Foto: Bleacherreport.com

Oktober 2015, Morgan Schneiderlin mencetak gol ke gawang Everton dalam lanjutan Premier League. Dia saat itu membela Manchester United dan baru saja direkrut musim panas lalu. 18 bulan kemudian, Schneiderlin memutuskan untuk memperkuat tim yang gawangnya pernah ia bobol tersebut.

Bagi Schneiderlin, mendapat tawaran dari kesebelasan sekelas Manchester United adalah sebuah pencapaian hebat. Hal itu membuktikan kalau talentanya dihargai begitu tinggi sekaligus sebagai penegas kalau kualitasnya mendapat pengakuan dari salah satu tim besar Eropa. Ia merasa bahagia bisa bergabung bersama Setan Merah.

“Ketika United datang memberikan penawaran, saya merasa mudah untuk langsung membuat keputusan. Mendapatkan kesempatan bergabung bersama skuad yang berisi pemain-pemain sukses, tentu saja tidak bisa Anda lewatkan, tuturnya kepada situs resmi klub.

Bukan tanpa alasan Schneiderlin direkrut. Pada musim terakhirnya bersama Southampton, ia menjelma sebagai salah satu gelandang bertahan terbaik di Premier League. Rataan tiga tekel per pertandingan membuktikan kecakapannya sebagai gelandang bertahan. Van Gaal tentu membutuhkan pemain seperti ini mengingat musim pertamanya, ia terlalu bergantung kepada sosok Michael Carrick.

Akan tetapi, kebahagiaan Schneiderlin mendadak hilang. Kesenangan ketika bermain bersama Southampton tidak dapat ia rasakan ketika mengenakan seragam United. Padahal ia digadang-gadang sebagai pengganti Michael Carrick yang mulai mendekati fase akhir kariernya.

“Ketika pertama kali bergabung dengan United, saya adalah pemain yang memiliki ambisi besar. Saya sangat siap untuk mencapai hal-hal baik bersama mereka. Akan tetapi, karena beberapa alasan, hal-hal baik itu tidak terjadi. Saya berpikir kalau saya mendarat di United pada waktu yang kurang tepat,” ungkap Schneiderlin kepada Telegraph.

Kesulitan beradaptasi dengan taktik Van Gaal menjadi salah satu alasan mengapa penampilannya tidak sebagus sebelumnya. Van Gaal, pelatih yang cukup kaku dalam hal taktik, membuat kariernya sulit untuk berkembang. Meski bermain dalam 39 pertandingan, ia justru merasa bermain bukan sebagai Morgan Schneiderlin melainkan sebagai sosok yang lain.

“Ketika bekerjasama dengan Van Gaal, saya merasa kalau saya bukan menjadi diri saya sendiri. Saat saya menerima bola, saya tidak berpikir seperti apa yang saya pikirkan melainkan seperti apa yang dia (Van Gaal) pikirkan. Ketika Anda terlalu memikirkan banyak hal, saat itulah Anda mulai sering melakukan kesalahan,” tuturnya.

“Dengan dia, saya bermain seperti robot. Dia berkata kepada saya, ‘Anda tidak boleh pergi dari sini dan Anda harus mendapatkan bola di bagian ini. Anda tidak boleh melakukan ini-itu’. Instruksi ini mengganggu saya. Dampaknya adalah, saya menjadi kurang efisien.”

Louis van Gaal akhirnya dipecat pada akhir musim. Pihak klub kemudian mendatangkan Jose Mourinho. Schneiderlin berharap sosok Mourinho bisa mengembalikan lagi kepercayaan dirinya yang hilang di tangan Van Gaal.

Akan tetapi, angan-angan tersebut langsung hilang ketika United mendatangkan Paul Pogba. Justru amarahnya semakin meningkat. Masuknya Pogba membuat posisinya tersingkir dari skuad dan hanya bermain 11 menit saja di kompetisi Premier League.

“Saya marah karena saya tahu kalau saya bisa bermain untuk United setiap pekan. Saya tidak bisa terus-terusan datang latihan, memberikan tanda tangan dan pura-pura bahagia meski kenyataannya tidak. Lebih baik saya nonton teman-teman saya bermain dari rumah.”

Masa-masa terberatnya ketika menangani United harus disudahi dengan cara pindah ke tempat lain. Pada 12 Januari 2017, Schneiderlin kemudian hijrah ke Everton yang saat itu dipegang oleh Ronald Koeman, mantan manajernya di Southampton.

“Saat Anda tidak di bawa ke pertandingan, saat Anda lebih banyak berada di bangku cadangan, dan saat Anda hanya bermain satu menit, itulah akumulasi kalau Anda harus mengatakan cukup.”

“Bersama Koeman, saya juga diberi tahu apa-apa yang harus saya lakukan minggu ini dan mengevaluasi apa yang terjadi pada minggu lalu. Akan tetapi, dia mengatakan juga untuk tidak melupakan siapa saya. Dia tetap mengatakan untuk bermain seperti saya ingin bermain dan memberi saya kebebasan di lapangan,” tuturnya.

Kebahagiaan yang dicari Schneiderlin berhasil ia dapat bersama The Toffees. Dua musim bersama Everton, ia mendapat lebih banyak pertandingan dibanding saat masih bersama United. Akan tetapi, kedatangan Marco Silva membuatnya kembali merasakan fenomena serupa seperti ketika memperkuat United.

Tulisan ini dibuat untuk merayakan ulang tahun ke-29 Morgan Schneiderlin yang jatuh pada hari ini.