Pada 6 Februari nanti, Manchester United akan memperingati 60 tahun tragedi Munich. Tewasnya delapan pemain yang dikenal sebagai Busby Babes karena kecelakaan pesawat menjadi sejarah kelam dalam sepanjang sejarah Setan Merah. Total 23 orang menjadi korban termasuk tiga staf pelatih United, beberapa jurnalis, dan kru pesawat.

Di antara korban yang selamat, satu sosok yang menarik perhatian tentu saja penjaga gawang United saat itu Harry Gregg. Ia adalah korban selamat yang sampai sekarang masih hidup bersama Sir Bobby Charlton. Satu hari sebelum menyaksikan United melawan Huddersfield, kakek 85 tahun ini bercerita kepada Daily Mail mengenai kisahnya saat mengalami tragedi tersebut.

Menjelang upacara peringatan tragedi Munich, perasaan saya sangat campur aduk. Saya ingin pergi tapi di saat bersamaan saya tidak ingin pergi karena hari itu akan menjadi hari yang emosional dan sulit bagi saya. Tapi saya harus ada di sana karena saya mewakili orang-orang yang cukup beruntung bisa bermain bersama pemain yang meninggal secara tragis di pesawat itu.

Saya tidak mencoba untuk menjadi pria yang baik di sini, tapi ketika berkumpul di Manchester, saya harap kita tidak hanya mengingat pemain-pemain muda hebat tersebut tapi juga setiap orang yang berada di pesawat.

Staf, kru, wartawan, dan orang-orang yang meninggal juga memiliki keluarga. Kehilangan mereka sangat tragis. Jika saya memejamkan mata, saya masih bisa mengingat setiap detil kejadian yang terjadi hari itu di Jerman.

Tapi saya tidak bisa untuk tidak mengingatnya. Saya masih ingat di mana mereka semua duduk dan apa saja yang dikatakan mereka sebelum kami lepas landas di tumpukan salju untuk ketiga kalinya. Tapi saya tidak ingin menceritakan kembali kisah itu hari ini. Tidak perlu.

Selama bertahun-tahun, saya selalu dihantui rasa bersalah. Rasa bersalah terhadap keluarga korban. Bertahun-tahun saya benar-benar berjuang untuk menghadapi keluarga beberapa rekan satu tim saya yang meninggal. Mengapa mereka yang meninggal, bukan saya?

Sekarang, saya mulai beranjak dari kurungan rasa bersalah tersebut. Minggu depan, saya akan bertemu beberapa saudara dari rekan setim saya dan berbagi kenangan baik dan juga buruk. Saya senang karena setiap hari saya tidak memikirkan tragedi itu. Jika saya masih memikirkannya terlalu dalam, saya bisa saja tidak pernah tidur sepanjang malam.

Saat kejadian itu terjadi, saya hanya melakukan apa yang saya bisa dan naluri saya yang mengatakan kalau saya harus menolong mereka. Tapi, saya bukanlah seorang pahlawan. Pada hari lain kejadian seperti ini bisa saja terjadi pada orang lain. Saat kejadian itu menimpa saya, yang bisa saya lakukan adalah berlari menolong mereka.

Tepat di hari kejadian nanti (6 Februari) pikiran saya akan langsung tertuju kepada Jimmy Murphy (tangan kanan Sir Matt Busby yang menjadi manajer sementara). Dia merawat klub ini setelah kejadian tersebut sampai Matt Busby sembuh. Dia adalah orang yang paling terpukul akan kejadian itu.

Suatu hari di Jerman, kami pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Duncan (Edwards). Sekembalinya di hotel, saya mendengar ada seorang pria menangis di tangga. Dan itu adalah Jimmy.

Selama bertahun-tahun saya menjauh dari kejadian tersebut. Tapi kemudian saya bertanya mengapa saya harus sembunyi? Pada hari Senin, saya akan ke Manchester bersama anak saya John dan istri saya Carolyn. Saya khawatir karena selama bertahun-tahuun saya belum pernah kembali ke Manchester.

Beberapa tahun yang lalu, saya menulis sebuah puisi untuk mengenang mereka.

Mereka bermain lalu tertawa penuh cinta bersama-sama.

Mereka bermain pada pertandingan dan memberikan seluruh hidupnya.

Dan para kerumunan berada di sana menyaksikan semangat muda tersebut.

Sayangnya banyak dari mereka yang tidak kembali ke rumahnya.

Dadu dilemparkan untuk terakhir kalinya di sebuah landasan bersalju yang jauh dari Serbia

Roger Byrne, Mark Jones, dan anak Salford, Eddie Colman.

Tommy Taylor, Geofrey Bent, dan David Pegg.

Duncan Edwards dan bocah Dublin, Liam Whelan.

Semuanya tidak ada yang kembali ke rumahnya.

Mereka telah menyusuri jalan yang panjang dan kita menyimpannya dalam pandangan kita.

Busby Babes dalam kenangan yang abadi. Semangat Setan Merah akan selalu hidup dan tidak pernah mati.

***

Tulisan ini diambil dari kolom Harry Gregg di Daily Mail dengan pengubahan yang seperlunya.

Cerita tentang tragedi Munich lain bisa dilihat di sini.