Manchester City bukanlah siapa-siapa bagi Manchester United, di masa lalu. Sejak periode-periode awal Liga Inggris, ketika The Red Devils sudah membawa tujuh trofi juara liga domestik, The Citizen baru mendapatkan dua trofi. Lalu, ketika format kompetisi berganti menjadi Premier League Inggris, United langsung memenangkannya dalam dua musim beruntun. Sedangkan City masih berkutat di papan bawah, hingga akhirnya turun level di akhir musim 1995/1996; di mana ketika itu tim Setan Merah kembali jadi juara untuk ketiga kalinya. City baru kembali ke divisi teratas pada 2002/2003.

Bahkan, saat United sukses mencatatkan prestasi tertinggi meraih treble winners 1998/1999; dengan menjuarai liga, Piala FA dan Liga Champions, tim sekota itu malah masih terbenam di First Division (kini Championship League, level kedua kompetisi Liga Inggris). Namun, perlahan tapi pasti, sejak berganti kepemilikan kepada pengusaha yang juga eks Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra pada 2008, dan kemudian beralih kepada grup pengusaha Uni Emirat Arab pada Agustus di tahun yang sama, City mulai bangkit untuk menjadi salah satu tim kekuatan terbesar di Inggris dan Eropa.

Mereka sempat bersaing ketat dengan United pada musim 2011/2012, di mana The Red Devils harus mengakui keunggulan tim bermarkas di Etihad Stadium tersebut. Saat itu, City berhasil merebut trofi juara liga, dengan melangkahi United pada laga pekan terakhir, dan menjadi juara lewat keunggulan selisih gol meskipun memiliki poin sama.

Sejak itu, klub rival sekota tersebut mulai menjadi momok bagi kejayaan United dalam dua dasawarsa era Sir Alex Ferguson. Bahkan, ketika tim Setan Merah puasa trofi liga domestik dalam lima tahun terakhir, City malah memenangkannya hingga dua kali.

Kini akhirnya terungkap, bahkan kedatangan Pep Guardiola pun, untuk menangani City sejak awal musim 2016/2017 lalu, juga dengan misi utama untuk mengungguli dan meruntuhkan kedigdayaan United. Manajer berpaspor Spanyol itu secara blak-blakan mengakui bahwa salah satu alasan utama dirinya mau berkarier di Inggris adalah karena berambisi untuk mengakhiri dominasi United sejak era Sir Alex. Guardiola mengungkap ambisinya tersebut, termasuk tentang filosofi sepakbola dalam film dokumenter tentang City yang dirilis oleh Amazon, yang berjudul ‘All Or Nothing: Manchester City’.

“Kami punya tetangga yang dalam 15 atau 20 tahun lalu selalu menjadi juara. Saya kira, tantangan terbesar saya sebagai manajer adalah merevolusi hal tersebut,” ucap Guardiola dalam film tersebut.

Dia juga mengomentari kemenangan fenomenal City dalam laga Derby Manchester di Old Trafford musim lalu. “Saya senang melihat ruang ganti yang berisik sebelum pertandingan. Saya merasa lebih banyak menjiwai para pemain saya. Yang paling saya rindukan ketika jadi pemain adalah ruang ganti. Tempat yang menyenangkan, terlepas dari di lapangan. Ketika ada candaan, semua orang bersama-sama, mereka mengkritik manajer dan berbagai pengalaman baik dan buruk,” kata Guardiola lagi.

Sebelumnya, jelang akhir musim lalu saat Yaya Toure memutuskan pensiun dari City, dia juga dengan bangga mengungkap komentar senada seperti Guardiola. Dia menyebut pencapaian terbaik dalam karier selama di Inggris adalah membuat United ada dalam bayang-bayang City dengan membawa timnya jadi nomor satu di kota Manchester.

“Sejujurnya, ya, itu benar,” jawab Toure ketika ditanya apakah pencapaian terbaiknya di City adalah mengungguli prestasi United. Dia mengatakan bahwa untuk bisa membuat City menjadi klub besar, mereka memang harus bisa melewati The Red Devils.

“Ketika saya datang ke City, untuk menjadi klub besar, maka kami harus membuat mereka di bawah bayang-bayang kami. Itu tujuan saya datang ke City, untuk membuat United ada di bawah bayang-bayang kami, meski memang terkesan sulit,” ungkap eks kapten tim nasional Pantai Gading itu lagi dilansir oleh Goal Internasional.

Pemain yang dulu bernomor ‘42’ di City itu pun turut merasakan persaingan ketat di liga musim 2011/2012. Namun, menurut Toure, laga penting bagi timnya adalah kemenangan atas United di semifinal Piala FA 2010/2011, yang membawa mereka melejit ke puncak.

“Semi final Piala FA menjadi bagian besar. Ketika saya mencetak gol maka ada pesan, City datang. United ada di jalan kami dan kami harus menyingkirkan mereka. Mereka seperti kekuatan besar, memenangkan liga pada tahun itu. Mereka punya kepercayaan diri yang tinggi dan saat itu yakin akan mengalahkan kami.”

“Saya tak akan pernah melupakan momen tersebut, mereka melewatkan kesempatan besar dan saat jeda pertandingan kami hampir bersitegang di ruang ganti. Kami punya perbincangan, dan lalu ada City yang berbeda pada babak kedua, sungguh brilian,” pungkas Toure.