Foto: Express

Di musim ini, semua misteri, teka-teki, puzzle, dan ketidakjelasan status Manchester United rampung dengan raihan finis di posisi ketiga Premier League dan semi finalis Europa League. Ini adalah hasil akhir Ole Gunnar Solskaer di musim penuh pertamanya sebagai manajer. Dan sekaligus sebagai era pasca Alex Ferguson yang banyak dibicarakan.

Tapi ada sesuatu yang menarik ketika kita semua mau menanggapi raihan United tersebut. Menurut pundit The Guardian, Jamie Jackson, salah satu ciri tim juara Inggris yang dalam tujuh tahun mengalami kemunduran, adalah bahwa mereka telah terbiasa dengan keadaan biasa-biasa saja di setiap akhir musim. Dan United –berkaca pada faktanya– menjadi tim yang sejalan dengan teori ini.

Tujuh tahun lalu, tim berjuluk The Red Devils itu finis di urutan tujuh klasemen liga ketika masih berada di bawah David Moyes. Lalu Louis van Gaal membawa United sedikit naik peringkat (ke urutan empat dan lima klasemen) setelah mengganti Moyes. Sebelum akhirnya Jose Mourinho menaikan United ke titik tertinggi dengan merangsek ke urutan dua klasemen pada musim 2017/2018.

Kemudian datang Ole Gunnar Solskjaer sebagai pengambil alih kursi manajer sementara (awalnya) di pertengahan musim 2018/2019. Dan di musim itu United berakhir di urutan keenam klasemen liga. Dan secara rata-rata, posisi tersebut menegaskan bahwa United memang kebanyakan berada tepat di luar empat besar klasemen liga.

Yang perlu dilakukan Ole Gunnar Solskjaer

Tapi terlepas dari kemajuan yang dibuat Solskjaer selama 19 pertandingan yang membantu Setan Merah mengamankan tempat ketiga di musim ini, ia masih banyak tugas. Ia harus mencoba untuk menghindari United mendapat nasib serupa seperti yang dilakukan Mourinho di musim keduanya di Old Trafford.

Sejarah terakhir klub menunjukkan bahwa itu tidak akan mudah. Saat dipecat pada Desember 2018 lalu, Jose Mourinho pernah mengulangi kalimat favoritnya tentang musim United sebelumnya. Yang sekaligus menegaskan jika ia memang sudah tampak kehabisan akal dalam menarik tim asuhannya keluar dari jurang.

“Saya menganggap salah satu pekerjaan terbaik dalam karir saya di sini adalah untuk finis di urutan kedua Premier League. Saya terus mengatakan ini karena orang tidak tahu apa yang terjadi di balik layar,” ujar manajer yang (dulu) dilabeli The Special One itu.

Jose Mourinho juga cenderung merujuk pada kegagalan Ed Woodward, wakil ketua eksekutif United, karena tidak membantu mewujudkan keingannya. Yaitu keinginan untuk merekrut Harry Maguire dari Leicester pada musim panas 2018. Atau setidaknya pemain sayap seperti Ivan Perisic dari Inter Milan setahun sebelumnya.

Kendati begitu, saat ini kondisinya berbeda. Elit klub, terutama Ed Woodward, sekarang sudah berada satu pihak dengan sang manajer. Maka bursa transfer musim panas ini akan kembali menjadi faktor utama apakah Solskjaer dapat meramu kembali United atau tidak. Fokusnya hanya satu, yaitu dari mana manajer asal Norwegia itu akan memulai pergerakannya di bursa transfer.

Sedikit menengok ke belakang ketika United melawan Sevilla. Kita semua bisa melihat kombinasi dari permainan United lumayan menunjukkan asa. Kekuatan menyerang dari Bruno Fernandes, Mason Greenwood, Marcus Rashford dan Anthony Martial telah membawa ancaman di pertandingan itu. Hanya saja sayangnya, serangan mereka memiliki kecenderungan untuk menolak peluang.

Kombinasi semacam itu sebetulnya selalu diperlihatkan. Seperti yang United lakukan saat melawan FC Copenhagen di perempat final, dan seperti yang mereka lakukan pada banyak kesempatan lain di musim ini. Dan agaknya mudah ditebak bahwa rencana permainan Solskaer memang melancarkan serangan habis-habisan. Lihat saja dari gol-gol yang telah dicetak. Ada 23 gol yang dicetak Martial, 22 gol yang dicetak Rashford, 17 gol yang dicetak Greenwood dan 11 gol yang dicetak Fernandes.

Total semuanya berjumlah 73 gol di semua kompetisi. Catatan ini tidaklah buruk sama sekali. Justru catatan ini menempatkan lebih banyak sorotan daripada lini pertahanan United yang cenderung masih lemah. Maka jawaban yang paling relevan untuk persoalan ini jelas adalah memperkuat apa yang menjadi celah di tubuh tim inti pasukan Solskjaer.

Prioritaskan yang masih menjadi kelemahan tim

Tapi kemudian ada situasi lain yang memfokuskan urusan United pada Jadon Sancho. Hal ini tidak bisa tidak pasti akan membuat Solskjaer mendapat masalah. Pasalnya, jika United terlalu fokus pada Sancho –yang harganya diperkirakan akan mencapai +/- 100 juta paun–, maka mereka akan kekurangan uang untuk membeli bek tengah atau bek kiri. Katakanlah, untuk membeli bek se-kelas Kalidou Koulibaly atau Ben Chilwell.

Walaupun ada kemungkinan yang masuk akal tentang kenaikan performa United pada musim depan lantaran Sancho adalah pelengkap sayap kanan di tubuh tim inti. Namun sekali lagi, Ole Gunnar Solskjaer tidak boleh lupa bahwa masih ada masalah yang perlu diselesaikan dari timnya. Musim depan merupakan tantangan baru bagi setiap tim. Termasuk tim Solskjaer yang masih diambang “sukses atau gagal”.

Rasanya United sudah tidak perlu lagi khawatir tentang persoalan elit klub atau bentuk permainan mereka yang memang kerap menjadi masalah. Karena pada faktanya, musim ini kondisi itu sudah mulai banyak berubah. Manchester United, jika berkaca pada teori Jamie Jackson sebelumnya, sudah tinggal satu langkah lagi untuk menjadi juara Inggris.

Hanya saja, masih ada satu atau dua perbaikan lagi dari Ole Gunnar Solskjaer untuk memperkuat tim terbaiknya saat ini. Itu semua diperuntukkan agar United bisa mengantisipasi kelemahan dari sisinya sendiri, dan kemudian lebih fokus untuk mengejar gelar juara. Maka sudah sepatutnya, United perlu paham keputusan mana yang paling jadi prioritas utama timnya guna menyambut musim depan.