Foto: United My Religion

“Saya tidak pernah mengerti mengapa pemain ingin memiliki rambut panjang. Saya sempat punya masalah ini ketika dia datang ke Manchester United. Ia seolah-seolah sebagai anggota band Led Zeppelin ketimbang sebagai pemain United.”

Itu adalah ungkapan Sir Alex Ferguson ketika melihat sosok Karel Poborsky setelah ia direkrut dari Slavia Praha pada musim panas 1996. Dibandingkan rekrutan lainnya saat itu seperti Ronny Johnsen, Jordi Cruyff, Ole Gunnar Solskjaer, dan Raimound van der Gouw, sosok Karel memang terlihat paling mirip anak band ketimbang pemain sepakbola.

Untuk memperkuat sisi kanan United, Sir Alex mengeluarkan uang 3,5 juta paun untuk merekrut penggawa asal Republik Ceko ini. Saat itu, sisi kanan United memang butuh penguatan setelah Andrei Kanchelskis pindah ke Everton dan Lee Sharpe pergi ke Leeds United. Fergie sendiri hanya punya David Beckham dan Ben Thornley yang juga berposisi sebagai winger.

Akan tetapi, penampilan pemain kelahiran 30 Maret ini di Manchester tidak terlalu memuaskan. Meski bisa meraih gelar Premier League dan Community Shield, namun kebersamaan Poborsky dengan United hanya satu setengah musim. Ia hanya mengumpulkan 48 penampilan dan mencetak enam gol sebelum kemudian hijrah ke Benfica.

“Aku bilang kepada Sir Alex kalau saya ingin bermain di tim utama, lalu dia mencariku tiga sampai empat klub di Inggris. Klub kecil macam Leeds atau yang lainnya. Namun aku mendapat tawaran dari Benfica dan berangkat ke Lisbon. Setelah enam bulan, saya terpilih sebagai pemain terbaik di Portugal,” kata Poborsky.

Ia bukannya tidak punya kualitas. Poborsky bisa dibilang salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Rep Ceska bersama Pavel Nedved. Ia juga tampil apik saat membawa negaranya melaju ke final Euro 1996 sebelum kalah tragis dari Jerman. Ia bahkan membuat sensasi ketika mencetak gol cantik melalui lob ke gawang Portugal dan berhasil menjalankan tugas sebagai penendang penalti melawan Prancis. Sayangnya, penampilan bagus bersama timnas tidak menular ketika ke United.

“Saya membeli Jordi Cruyff dan Karel Poborsky karena mereka bermain baik di Piala Eropa 1996. Akan tetapi, saya tidak bisa mendapatkan kualitas seperti yang negara mereka dapatkan dari pemain-pemain ini. Mereka bukan pembelian yang buruk, tetapi kadang pemain bisa termotivasi dan lebih siap ketika Piala Dunia dan Piala Eropa, lalu prestasi mereka kemudian menurun lagi,” kata Fergie dalam My Autobiography.

Pria yang nyaris meninggal dunia karena infeksi otak ini mengaku kalau kendala bahasa menjadi penyebab ia kurang bersinar di Premier League. Ketika ia tiba, bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus. Ia bahkan hanya menggunakan bahasa isyarat agar ia bisa bertahan. Masalah ini juga ditambah dengan Inggris yang ia anggap sangat tertutup dan dingin.

“Pindah dari Slavia ke United itu seperti dua dunia yang berbeda. Itu adalah langkah besar dalam karier dan hidup saya. United punya pasukan yang bagus, tetapi saya tidak bisa bahasa Inggris dan itu adalah kendala besar. Tumbuh di Ceko di bawah rezim komunis, membuat kami tidak diperbolehkan belajar bahasa Inggris. Kami hanya belajar bahasa Rusia. Jauh lebih mudah bagi pemain negara lain yang bisa bahasa Inggris seperti Ole Gunnar Solskjaer.”

“Bahasa adalah hambatan saya di Manchester United. Hanya ada satu lapangan di tempat latihan dan dalam sesi mereka menggunakan tangan, bendera, dan gerakan. Dengan begitu saya bisa paham apa yang mereka mau,” katanya.

Sangat disayangkan seorang pemain seperti Karel Poborsky gagal bersama United mengingat Sir Alex Ferguson melakukan segala upaya untuk membawanya datang ke Old Trafford. Bahkan jelang final melawan Jerman, Ferguson datang menemui skuat Republik Ceko. Pada momen inilah Fergie mengajak ia bergabung dan permintaan tersebut langsung disetujui saat itu juga.

“Sir Alex Ferguson datang ke hotel di Preston untuk mengunjungi saya tepat sebelum final dan bertanya apakah saya ingin pindah ke Manchester United dan tentu saja saya menjawab iya. Begitu dia mendengar jawaban saya, dia pergi. Satu bulan kemudian, saya bermain di Manchester United.”

Selain hambatan bahasa, kegagalan Poborsky di United disebut-sebut karena gagal bersaing dengan David Beckham. Saat itu, posisi sayap kanan akhirnya dimenangkan oleh Beckham yang menjalani musim penuh keduanya di United pasca dipinjamkan ke Preston North End. Apalagi dia memulai musim 1996/1997 dengan membuat gol indah dari tengah lapangan di kandang Wimbledon. Kualitas Beckham memang lebih baik dari Poborsky saat itu.

“Hampir tidak mungkin bagi saya untuk mendapatkan tempat reguler di depan David Beckham yang luar biasa pada awal kariernya. Tetapi saya tidak merasakan kepahitan. Para pemain menerima saya dan saya selalu mencoba sebaik mungkin, meski saya hanya bermain 20 menit terakhir. Saya juga tidak punya masalah bermain untuk tim cadangan,” katanya.

Walau begitu, ia menampik tudingan kalau relasi dia dengan Beckham begitu buruk. Sebaliknya, ia bersyukur karena dalam masa singkatnya bersama Setan Merah, ia diterima dengan baik oleh para penggawa lain yang lebih senior ketimbang dirinya.

“Tidak ada persaingan pribadi dengan David Beckham. Dia mendukung saya dan sering bertanya tentang keluarga saya. Jordi juga ada di sana pada waktu itu dan dia juga tidak sering bermain. Saya menerima takdir bahwa Beckham saat itu bermain sebagai nomor satu dan saya hanya menjadi pilihan kedua.”

“Meski begitu, saya terkejut melihat betapa bagusnya pemain lain menerima saya. Sekarang saya sadar bahwa semakin sukses, maka Anda semakin mudah untuk menerima orang lain. Eric Cantona, Paul Scholes, dan Ryan Giggs juga orang yang sangat baik.”

Sebuah kisah yang cukup menarik dari seorang Karel Poborsky. Meski kariernya singkat, namun ia akan selalu dikenang sebagai salah satu anggota keluarga Manchester United. Namanya bahkan sering muncul jika United akan melakukan pertandigan amal yang melibatkan para legenda. Penerimaan ini yang membuat ia sulit melupakan Manchester United.

“Sampai sekarang, jantungku berdetak hanya untuk Manchester United,” katanya.