Foto: SportsJoe

Setiap pertemuan selalu berakhir dengan perpisahan. Berpisah adalah takdir yang akan selalu ditemui oleh seluruh manusia. Perpisahan akan selalu diiringi dengan kesedihan, bahkan tidak jarang disertai dengan air mata. Tidak semua orang bisa menerima perpisahan, apalagi kalau orang tersebut memiliki kedekatan yang cukup erat dengan kita.

Dalam sepakbola, perpisahan adalah hal yang lazim. Akan tiba masanya seorang pemain sepakbola merasa cukup dan memutuskan untuk pergi dengan tujuan mencari tantangan baru. Bahkan, perpisahan bisa menjadi lebih berat lagi jika pemain tersebut sudah sangat lama membela klub yang ia perkuat.

Perasaan itulah yang pernah dirasakan oleh Gary Neville. Sepanjang 19 musim kariernya bersama Manchester United, beberapa kali ia ditinggalkan oleh rekan-rekan setimnya. Bahkan tidak jarang yang meninggalkan dia adalah sosok yang dekat baik di dalam maupun di luar lapangan. Hal ini yang terkadang membuat Gary merasakan kesedihan yang berlipat ganda.

Momen yang paling menyedihkan adalah saat ia ditinggal oleh David Beckham. Ia mengaku hancur saat pemain nomor tujuh tersebut memilih hengkang ke Real Madrid pada 2003. Beckham saat itu pergi karena terlibat konflik dengan Sir Alex Ferguson setelah United tersingkir dari Arsenal pada ajang Piala FA.

Perseteruan keduanya menghasilkan insiden sepatu terbang yang legendaris. Sebuah peristiwa yang memaksa pelipis Beckham dijahit karena sepatu tersebut. Tempatnya sebagai pemain utama pelan-pelan mulai hilang. Bahkan Sir Alex Ferguson sampai memilih Ole Gunnar Solskjaer untuk menjadi pemain sayap agar ia tidak lagi memainkan Beckham.

“Aku ingat saat David (Beckham) pergi. Dia berbisik kepadaku di atas lapangan pada akhir laga dan surat kabar tampaknya membaca gerak-gerik bibir kami. Aku pikir kata-katanya adalah: ‘Aku merasa mereka ingin menjualku,” kata Gary.

Gary dan Beckham bermain selama 10 musim. Mereka bahkan bersama-sama sejak masih di akademi. Keduanya masuk dalam generasi Class of 92 yang fenomenal dan sama-sama memulai penampilannya bersama tim reguler sejak kompetisi 1995/1996. Gary berusaha menahan Beckham agar tidak pergi karena Becks baru saja memperpanjang kontrak lima tahun pada 2002 silam. Sayangnya, ia tetap hijrah menuju Real Madrid.

“Pada saat itu, Real Madrid dan Barcelona mengincarnya. Saya memintanya untuk bertahan dan mengikuti kontrak. Akan tetapi, saya melihat kalau dia memang ingin pergi meski dia sebenarnya mencintai Manchester United dan terobsesi dengan klub ini. Dia selalu merasa seperti sosok yang punya visi luar biasa dengan apa yang ingin dia lakukan terhadap hidupnya,” ujarnya menambahkan.

Kedua sahabat terus terpisah jarak dan waktu yang cukup panjang. Gary tetap di Manchester, sedangkan Beckham beberapa kali berpindah-pindah kota untuk memperkuat beberapa klub. Ia sempat mencicipi Los Angeles, Milan, dan kemudian berakhir di kota Paris dua tahun setelah Gary pensiun lebih dulu bersama United.

Kini, Gary dan Beckham tidak akan lagi kesulitan bertemu karena Beckham telah kembali ke Inggris. Bahkan keduanya menjadi pemegang saham klub League Two, Salford City bersama teman-temannya yang lain.

“Kejadian itu tidak menimbulkan gesekan dalam persahabatan kita. Sama sekali tidak. Keputusannya untuk pergi ke Madrid saat itu mungkin adalah yang terbaik karena hubungannya dengan klub sudah renggang. Sampai hari ini, saya melihat keputusan tersebut adalah keputusan yang baik untuk keduanya. Namun pada saat itu, saya merasa hancur karena hubungan kami terputus.”

Tidak hanya Beckham yang kepergiannya membuat Gary sedih. Dua rekan sesama alumni Class of 92 yaitu Nicky Butt dan Phil Neville juga sukses membuatnya galau. Khususnya nama terakhir karena Phil adalah adik kandung Gary yang bekerja sama bahu membahu membawa United ke tempat tertinggi. Sayangnya, Phil tidak seberuntung kakaknya saat itu.

“Saya ingat saat Phil dan Butty pergi. Nicky ingin bermain di Newcastle dan menjadi nomor satu, bukan sebagai nomor tiga atau empat. Dia meninggalkan tur untuk menandatangani kontrak dengan mereka. Rasa sedih saya kepada Butty sama ketika Gazza (Paul Gascoigne), Phil dan Nicky dicoret dari timnas Inggris pada Piala Dunia 1998,” ujar Gary.

Kepergian Nicky Butt adalah kekecewaan besar, namun kekecewaan tersebut semakin bertambah besar saat Phil meneleponnya dan berkata kalau dia ingin pergi juga dari United. Gary meminta Phil untuk memikirkan kembali keputusannya karena dia bermain untuk tim juara dan tim besar Eropa. Namun, sama seperti Nicky, Phil ingin main di tim inti dan bukan menjadi pilihan kedua, ketiga, atau keempat.

Baik Nicky dan Phil adalah pemain Class of 92 dengan jumlah penampilan paling sedikit dibanding empat temannya yang lain. Mereka berdua bukanlah permain yang buruk. Bahkan keduanya selalu ada jika Ferguson membutuhkan. Namun keduanya dihadapkan dengan pilihan dilematis saat itu. Bertahan akan membuat mereka hanya menjadi cadangan, sedangkan mereka ingin kesempatan bermain. Pindah kemudian menjadi jalan yang dipilih keduanya.

Selain Beckham, Nicky, dan Phil, ada beberapa pemain lain yang kepindahannya membuat Gary sangat sedih. Pemain tersebut adalah Denis Irwin, Dwight Yorke, Andy Cole, dan Roy Keane. Irwin hengkang ke Wolverhampton pada 2002, sedangkan duet Yorke dan Cole sama-sama pindah ke Blackburn Rovers, sedangkan Keane hengkang ke Celtic.

“Saya tidak ingat pertandingan yang saya mainkan. Tapi saya ingat kalau kepergian David, Nicky, dan Phil, terjadi kemarin. Bahkan ketika Roy Keane, Denis Irwin, Dwight Yorke, dan Andy Cole pergi, itu seperti memberi pukulan yang sangat telak karena orang-orang ini telah hidup bersamamu,” katanya.

Wajar apa yang dikatakan Gary. Pemain-pemain inilah yang bahu membahu bersamanya untuk membawa United menjadi salah satu tim besar di Inggris dan Eropa. Bahkan jika tidak ada nama-nama tersebut, bukan tidak mungkin treble 1999 tidak bisa diraih.

Seperti yang dituliskan pada paragraf awal, sepakbola juga mengenal kata perpisahan. Tidak enak rasanya berpisah dengan orang yang sudah kita kenal untuk waktu yang lama. Meski begitu, akan hadir teman-teman baru seiring berjalannya waktu. inilah yang membuat Gary tidak sedih berlarut-larut karena ia mendapatkan teman baru yang kehebatannya tidak kalah dibanding teman-teman lamanya.