Pernyataan mengejutkan dikeluarkan oleh penggawa Liverpool, Sadio Mane. Jelang pertandingan melawan Tottenham Hotspur pada final Liga Champions 2018/19 Minggu (2/6) dini hari WIB, ia menyebut kalau dirinya juga mendapat tawaran resmi dari Manchester United. Hal ini ia ungkapkan saat diwawancarai oleh Robbie Fowler bersama harian Mirror.
Peristiwa tersebut terjadi pada musim panas 2015. Saat itu, Louis van Gaal berniat untuk membeli Mane yang tampil cukup baik di Premier League bersama Southampton. Akan tetapi, tawaran tersebut tidak kunjung menemui kata sepakat. Sebaliknya, Mane kemudian memilih Liverpool semusim kemudian dan menjadi pilar penting bersama Jurgen Klopp.
“Saya benar-benar cukup dekat dengan United karena saya sempat bertemu dengan Van Gaal. Mereka mengajukan penawaran, tetapi pada minggu yang sama, Klopp menelepon saya. Perkataannya membuat saya yakin kalau Liverpool klub yang tepat karena diisi pelatih yang tepat,” tutur Mane.
“Saat saya masih membela Southampton, saya melihat banyak sekali klub tetapi saya pikir Liverpool adalah klub yang tepat untuk saya. Saya bermain melawan Liverpool, melawan City, dan United. Akan tetapi, saya justru mencetak lebih banyak gol melawan Liverpool ketika bersama Southampton. Mungkin karena itu alasan mereka membeli saya.”
Keputusan Mane saat itu tentu saja merugikan United yang butuh pemain bertenaga di lini depan. Kebetulan, Mane memiliki atribut yang pas memenuhi filosofi sepakbola Van Gaal. Ia cepat, kuat, punya penguasaan bola yang bagus, dan insting gol yang tajam. Selain itu, ia bisa bermain di banyak posisi lini depan.
Musim pertamanya bersama Southampton, ia sukses membuat dua digit gol. Kombinasinya dengan Graziano Pelle saat itu membuat The Saints menjadi kesebelasan yang cukup diwaspadai di Premier League. Bahkan pada musim keduanya setelah menolak United, ia membuat hattrick tercepat di Premier League dalam kemenangan Southampton melawan Aston Villa.
Dari Pedro Rodriguez, Sadio Mane, Hingga Berakhir di Anthony Martial
Pemain depan menjadi target utama Van Gaal ketika memasuki musim keduanya melatih Manchester United. Padahal, United saat itu sudah memiliki Wayne Rooney, Robin van Persie, Javier Hernandez, Radamel Falcao, Danny Welbeck, hingga James Wilson di lini depan. Akan tetapi, semua nama tersebut tidak ada yang memuaskan meneer yang memiliki watak keras ini.
Van Persie, Hernandez, Falcao, dan Welbeck dilepas. James Wilson dipinjamkan. Hanya Rooney yang dipertahankan karena kepemimpinannya sebagai kapten masih dibutuhkan di ruang ganti. Van Gaal sebenarnya sudah mendapatkan satu nama pemain depan yaitu Memphis Depay. Namun ia tidak puas dan masih mencari pemain yang kreatif di lini depan.
“Kami tidak akan bisa juara jika tidak punya pemain yang cepat dan kreatif di lini depan. Keputusan yang paling sulit adalah melihat pemain mana yang ingin Anda beli dan mana yang harus pergi. Kami tahu Premier League berbeda dengan liga lainnya dan pemain harus beradaptasi,” tutur Van Gaal dalam sela-sela tur pra-musim United pada 2015 lalu.
Namun target utama dari mantan manajer Ajax ini sebenarnya bukan Mane melainkan Pedro Roriguez. Kombinasi Pedro, Memphis, dan Rooney, diharapkan bisa mengembalikan ketajaman United seperti sedia kala. Akan tetapi, kubu Setan Merah tidak bisa memenuhi klausul Pedro yang berada di kisaran 22 juta paun saja. Sejak saat itu, target pindah ke Mane meski pada akhirnya pemain asa Senegal tersebut juga tidak bisa didapatkan.
Tidak bisa memenuhi klausul Pedro dan gagal mendapat Mane, United kemudian berpindah target lagi. Sasarannya kali ini adalah pemain belia Prancis, Anthony Martial. United akhirnya benar-benar berjodoh dengan pemain AS Monaco ini. Potensinya sebagai penerus Thierry Henry membuat United tidak berpikir dua kali untuk membayarnya dengan 36 juta paun plus beberapa klausul tambahan yang membuat harganya naik menjadi 58 juta paun.
Akan tetapi, karier Martial sejauh ini di United tidak sebagus Mane saat membela Liverpool. Empat musim membela Setan Merah, Martial baru membuat 48 gol sementara Mane menyarangkan 59 gol hanya dalam tiga musim saja bersama Si Merah. Untuk urusan trofi, Martial unggul secara kuantitas dengan empat gelar berbanding Mane yang baru memberi satu gelar saja. Namun patut diingat, kalau gelar yang Mane berikan adalah Liga Champions Eropa. Kejuaraan tertinggi yang tidak bisa didapatkan oleh sembarangan orang.