Dalam tulisan di bagian pertama, Jaap Stam berbicara soal alasan dia meninggalkan United yang bukan karena Sir Alex Ferguson di buku autobiografinya. Pada tulisan kedua ini, dalam memeringati ulang tahun ke-45 Jaap Stam pada 17 Juli kemarin, kali ini Stam bicara mengenai pengalamannya dalam bermain dan menjadi seorang manajer yang dikutip dari beberapa wawancarannya dengan media.

Ketika Anda pensiun pada 2007, Anda mengatakan tidak tertarik untuk menjadi manajer. Lantas apa yang membuat Anda berubah pikiran?

Ya, saya memang salah. Saya memang tidak menginginkan menjadi manajer karena tekanannya tinggi. Namun saya juga bukan orang yang duduk di rumah atau melihat ke luar jendela ketika pensiun. Saya pernah mendapatkan tawaran untuk mengikuti acara Big Brother di Belanda. Tapi saya tidak mau karena saya menginginkan karier di sepakbola.

Apa yang terlintas di benak Anda jika berbicara soal Manchester United?

Semua kenangan hebat dan orang-orang hebat. Kami merebut banyak piala dan saya tumbuh sebagai pemain dan manusia. Sulit memilih momen yang terbaik, tetapi ketika saya berada di sana klub ini selalu menjadi juara liga.

Apakah tim United 1998/1999 adalah tim terhebat yang pernah Anda bela?

Saya beruntung bisa bergabung dalam tih hebat sepanjang sejarah. Tim (AC) Milan yang saya bela juga brilian tetapi bermain di Italia layaknya bermain catur. Di Inggris, Anda selalu memainkan sepakbola menyerang. Jadi ya saya bisa bilang kalau tim treble adalah tim terhebat yang pernah saya bela.

Manchester United menjuarai Liga Champions pada 1999, Apakah Anda pernah merenungkan pencapaian itu sejak pensiun?

Sedikit. Karena setelah saya pensiun saya tidak ingin mengungkit momen tersebut. Namun banyak orang yang terus terusan menceritakan soal itu. Anda kemudian berpikir bahwa luar biasa sudah melewati momen tersebut.

Saya justru lebih banyak mengingat kegagalan kami di AC Milan dalam final di Istanbul melawan Liverpool. Namun itu lumrah dalam sepakbola karena kita lebih banyak mengingat laga-laga yang tidak kita menangi dibandingkan laga yang kita menangkan.

Ketika Anda bermain di Ajax, apakah Anda sering berbincang dengan Johan Cruyff?

Ya, satu kehormatan bisa berbicara dengannya. Saya sudah mengetahui dia dari anaknya Jordi yang bermain bersama saya di United. Namun di Ajax dia berbicara kepada saya tentang harapannya terhadap klub dan semua pemain. Dia selalu menginginkan tim yang menyerang dan dia berbicara kepada saya, ‘Jika kamu menyerang dengan baik maka kamu tidak butuh untuk bertahan.’

Mengapa Anda memilih karir manajerial di Inggris ketimbang di Belanda?

Saya sebenarnya mendapatkan tawaran dari beberapa klub Belanda. Namun sejak awal saya ingin memulainya dengan menjadi manajer klub Inggris. Saya berkata kepada Ronald Koeman dan Gus Hiddink dan mereka setuju jika saya datang kesana. Saya merasa siap untuk memulai langkah baru dan tempat terbaik untuk memulainya adalah Inggris.

Bagaimana karakter tim yang Anda inginkan ketika menjadi manajer?

Saya ingin bermain sepakbola yang atraktif karena itu gaya Belanda. Lupakan saya bahwa saya dulu adalah seorang bek. Karena saya menginginkan sepakbola menyerang. Sebagian menyebut total football, namun bagi saya adalah mendominasi permainan dan memenangi pertandingan.

Bagaimana pengaruh yang diberikan Sir Alex dalam karir Anda sebagai manajer?

Dari Alex Ferguson saya belajar banyak soal membangun tim. Saya melihat caranya membangun kebersamaan dalam skuad, pemain yang sesuai dengan keinginannya karena dia lebih melihat kualitas dan bukan nama besar. Selain itu saya belajar mengenai karakter dan mental dalam sebuah pertandingan.

Ketika menjadi pemain anda merupakan bek yang sangat percaya diri. Apakah Anda juga akan sukses ketika menjadi manajer?

Saya yakin. Saya percaya diri bahwa saya bisa melakukannya. Saya berharap saya bisa sukses.

Apakah Anda tertarik untuk menjadi manajer United berikutnya?

Saya bukan tipe orang yang menginginkan suatu hari saya ingin mendapatkan ini atau itu, karena yang penting saya ingin sukses bersama Reading. Tapi saya merupakan orang yang penuh dengan ambisi. Saya mau mencapai prestasi setinggi mungkin dan membawa Reading ke level yang lebih tinggi lagi sebagai seorang manajer.

Sumber: Telegraph, FourFourTwo, Inside United