foto: huffpost.com

Manchester United bukan lagi tim yang sama sejak memenangi gelar EPL terakhir mereka pada musim 2012/2013 di bawah asuhan pelatih legendaris Sir Alex Ferguson. Tangan dingin The Scotsman berhasil mengukir tinta emas bagi pasukan The Red Devils dalam kurun 26 tahun masa baktinya di Theatre of Dreams sebelum terakhir mempersembahkan gelar liga pada 2013 lalu.

Sejak saat itu, pasukan Manchester Merah belum lagi merasakan manisnya gelar menyusul ditinggal Sir Alex pensiun. Sepeninggal Sir Alex, United menunjuk mantan manajer Everton, David Moyes, untuk membawa Wayne Rooney cs., untuk tetap memepertahankan titel juara. Alih-alih memberikan banyak gelar, Moyes pun tidak sampai setahun menukangi The Red Devils dikarenakan performa United yang melorot jauh dari persaingan ketat Premier League.

Musim 2013/2014 merupakan musim terburuk United di era Premier League. Dipecatnya Moyes memberikan ruang bagi Ryan Giggs yang kala itu mengambil peran sebagai caretaker sampai akhir musim. United pun hanya sanggup menempati peringkat ketujuh di tabel klasemen akhir.

Seakan tidak puas dengan pencapaian United dengan hanya meraih posisi ketujuh di klasemen akhir, United pun menunjuk pelatih asal Belanda, Louis van Gaal sebagai manajer baru United. Mantan manajer Barcelona dan Bayern Munich itu membawa United ke jajaran empat besar Liga Inggris di musim pertamanya. Walau hanya finis di posisi keempat, hal itu bisa membawa kembali United berlaga di Liga Champions meski harus finis di peringkat ketiga grup di bawah Wolfsburg dan PSV Eindhoven pada musim 2015/2016.

LVG seakan kehilangan tangan dinginnya ketika menangani United. Meneer Belanda itu dituding penyebab utama gaya bermain Wayne Rooney cs., yang membosankan. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan filosofi bermain yang sudah melekat di United selama 26 tahun kepelatihan Sir Alex Ferguson.

Musim 2015/2016 menjadi akhir kebersamaan sang meneer dengan pasukan Manchester Merah. The Red Devils hanya mampu finis di urutan keenam tabel klasemen Premier League musim 2015/2016. Meski mampu memenangi FA Cup, trofi yang jarang diraih United, hal itu tidak menjamin LVG bertahan lebih lama di Old Trafford. Puncaknya, musim panas lalu, The Special One, Jose Mourinho ditunjuk sebagai pelatih baru United.

Mou sempat mengalami masa-masa sulit di awal musim, namun menjelang paruh musim United menyapu bersih tujuh kemenangan beruntun sejak melawan Tottenham Hotspur dan mampu comeback saat menjamu Middlesbrough.

Menengok kembali tiga tahun lalu pasca ditinggal Fergie pensiun, banyak kesalahan-kesalahan krusial yang dibuat oleh manajer baru yang datang, namun berikut ini ada lima hal kesalahan yang paling krusial dibuat oleh suksesor Fergie, berikut ulasannya

Transfer Musim Panas David Moyes

Moyes datang ke Old Trafford dengan niat mengubah skuat bekas peninggalan Fergie dengan keinginannya. Namun, Moyes dan bos United, Ed Woodward, menghabiskan masa jendela transfer dengan sibuk menghembuskan rumor saja. Moyes dan Woodward berniat mendatangkan mantan gelandang Arsenal dan Barcelona, Cess Fabregas, namun sang bintang justru hijrah ke Chelsea. Moyes juga dihadapkan untuk mencari pengganti yang tepat bagi duo bek yang sudah uzur kala itu, Vidic dan Ferdinand.

Satu-satunya pemain yang berhasil didatangkan kala itu adalah Marouane Fellaini dan itu juga didapat di hari terakhir atau deadline jendela transfer. Kini, Fellaini masih menjadi satu-satunya pemain yang didatangkan Moyes yang sanggup bertahan meski performanya yang belakangan ini menuai kecaman dari public Manchunian sendiri.

Menurunnya Ketajaman Robin van Persie

Robin van Persie telah menjadi pemain kunci bagi United memenangi gelar ke 20-nya di era terakhir kebersamaan dengan Sir Alex. Pria Belanda itu hadir sebagai top skor pada musim itu dan telah berhasil membuktikan kepercayaan besar publik Manchester kepada dirinya di musim pertamanya di Old Trafford.

Namun, banyak hal yang tidak berjalan dengan mulus bagi mantan striker Arsenal itu di bawah era kepelatihan David Moyes. Banyak media yang memberitakan jika Moyes terlalu memberikan latihan yang terlalu berat bagi RVP yang berujung menurunnya performa penyerang berusia 30 tahun kala itu. Hasilnya bisa ditebak. RVP kehilangan sentuhan magisnya. Gol-gol dari dirinya pun sangat minim.

Kurangnya Moyes memahami dan gagal merawat performa striker haus gol seperti Van Persie merupakan kesalahan terbesar Moyes di era kepelatihannya yang sangat singkat di United.

Menjual Si Kacang Polong, Javier Hernandez

Di musim pertamanya, Van Gaal membawa Radamel Falcao ke Old Trafford dengan status pinjaman dari AS Monaco. Kedatangan Falcao membuat pos striker di United dihuni empat penyerang setelah sebelumnya ada nama-nama seperti Wayne Rooney, Robin van Persie, dan Javier ‘Chicarito’ Hernandez. Nama terakhir akhirnya harus meninggalkan Old Trafford. Chicarito dilepas ke Real Madrid dengan status pinjaman.

Namun sayang, Falcao yang diharapkan bisa menjadi mesin gol ternyata penampilannya tak semengesankan Chicarito. Inilah yang menjadi kesalahan LVG di musim pertamanya menangani United.

Musim selanjutnya, meneer Belanda itu justru melego si Kacang Polong ke Bayer Leverkusen. Penyesalan memang datang selalu belakangan, di musim itu United harus bekerja keras sepeninggal RVP. Menariknya adalah Chicarito yang baru bergabung dengan Leverkusen di musim pertamanya itu mampu mencetak 26 gol.

Menjual Angel Di Maria

Angel di Maria tiba di United dari Real Madrid ditengah-tengah ekspektasi yang besar. Menunjukan performa yang lumayan di awal musim. Tidak banyak yang mengira pria Argentina itu meraih kesukesan di musim pertamanya berbaju United. Pemain sayap Argentina itu berhasil mencetak tiga gold an membuat 10 asis di 27 penampilannya bersama United di Premier League. Namun banyak pihak yang menganggap pencapaiannya belum memuaskan.

Meski banyak pihak yang menilai pembelian Di Maria adalah pembelian gagal, namun nyatanya pembelian pemain berusia 27 tahun itu merupakan bisnis besar dimana pemain ini memiliki banyak kelebihan di antaranya kekuatan, kebugaran, dan kecepatan, yang dinilai sebagai aset berharga bagi United.

Gaya permainan yang dikembangkan oleh manajer Louis van Gaal menjadi sebab Di Maria tidak kerasan di United. Skema yang dikembangan Van Gaal menutut ketaatan dan dsiplin. Inilah yang membuat Di Maria yang memiliki kecenderungan bermain bebas sulit beradaptasi dengan gaya bermain Van Gaal saat itu sebelum sang winger memutuskan atau diputuskan untuk hijrah ke Paris Saint Germain

Kurang Fleksibelnya Gaya Bermain LVG

Sifat keras kepala dan kolot Van Gaal memang sudah sangat dikenal jauh sebelum dirinya menangani United. Keyakinan dan komitmen keras akan formasi 4-2-3-1 yang diusung United menjadi salah satu penyebab gaya bermain United yang monoton dan membosankan.

Filosofinya yang mengharuskan pemain memegang bola di kondisi apapun membelenggu para pemain United untuk mengembangkan permainan yang lebih kreatif. Dengan dua gelandang bertahan, United lebih sering berada dipertahanannya sendiri dengan tujuh pemain yang menyebabkan lini serang United belum bisa banyak melakukan penetrasi. Kondisi ini pun tidak mengalami perubahan sampai akhirnya sang meneer harus puas dengan hanya bertahan selama dua musim di Old Trafford.

 

Sumber: soccersouls.com/2016/12/30/five-managerial-mistakes-manchester-united-managers-saf-era