Foto: Joe.ie

Meskipun meraih kemenangan beruntun, tapi itu semua tidak dapat mengalihkan perhatian para penggemar dari Liverpool dan Manchester City.

Saat itu jam 7 pagi. Hari itu adalah hari pertandingan kandang antara Manchester United melawan Arsenal pada bulan Desember. Saya dibangunkan dengan cara yang kasar oleh keponakan saya, Charlie, usianya 7 tahun, yang mendukung Manchester City. Yang membuatku cemas, dia mendapat tiket musiman dan pergi ke pertandingan bersama ayahnya. Saudara kandung saya gagal menjalankan tugasnya untuk mendoktrin dan membawanya menjadi penggemar United seperti anggota keluarga lainnya.

“Paman Andy,” katanya, membangunkanku. “Jika United kalah malam ini, Anda akan berada 19 poin di belakang City. Itu sama dengan musim lalu, tetapi musim ini bahkan masih belum selesai.”

Aduh. Dia menerima tiket terusan oleh ayahnya, seorang biru dari keluarga biru di Manchester. Selama saya kenal mereka, mereka selalu menyaksikan tim kesayangannya bertanding. Mereka penggemar sepakbola yang sangat baik, namun setia pada kesalahannya, yaitu menjadi penggemar Manchester City.

United tidak kalah dari Arsenal dalam pertemuan tersebut. Empat gol sangat mengasyikkan, adanya perkelahian, pada hari Desember itu, tetapi United juga tidak menang. United tertahan di urutan kedelapan di liga saa itu, 17 poin di belakang Manchester City. Selisih gol United adalah minus 1 sementara City plus 39. Liga seperti sudah ebrakhir dengan kurang dari sepertiga pertandingan lagi yang dimainkan.

Saat ini, saya kembali mengatakan kalau liga sudah berakhir bagi United meski mereka berhasil memperkecil kesenjangan poin tersebut. United sekarang “hanya” 12 poin dari Manchester City, Akan tetapi, pengemar City yang mentweet saya (lalu memblokir saya sebelum saya menjawab), mengatakan kalau para pendukung United hanya akan tahan 10 pertandingan saja bersama Solskjaer dan mereka akan balik menyerang manajernya sendiri.

United sudah memenangi tujuh pertandingan berturut-turut di bawah manajer baru. Meskipun ada prospek dari laga Jumat malam menghadapi Arsenal di Piala FA, dengan 5.200 penggemar bertandang ke Emirates minggu ini, United masih jauh dari mengejar City. Yang membuat keadaan tambah buruk adalah Liverpool berada di posisi paling depan, 16 poin di depan United. Bahkan jika United memenangi 15 pertandingan tersisa mereka, Liverpool tetap akan menjadi juara. Tidak ada yang mau mengharapkan kejadian seperti itu.

Singkatnya, penggemar United saat ini menikmati apa yang terjadi di bawah pria Norwegia pembawa tiga gelar untuk klub 20 tahun yang lalu. Saat ini, empat besar nampaknya cukup bagi United. Sesuatu yang akan dianggap sebagai kesuksesan ketika ia mengambil alih tim, tertinggal delapan poin dari Arsenal, namun berhasil dikikis menjadi nol hanya dalam enam pertandingan saja.

Meskipun United bisa melaju ke empat besar dengan cerita uniknya, sorot mata pasti akan mengarah ke perburuan gelar juara. Dan kemungkinan terburuknya adalah Liverpool memenangi gelar liga untuk pertama kalinya sejak 1990.

Liverpool punya tim yang sangat baik dan manajer yang baik. Hal yang sama juga dimiliki Manchester City, ancaman terbesar ereka. Setelah United nampak tidak bisa memenangi liga, banyak penggemar di Inggris, termasuk United, mengharapkan Tottenham Hotspur sebagai kandidat ketiga untuk menjadi juara. Namun United mengalahkan kandidat ketiga tersebut sekaligus memberi pukulan telak bagi Spurs.

Minggu demi minggu berlalu, penggemar United harus menghadapi kenyataan kalau salah satu diantara City atau Liverpool akan menjadi juara, seperti yang pernah terjadi pada 2014. Mereka bisa tertawa ketika salah satu dari mereka terpeleset seperti yang dialami Liverpool pada 2014. Namun tentu saja tidak ada yang mau keduanya menjadi juara liga.

Jadi yang mana dari kedua kesebelasan ini yang diinginkan menjadi juara liga? Klub mana yang level kebenciannya harus diturunkan dari dua tim jahat ini?

Jawabannya mungkin mengejutkan karena dari kejauhan saya melihat banyak yang mengharapkan City. Tidak ada hubungannya dengan fakta kalau mereka sama-sama dari Manchester tetapi lebih karena Liverpool adalah ancaman langsung untuk perolehan gelar juara. Liverpool saat ini telah memenangi 18 gelar liga, United 20. City baru memenangi lima gelar.

Sesakit apa pun memikirkannya, Liverpool adalah pesaing dekat Manchester United di sepakbola Inggris, raksasa barat laut lainnya dengan sejarah luar biasa yang kerap diwarnai dengan bencana. Keduanya sama-sama punya dukungan global, keduanya sama-sama berwarna merah, keduanya memiliki lebih banyak Piala Eropa daripada tim Inggris lainnya dan sama-sama memiliki manajer Skotlandia tersukses, Bill Shankly dan Sir Alex Ferguson. Keduanya saling membenci satu sama lain, yang sayangnya tidak terbukti ketika para penggemar minum dalam satu bar yang sama. Hal seperti ini tidak akan terjadi di Inggris.

Penggemar United akan tertawa geli bahwa Liverpool tidak pernah memenangkan liga untuk jangka waktu yang lama dan bersenang-senang dengan nyanyian ‘Anda hampir memenangi liga” ketika kedua tim bertemu. Namun dalam diam, mereka juga tahu kalau Liverpool saat ini sangat baik, meskipun belum memenangi piala apa pun.

Hanya ada satu cara perebutan gelar saat ini menjadi lebih menarik: City dan Liverpool tersingkir dari Liga Champions, sementara United tidak. Kita hanya bisa berharap, tetapi melihat apa yang ditunjukkan Solskjaer, sepertinya harapan saya tidak terlalu mengada-ngada ketimbang sebulan lalu.

Saya berharap, bulan Mei nanti saya menghubungi keponakan saya yang berusia 7 tahun tadi dan ayahnya, pada jam 7 pagi di hari Minggu, 2 Juni, dari Madrid, setelah menyaksikan United menjuarai Piala Champions keempat mereka pada malam sebelumnya. Mari kita lihat apakah para pemain ini bisa percaya diri, karena saya hanya bisa bermimpi.

***

Tulisan ini diterjemahkan dari tulisan Andy Mitten dalam kolomnya di ESPN. Andy adalah penggemar United yang telah menuliskan banyak sekali buku best seller mengenai Setan Merah. Beberapa diantaranya adalah The Man United Story, We’re The Famous Man Utd, dan Glory Glory,