Saat Sir Alex Ferguson memutuskan pensiun pada 2013 lalu, para pendukung Manchester United memiliki tugas yang cukup berat untuk dijalankan. Tugas tersebut adalah move on dari sosok yang sudah memberikan 38 gelar sepanjang 26 setengah tahun karier kepelatihannya di kota Manchester.

Empat pelatih datang silih berganti, namun semuanya tidak ada yang bisa memberi kesuksesan layaknya Fergie. David Moyes seperti tidak tahu harus berbuat apa di klub sebesar United, Ryan Giggs tidak punya pengalaman menangani sebuah kesebelasan, sedangkan Louis van Gaal dan Jose Mourinho sudah dianggap pelatih lama dengan taktik yang sudah usang. Meski ada beberapa piala yang diraih, namun keempat pelatih tersebut tetap mendapat vonis gagal.

Baca juga: Sulitnya Menghapus Bayang-Bayang Alex Ferguson

Ole Gunnar Solskjaer juga memiliki tugas yang sama ketika ditunjuk menjadi pelatih sementara pertengahan Desember lalu. Ia diharapkan mampu memperbaiki nasib klub ini sekaligus menghilangkan pengaruh Sir Alex dari bayang-bayang penggemarnya. Namun lagi-lagi, Ole juga tidak bisa melakukannya. Para penggemar dibuat makin larut mengenang sosok Sir Alex.

Akan tetapi, gagal move on disini justru berkonotasi positif. Para pendukung United tidak bisa sepenuhnya bangkit untuk melupakan Fergie karena Ole membuat Setan Merah melakukan persis apa yang dilakukan mantan manajernya dulu. Bermain cantik, umpan kaki ke kaki, menekan lawan secara agresif, percaya diri, dan menang. Kalaupun timnya bermain buruk, hasil akhir yang diraih tetap berupa kemenangan. Situasi yang persis terjadi di era Fergie saat taktiknya tidak berjalan sesuai rencana.

Debut pertama Ole langsung membuahkan lima gol. Jumlah gol dalam satu laga yang tidak bisa dilakukan empat pelatih sebelumnya di Premier League. Setelah laga tersebut, kemenangan demi kemenangan terus diraih. Skornya pun begitu mencolok, 3-1, 4-1, 2-0, dan 2-0. Lawan yang dihadapi Ole dalam lima laga tersebut memang cenderung ringan, akan tetapi ia mampu membuat para penonton kembali antusias untuk menonton United full satu pertandingan penuh karena dijanjikan permainan menarik. “Saat saya di Manchester United (reserve) atau Molde, yang saya inginkan adalah tampil menghibur,” katanya.

Sejauh ini, Ole juga sukses meningkatkan kembali kepercayaan diri para pemain. Kita bisa melihat Paul Pogba yang kita mau, Marcus Rashford sudah kembali menunjukkan potensinya, Nemanja Matic yang dianggap menurun saat masih dipegang Mourinho perlahan-lahan menjelma sebagai sosok vital di lini tengah. Hal ini belum ditambah dengan perhatiannya kepada pemain akademi yang intensinya lebih meningkat dibanding sebelumnya.

Sosok Ferguson semakin sulit dilupakan ketika melihat foto-foto para pemain saat menjalani latihan. Wajah mereka mulai serius meski sesekali tersenyum untuk menghilangkan ketegangan. Mike Phelan masih serius seperti dulu dengan celana pendeknya.

Beberapa waktu lalu, tersebar foto Ole di samping gawang yang sedang memberi instruksi kepada trio Martial, Lingard, dan Rashford. Orang-orang yang melihatnya langsung tersentuh karena di mata mereka hanya Ferguson yang punya pendekatan bersahabat seperti itu. Hal ini kemudian menimbulkan gosip kalau para pemain ingin Ole dipertahankan untuk waktu yang lama.

“Di United, kami bekerja keras dengan perasaan kalau kami tidak datang untuk bekerja. Pelatih selalu meminta kami mengekspresikan diri dan menciptakan linkungan dengan keadilan dari dalam. Saya bukan orang yang keras dan kasar. Pemain sendiri yang menuntut drinya untuk mengeluarkan 100 persen penampilannya,” katanya kepada FourFourTwo.

Saat ditunjuk sebagai pelatih sementara, Ole bahkan mengundang Sir Alex untuk datang ke Carrington. Fergie tentu menerima dengan senang hati karena yang mengundangnya adalah orang yang 11 tahun pernah bekerja sama dengannya. Bukan tidak mungkin setengah taktik yang ia jalankan dalam pertandingan, adalah buah pikiran dari Sir Alex karena Ole sebenarnya belum bisa dikatakan pelatih bagus secara taktik.

“Sir Alex datang pada Sabtu dan saya merasa dia menikmati sesi latihan kami. Dia tahu staf yang saya dapat dan dia mendorong kami untuk terus bersatu sampai detik terakhir saya di sana. Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk kami dan membuat Manchester United melakukan yang terbaik yang kami bisa lakukan,” tuturnya.

Relasi “Mesra” Sir Alex Ferguson dan Ole Gunnar Solskjaer

Sama seperti pemain lainnya, Ole juga memiliki kedekatan yang spesial dengan Sir Alex Ferguson. Akan tetapi layaknya sepasang kekasih, hubungan keduanya tidak selalu berjalan mulus. Konflik bahkan sudah dimulai ketika pertama kali Ole bergabung ke United.

Ole adalah rencana cadangan Sir Alex yang menginginkan striker baru pada musim 1996. Dia sebenarnya lebih menginginkan Alan Shearer. Akan tetapi, incarannya tersebut memilih hijrah ke Newcastle yang membuat United akhirnya merekrut Ole, pemain yang namanya kurang tenar dibandingkan Shearer. Akan tetapi, Solskjaer tidak langsung bermain bersama tim utama. Dia lebih dahulu harus bermain untuk tim cadangan.

“Sir Alex mengatakan, untuk enam bulan pertama, bermainlah di tim cadangan dan beradaptasi dengan cuaca Inggris. Kemudian pada bulan Januari, kita akan memasukkanmu ke tim utama. Tapi saya mencetak dua gol di laga pertama tim cadangan. Lalu Andy Cole mengalami cedera, dan kami butuh striker. Saya langsung mencetak gol hanya enam menit setelah saya masuk melawan Blackburn,” tutur Ole.

Musim pertama Ole berjalan cukup gemilang. Namun itu tidak cukup membuat Sir Alex memilihnya menjadi penyerang utama. Bahkan pada musim 1998/99, ia hanya menjadi pilihan keempat setelah Andy Cole, Dwight Yorke, dan Teddy Sheringham. Meski begitu, Ole tetap tidak kecewa dengan perlakuan manajernya tersebut.

“Setiap kali aku duduk di bangku cadangan, aku selalu berkata dalam hati: “Tunggu aku di lapangan, aku akan menunjukkan pada kalian semua!” kata Solskjaer, dikutip dari Dagbladet.

Ole memang tidak pernah mengeluh meski hanya menjadi supersub. Akan tetapi, dia sempat marah ketika tahu kalau dirinya tidak dimainkan pada final Liga Champions 1999. “Saya mencetak 17 gol saat itu tapi tidak dimainkan di laga final. Kemudian Teddy (Sheringham) justru bermain. Saya akan membuktikan kalau Anda (Sir Alex) salah.”

Kekesalannya tersebut yang kemudian membuat United mengakhiri musim 1998/99 dengan torehan bersejarah yaitu treble winners. Solskjaer menjadi pahlawan kemenangan dengan sontekan khas yang membuat para penggawa Bayern Munich menangis sekaligus membuat Pierluigi Collina, wasit saat itu, kebingungan harus melakukan apa.

“Dia adalah striker dengan penyelesaian akhir yang luar biasa. Salah satu yang terbaik yang pernah saya punya. Beberapa pemain punya penyelesaian akhir yang bagus, tapi tidak ada yang sebagus Ole,” tutur Sir Alex.

***

Ole sudah melakukan hal yang cukup baik dalam lima laga pertamanya sebagai pelatih United. Akan tetapi, masih ada beberapa kekurangan yang harus ia perbaiki agar United bisa terus tampil baik hingga akhir musim nanti. Bukan tidak mungkin, dalam perjalanannya United akan mendapat hasil buruk dalam beberapa pertandingan. Namun itu semua adalah proses yang akan ia jalani dalam enam bulan kariernya.

Akan tetapi dari apa yang sudah ia tunjukkan, Ole membuat kita kembali bergairah untuk menonton Setan Merah. Selain itu, ia juga membuat kita kembali terngiang-ngiang sosok Sir Alex Ferguson. Ah, dasar Ole!