Paul Scholes sempat menolak main bersama United (Foto: GivemeSport)

Jelang pertemuan leg kedua melawan Manchester City pada Liga Champions Eropa, ruang ganti Real Madrid diganggu oleh keputusan Gareth Bale yang menolak untuk ikut berangkat ke Etihad Stadium. Sadar kalau dia tidak akan bermain sejak awal, penggawa asal Wales ini memilih untuk bermain golf bersama teman-temannya.

Lucunya, hal tersebut justru dikonfirmasi sendiri oleh Zidane. Sang pelatih berkata kalau Bale sendiri yang meminta izin untuk tidak main. Alih-alih kesal, pemilik tiga gelar Liga Champions sebagai manajer Los Blancos ini justru menghormati keputusan si pemain.

“Dia adalah pemain Real Madrid dan tidak akan berubah mengenai hal itu. Saya menghormati keputusannya. Pada akhirnya, banyak hal yang dikatakan dan kami memiliki hubungan yang saling menghormati antara pemain dan pelatih,” kata Zidane.

“Ada sebuah percakapan pribadi, tapi yang bisa saya bagikan kepada media adalah dia lebih suka tidak bermain (melawan City). Sisanya, hanya ada pembicaraan saya dengan dia,” katanya menambahkan.

Kejadian seperti ini tentu tidak diinginkan oleh kesebelasan manapun. Memiliki pemain yang tidak punya komitmen nantinya akan memberi masalah bagi tim itu sendiri. Dalam kasus Bale, Real Madrid sebenarnya sudah ingin menjualnya. Akan tetapi, belum ada penawaran yang cocok mengingat Bale masih dibanderol mahal oleh Madrid.

Apa yang dialami Real Madrid ternyata pernah dialami juga oleh Manchester United. Pemenang gelar Liga Inggris 13 kali ini dikenal memiliki pemain-pemain yang berkualitas. Pemain-pemain yang punya karakter. Pemain yang memiliki komitmen. Jarang sekali ada pemain yang dengan terang-terangan menolak untuk bermain dalam sebuah laga, kecuali Paul Scholes.

Berbicara tentang Scholes, maka kita akan berbicara tentang pemain terhebat sepanjang masa yang pernah dimiliki United. Sosok legenda yang memiliki loyalitas tinggi. Sepanjang kariernya, ia hanya bermain untuk Manchester United. Sempat pensiun pada pertengahan tahun 2011, Scholes berinisiatif untuk kembali enam bulan kemudian saat tim mengalami krisis pemain tengah. Namun pada tahun 2001, Scholes secara terang-terangan pernah menolak main bersama United.

Pada era kepelatihan Fergie, pemain yang tidak bermain sejak awal pada sebuah laga akan mendapat kesempatan main pada pertandingan berikutnya. Oleh karena itu, Fergie kerap meminta pemainnya untuk selalu siap dalam situasi apapun karena sang gaffer terkenal sering melakukan rotasi.

Scholes tidak bermain sejak awal saat United melawan Liverpool pada 4 November 2001. Ia baru masuk ketika laga sudah tersisa 13 menit. Giliran Scholes main akan datang beberapa hari kemudian ketika United bertandang ke Highbury, markas Arsenal, pada Piala Liga. Sayangnya, ia menolak untuk main.

Scholes tidak mood untuk bertemu Arsenal. Alasannya, laga itu hanya sekelas Piala Liga. Ia kecewa karena tidak main sejak awal dalam laga penting melawan rival abadinya. Ajang Piala Liga kerap digunakan Fergie untuk menurunkan pemain-pemain muda minim pengalaman. Sesuatu yang membuat Scholes keberatan.

“Saya sedang tidak mood saat itu. Saya tidak dimainkan pada pertandingan lawan Liverpool akhir pekan sebelumnya. Selain itu, saya juga tahu kalau tim yang akan turun melawan Arsenal pada dasarnya adalah tim cadangan,” kata Scholes saat diwawancarai oleh Gary Neville beberapa tahun lalu.

Fergie memang menurunkan skuad dengan mayoritas pemain muda. Ia memainkan Ronnie Wallwork, Lee Roche, John O’Shea, Michael Stewart, Luke Chadwick, Bojan Djordjic, Jimmy Davis dan Danny Webber. Ia mungkin ingin Scholes bisa menjadi pemimpin bersama Phil Neville, Roy Carroll, dan Dwight Yoke, tiga pemain senior yang tampil saat itu. Pada akhirnya, skuad United saat itu kalah telak dengan skor 4-0.

Scholes merasa kalau dirinya lebih besar dari United sehingga ia berani pilih-pilih pertandingan. Sikap seperti ini jelas tidak disukai oleh Sir Alex Ferguson yang menginginkan pemainnya mengutamakan kepentingan klub alih-alih individu. Beruntung, Ferguson hanya meminta Scholes untuk minta maaf kepada tim dan membayar denda.

“Saya tidak tahu mengapa saya berani melakukan apa yang saya lakukan pada tahun 2001, tetapi itu merupakan sesuatu yang sangat saya sesali. Saya punya alasan tetapi itu alasan yang bodoh. Saya akhirnya didenda dan harus minta maaf. Saya beruntung, karena manajer punya hak saat itu untuk menjual saya,” kata Scholes.

Penampilan apik pada musim 2002/2003 bisa jadi merupakan cara Scholes membayar kesalahannya. Ia membawa United kembali menjadi juara liga dan tampil sebagai pencetak gol terbanyak kedua setelah Ruud van Nistelrooy.