Foto: Youtube Pandji Pragiwaksono.

Beberapa waktu lalu, melalui saluran Youtube pribadinya, Pandji Pragiwaksono mengungkapkan pandangannya terkait kesebelasan Manchester United. Kita tentu sudah tahu bahwa komika yang sedang disibukkan dengan tur dunianya ini adalah penggemar berat Setan Merah. Pergaulannya saat masih bersekolah yang menyebabkan dirinya memilih United sebagai klub favoritnya yang ditegaskan dengan kejadian treble 1999 yang bersejarah.

Dalam video berdurasi 35 menit tersebut, Pandji menceritakan situasi United yang sudah berbeda dibanding era sebelumnya. Pandji bahkan mengakui kalau sejak musim lalu hingga musim ini, ia sudah tidak pernah menonton pertandingan United. Penyebabnya adalah karena permainan United yang tidak enak untuk ditonton.

Akan tetapi, Pandji juga menekankan kalau buruknya permainan United bukan karena kesalahan Mourinho sebagai pelatih. Ia seolah ingin menyebut kalau masalah United adalah masalah kompleks yang tidak bisa diselesaikan masalahnya dengan memecat Mourinho.

Saya sangat setuju dengan argumen yang Pandji ceritakan dalam videonya. Terutama saat ia menceritakan kalau para penggemar United selalu memiliki harapan yang sama terhadap pelatih yang baru direkrut namun ceritanya selalu berakhir dengan pemecatan. Selesainya karier David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho dalam waktu yang rata-rata dua musim saja menunjukkan adanya ketidak percayaan antara manajemen dengan pelatih yang mereka rekrut. Hal ini yang kemudian membuat timbul pertanyaan dalam benak Pandji dan juga penggemar United lainnya sehingga ia memberikan video tersebut dengan tajuk Man United maunya apa sih.

Sosok Sir Alex Ferguson yang berjaya dalam 26 setengah tahun membuat para penggemar United susah untuk move on. Gelimangnya trofi yang diberikan membuat para penggemar United berada dalam posisi teratas sehingga membuat mereka berhak menyombongkan sesuatu. Akan tetapi saat Ferguson pensiun, para penggemar nampak tidak siap jika timnya harus mengalami kejatuhan dan sulit untuk kembali berada di puncak. Semua karena ketidak sanggupan kita yang belum bisa bangkit dari era Sir Alex.

Salah satu contoh paling gampang dari sulitnya kita untuk move on dari sosok Ferguson, terlihat ketika Solskjaer meraih kemenangan dalam debutnya melawan Cardiff pekan lalu. Alih-alih menyebut kalau United bermain dengan cara Solskjaer, kita justru lebih senang menyebut United bermain dengan gaya Sir Alex. Jarang saya temui penggemar Liverpool memuji Klopp karena bermain layaknya tim era Bob Paisley atau penggemar Arsenal yang menyebut kalau permainan Unai Emery seperti The Gunners saat masih dipegang Arsene Wenger.

Situasi sekarang membuat United menjelma menjadi tim yang instan. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, manajemen nampaknya ingin pelatih yang bisa langsung memberikan gelar pada musim pertama si pelatih tersebut memimpin. Kalaupun tidak bisa, si pelatih dituntut untuk membawa United minimal tidak memiliki selisih poin yang jauh dari beberapa tim di atas mereka. Sesuatu yang tampak sulit untuk dilakukan.

Solskjaer Bisa Bernasib Serupa Seperti Mourinho

Klub ini seolah ditakdirkan untuk menjadi kesebelasan yang berproses. Hal ini terlihat dari beberapa pelatih yang memberikan kesuksesan untuk United hadir setelah tim sempat terpuruk begitu lama. Matt Busby direkrut 33 tahun setelah kesuksesan pertama klub bersama Ernest Magnall. Dalam kurun waktu tersebut, United bahkan sempat terdegradasi.

Sir Alex Ferguson muncul 17 tahun setelah era Busby. Dalam rentang waktu tersebut, Setan Merah lagi-lagi harus menjalani proses yang teramat panjang hingga terdegradasi lagi pada 1974. Selepas era Sir Alex, manajemen ingin tim ini tidak perlu menjalani proses seperti sebelumnya. Akan tetapi, usaha itu nampaknya belum cukup berhasil dengan Moyes, Van Gaal, dan Mourinho.

Baca juga: Ketika Manchester United Main di Divisi Dua (1): Awal Keterpurukan

Masuknya Solskjaer memang memberikan harapan. Banyak yang langsung meminta manajemen untuk mengubah statusnya menjadi pelatih permanen. Apalagi di belakangnya ada Mike Phelan yang tahu betul Manchester United luar dalam. Hasil laga melawan Cardiff dan permainan yang berubah drastis menjadi alasan.

Akan tetapi, bukan tidak mungkin Solskjaer akan bernasib serupa dengan para pendahulunya jika suatu saat ia dipermanenkan. Solskjaer mungkin bisa mengubah United dari segi taktik tapi nampaknya ia belum bisa mengubah mentalitas para pemainnya. Pemain yang saat ini dipegang Solskjaer bukanlah pemain yang sama seperti saat dia bermain dulu. Mayoritas diantara mereka adalah pemain-pemain dengan ego yang cenderung besar.

Masalah Ruang Ganti yang Harus Diperhatikan United

Enam bulan kepelatihannya, Solskjaer langsung membuat para pemain United kembali nyaman bermain bola dalam hitungan hari. Terlepas dari lawan yang dihadapi adalah Cardiff, namun tidak bisa dipungkiri kalau permainan United begitu enak dilihat. Kini, tugas Solskjaer berikutnya adalah bagaimana ia dan Mike Phelan menguasai ruang ganti.

Sayangnya, Solskjaer dan Phelan bukanlah sosok setegas Sir Alex. Treatment ala Sir Alex yang ingin dicoba oleh Mourinho justru membuahkan pemecatan kepada dirinya. Munculnya isu yang menyebut kalau Pogba datang sambil berkata kalau Mourinho sudah berurusan dengan orang yang salah, menunjukkan kalau ruang ganti United memang butuh perbaikan.

Pandji menginginkan para pemain United memiliki sense of crisis. Suatu aspek yang tampaknya belum dimiliki beberapa pemain dalam skuad United saat ini. Hal ini sebenarnya juga dipermasalahkan oleh beberapa pundit seperti Rio Ferdinand, Paul Merson, dan beberapa legenda United lainnya.

Musim lalu, Rio Ferdinand sempat mengungkapkan rasa herannya ketika melihat video di instagram saat Paul Pogba dan Jesse Lingard menari-nari dengan penuh keceriaan. Ia merasa para pemain United sebaiknya tidak melakukan hal-hal tersebut karena posisi klub yang saat itu berada jauh di belakang Manchester City.

Hal-hal seperti ini yang nantinya harus diubah. Entah itu oleh Solskjaer atau manajer yang baru. Tidak seekstrim apa yang dilakukan oleh Sir Alex, namun bisa menahan agar para pemain United lebih dulu memikirkan nasib Setan Merah alih-alih memikirkan berapa likes yang akan mereka terima dalam satu kali mempublikasikan kehidupan mereka.

Sosok Paul Pogba menjadi pusat pemberitaan saat Mourinho dipecat. Hal ini dikarenakan karena penampilannya yang memukau saat kembali dimainkan oleh Solskjaer ketika melawan Cardiff pekan lalu. Apa yang ia tunjukkan saat itu seolah menegaskan kalau dia memang ada masalah dengan Mourinho terlepas dari ucapannya yang menyebut kalau dia tetap menghormati The Special One.

Baca juga: Kata Mike Phelan soal Michael Carrick dan Paul Pogba

Sekarang, tugas Solskjaer adalah menjadi pelatih yang bisa kooperatif dengan Pogba. Sejauh ini, ia sudah mengawalinya dengan baik. Pogba menjadi bintang dalam dua kemenangan pertama The Baby Face selama menjadi pelatih sementara. Yang menarik, Solskjaer bisa membuat Pogba bermain dengan gembira. Ia terus memberikan pujian agar si pemain nampak bisa merasa nyaman setelah konflik dengan Mourinho.

Akan tetapi, patut diingat kalau seperti kata Pandji dalam videonya, Pogba seperti botol yang tidak punya tutup. Isinya tumpah kemana-mana. Solskjaer sudah bisa membersihkan bercak air tersebut. Namun bukan tidak mungkin kalau ke depannya, Solskjaer tidak bisa menjadi tutup botol yang pas untuk Pogba.

***

Masalah ruang ganti juga dikarenakan tidak adanya sosok yang patut untuk dihormati. Tidak ada pemain seperti Zlatan Ibrahimovic yang arogan namun bisa menghormati orang lain. Bahkan Pogba pun seolah tunduk kepada Ibra. Tidak ada pula pemain yang kharismanya sebesar Gary Neville, bahkan sosok yang suka berteriak dan mengumpat ala Roy Keane pun sudah tidak bisa ditemui lagi.

Tulisan ini saya tutup dengan mengucapkan terima kasih apabila mas Pandji punya kesempatan untuk membaca tulisan saya ini. Saya mohon maaf apabila video yang Anda buat saya respon melalui tulisan yang mungkin masih memiliki banyak kekurangan. Namun ini semata-mata saya lakukan karena saya punya pandangan serupa seperti apa yang Pandji paparkan sebagai penggemar United.

Glory Glory Man United