aktif dalam memperkuat lini depannya sepanjang enam tahun terakhir. Radamel Falcao, Anthony Martial, Marcus Rashford, Zlatan Ibrahimovic, dan Romelu Lukaku, bergantian mengisi posisi depan mereka. Tiga dari lima nama itu adalah langganan pencetak minimal 20 gol bersama klub sebelumnya. Namun ketika pindah ke United, ketajaman mereka merosot. Nama-nama tersebut belum ditambah dengan pemain yang berposisi winger namun punya catatan gol yang baik seperti Memphis Depay dan Angel Di Maria. Memphis direkrut dengan status top skor Liga Belanda namun menjadi pesakitan ketika tiba di kota Manchester.

Namun setiap kali melakukan perombakan, United tidak bisa mendapatkan garansi gol dengan jumlah banyak dari para pemain depannya. Hanya Ibrahimovic dan Lukaku saja yang bisa membuat lebih dari 20 gol di semua kompetisi. Namun kedua pemain ini juga tidak bisa berbicara banyak di level Premier League. Ibrahimovic hanya mencetak 17 gol (2016/17), sedangkan Lukaku 16 gol (2017/18).

Masuknya Ole Gunnar Solskjaer membuat lini depan MU kembali dirombak. Tidak dengan menambah amunisi melainkan menjual salah satu penyerang mereka yaitu Lukaku. Hanya Daniel James yang datang, pemain yang berposisi sebagai winger.

Musim ini, Ole mempercayakan lini depan kepada Anthony Martial dan Marcus Rashford. Dua pemain yang paling ia senangi karena penuh skill, dan bisa diajak bermain cepat sesuai keinginannya. Nomor 10 dan nomor 9 bahkan diberikan kepada keduanya sebagai bukti betapa pentingnya kedua pemain ini.

Namun dari lima laga yang sudah dijalani, United belum mendapatkan garansi banyak gol dari mereka. Padahal, klub sudah membuang Lukaku. Sosok yang sering dikatakan membuat Rashford dan Martial tidak bisa mengembangkan dirinya sebagai predator di kotak penalti. Bersama Solskjaer, peran sebagai striker utama diberikan kepada dua pemain ini secara bersamaan mengikuti alur pertandingan.

Duet Martial dan Rashford selalu bermain pada tiga laga awal mereka di Premier League. Yang membedakan adalah pasangan mereka di sisi kanan dalam formasi 4-3-3 Solskjaer. Andreas Pereira bermain pada pekan pertama, sedangkan Daniel James bermain pada pekan kedua dan ketiga. Ketika melawan Southampton dan Leicester City, Martial absen karena cedera dan membuat Rashford hanya bermain berdua dengan Daniel James.

Namun alih-alih mendapatkan banyak gol, sejauh ini mereka baru mendapatkan delapan gol saja yang datang dari tiga pemain ini (Rashford tiga gol, James tiga gol, Martial dua gol). Namun dua diantaranya berasal dari penalti sementara James menjadi pemain yang paling sering membuat gol dalam skema open play.

Jika diperhatikan, United sebenarnya bisa membuat banyak gol pada musim ini. Sejauh ini, mereka sudah melepaskan 73 tembakan. Catatan yang hanya kalah dari City, Liverpool, Spurs, dan Chelsea. Hal ini menegaskan kalau lini depan United sebenarnya bisa bersaing dengan keempat kesebelasan tersebut. Namun jumlah gol mereka justru setara dengan Bournemouth dan kalah dari Norwich yang jumlah sepakannya lebih sedikit dari mereka.

Faktor penyelesaian akhir yang buruk memang menjadi kendala tim ini. Laga melawan Crystal Palace pada pekan ketiga bisa menjadi contoh. Dalam kekalahan United 1-2 tersebut, mereka membuat 22 tembakan dengan hanya tiga saja yang mengarah ke gawang termasuk satu penalti yang gagal menjadi gol.

Begitu juga ketika mereka melawan Southampton. United membuat 21 tembakan namun hanya satu saja yang menjadi gol. Jumlah sepakan United menurun ketika melawan Leicester. Namun melihat mereka bisa membuat lima shoot on target, sangat disayangkan kalau mereka hanya sanggup membuat satu gol.

Dari total 73 tembakan tersebut, Rashford menjadi pemain yang paling sering menendang ke gawang lawan yaitu 18 kali. Ia unggul dari Raheem Sterling, Teemu Pukki, Pierre Emerick-Aubameyang, dan Ashley Barnes. Meski menendang bola paling sering, namun jumlah gol Rashford justru yang terendah dibanding empat pemain tersebut.

Solskjaer mau tidak mau harus bisa memaksimalkan lini depan yang sudah menjadi pilihannya. Latihan soal penyelesaian akhir bisa sedikit ditingkatkan intensitasnya mengingat United memiliki Martial dan Rashford, dua pemain yang pengalamannya sudah banyak di kompetisi Premier League, serta wonderkid Daniel James yang sejauh ini efektivitasnya lebih baik dari keduanya.

Selama penyelesaian akhir belum bisa diselesaikan oleh Solskjaer, maka United akan selalu kesulitan mencetak gol yang bisa mempengaruhi persaingan mereka memperebutkan posisi empat. Meski target tim yang paling utama adalah masa depan, namun apa yang diraih saat ini jelas menjadi patokan apakah tim ini bisa bersaing dalam jangka waktu yang panjang atau tidak. Masalah yang akan semakin pelik karena ia hanya memiliki tiga pemain ini yang bisa diandalkan menjadi pencetak gol dengan Rashford dan Martial menjadi tumpuan utama. Memanfaatkan lini tengah seperti musim lalu juga nampak sulit karena Pogba bermain terlalu ke dalam pada musim ini dan Lingard sudah hampir setahun belum membuat gol dan asis.

Sebenarnya Ole punya harapan lain dalam diri Mason Greenwood. Pemain muda ini lebih mencerminkan sebagai pemain nomor sembilan karena memiliki body orientation yang menghadap ke gawang ketimbang Rashford dan Martial yang belum bisa membuka ruang bagi pemain lain. Namun tidak elok rasanya jika membebankan pemain muda yang belum memiliki pengalaman bermain di Premier League untuk menjadi pencetak gol utama di sebuah kesebelasan yang tekanannya luar biasa besar seperti United.