Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “konsistensi” memiliki arti sebagai suatu ketetapan atau kemantapan (dalam bertindak) dan ketaatasasan. Dengan konsistensi, kita mampu untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Ingin mendapat nilai bagus, maka caranya adalah konsisten belajar dan berlatih dengan baik. Ingin menikahi pasangan, maka hubungan baik harus dipertahankan secara konsisten baik kepada pasangan maupun calon mertua.

Kata “konsistensi” inilah yang belum dimiliki Manchester United sepanjang pensiunnya Sir Alex Ferguson. Laga semalam menghadapi WBA menegaskan United masih bermasalah dalam menjaga penampilannya. Tren positif yang mulai dibangun dalam beberapa pertandingan seringkali hilang ketika menghadapi kesebelasan yang sebenarnya mudah untuk dikalahkan.

Baca juga: Peningkatan Signifikan Manchester United

Di bawah Jose Mourinho, United bukannya tidak pernah konsisten. Musim lalu, Mou mampu menjaga konsistensi permainan timnya agar selalu tampil baik di Europa League meski harus mengorbankan Premier League. Hasilnya pun mereka berhasil mengakhiri kompetisi sebagai juara. Pengorbanan Jose berbuah manis saat itu.

Musim ini, Setan Merah sudah mengalami lima kali hasil seri dan enam kali kekalahan. Dari jumlah tersebut, mayoritas lawan yang tidak bisa dikalahkan United adalah kesebelasan yang kekuatannya berada setingkat di bawah mereka seperti Huddersfield, Leicester City, Burnley, Southampton, Newcastle United, hingga yang terakhir WBA. Hal ini belum ditambah kekalahan mereka di ajang lain melawan Bristol City, Fc Basel, dan Sevilla.

Semua kesebelasan tersebut meraih poin saat United sedang berada dalam tren terbaiknya. Huddersfield mengalahkan United saat Setan Merah berhasil menang dengan skor 4-0 dalam empat dari tujuh pertandingan awal. Kekalahan dari The Terriers saat itu membuat penampilan United menjadi inkonsisten dan mulai meraih kemenangan dengan selisih satu sampai dua gol saja.

Inkonsistensi United kemudian berlanjut ketika mereka hanya meraih tiga poin dari tiga laga dalam seminggu terakhir Desember 2017 diawali dengan tersingkirnya mereka dari Bristol City pada ajang carabao cup. Mereka tidak mampu mempertahankan tren positif mereka yang saat itu hanya dua kali kalah sejak November.

Sulit memang untuk menerima kekalahan pekan kemarin. Bayangkan saja, perjalanan United yang dalam lima pertandingan sebelumnya meraih kemenangan atas Chelsea, Liverpool, dan Man City, justru takluk dari WBA yang hanya satu kali menang dalam delapan bulan terakhir. Hal ini belum ditambah dengan tersingkirnya mereka dari Sevilla tiga hari setelah mengalahkan The Reds. Inkonsistensi yang masih konsisten dalam tubuh United harus segera disembuhkan.

Konsistensi adalah Kunci Untuk Sukses

Dalam wawancara pasca laga melawan WBA, Mou mengatakan kalau masalah timnya saat ini adalah permainan yang masih inkonsisten. Ia tidak mau kejadian serupa kembali lagi pada musim depan yang merupakan musim ketiganya. Bisa jadi apabila ia kembali gagal memberi gelar liga untuk United, karir Mou tidak akan sampai 2020 sesuai masa kontraknya.

Ketika menjadi pengajar di Universitas Harvard, Sir Alex Ferguson menjadikan konsistensi sebagai syarat utama untuk meraih kesuksesan. Fondasi yang sudah ditanam kemudian dibangun kembali sebelum nantinya menetapkan standar apa yang dicapai. Akan tetapi, itu semua baru akan berhasil apabila kita konsisten untuk meraih cita-cita tersebut.

Baca juga: Bingung-Bingung Manchester United

“Sejak pertama saya di United, yang ada di pikiran saya adalah membangun tim. Dalam beberapa kesebelasan saat ini, anda jarang diberikan kesempatan untuk membangun apabila kalah dalam tiga pertandingan. Itulah kenapa saya menginginkan pemain saya untuk tampil konsisten. Pemain yang konsisten akan membuat klub menjadi konsisten. Dan jangan sekali-kali mengubah cara melatih Anda karena itulah yang membawa kesuksesan sehingga kami menjadi klub terbaik dunia saat itu,” ujarnya dilansir Squawka.

Konsistensi menjadi kunci ketika Setan Merah memenangi tiga gelar pada 1999. Kehilangan satu pemain berhasil ditutupi pemain lain yang akhirnya membuat United tidak terkalahkan sejak Desember hingga meraih Liga Champions di Barcelona.

Hal serupa juga dilakukan Fergie pada musim terakhirnya di United lima musim silam. Dengan skuad yang sebenarnya kurang mewah, mereka menjadikan konsistensi sebagai senjata untuk meraih gelar ke-20. Sempat diragukan karena sudah tiga kali kalah pada 12 laga awal, United kemudian melaju tanpa henti dengan meraih 16 kemenangan dalam 18 laga sepanjang November hingga Maret.

Jose Mourinho sebenarnya sudah melakukan hal yang juga dilakukan Fergie ketika pertama kali tiba di United. Ia mengambil beberapa pemain yang sesuai dengan skema yang ia inginkan di United. Akan tetapi, dalam skuad saat ini baru David De Gea, dan Nemanja Matic yang bisa dibilang selalu konsisten di setiap pertandingannya bersama Setan Merah.

Pogba lebih konsisten mengganti rambut alih-alih mempertahankan penampilannya ketika melawan City. Lukaku beberapa laga kering gol karena minim suplai. Martial dan Rashford masih kesulitan menahan ego untuk tampil individualistis. Masalah ini belum ditambah dengan beberapa pemain belakang yang bolak-balik masuk ruang perawatan karena cedera.

Inilah yang harus diperbaiki United untuk bisa meraih titel Premier League musim depan. Memperbaiki konsistensi penampilan individu menjadi tugas bagi setiap pemain yang sebenarnya sudah mereka lakukan dengan baik pada awal musim ini. Jika mereka belum sanggup menyelesaikan tugas tersebut musim depan, bukan tidak mungkin mereka-mereka yang inkonsisten tersebut akan tergantikan oleh pemain baru yang akan didatangkan musim panas nanti.

Sumber: BBC, Guardian, CNBC