Foto: Forbes

Hadirnya Jose Mourinho tidak hanya memberikan warna dan harapan baru bagi Tottenham Hotspur, namun juga bagi Premier League secara keseluruhan. Satu yang dinantikan banyak khalayak adalah ucapan-ucapannya yang tidak mengenal kata basa-basi dan keluar apa adanya.

Sesaat setelah diperkenalkan sebagai manajer anyar Tottenham, Mourinho menyebut kalau Manchester United masih berada di hatinya. Meski ada beberapa hal yang tidak ia sukai, namun Setan Merah masih memberikan rasa hormat setinggi-tingginya kepada pria 56 tahun tersebut.

“Manchester United masih membekas di hati saya, meskipun ada beberapa hal yang tidak saya suka. Saya menyukai banyak hal di sana seperti penggemar dan orang-orang yang bekerja dengan saya. Kemarin, saya mendapat 50 pesan dari para pemain United, staf, anggota dewan klub, dan itu sangat berarti karena ini semua soal respek dari orang-orang kepada Anda, karena Anda profesional, baik, dan penuh empati,” ujarnya.

Akan tetapi, mulut besarnya terkadang kerap mengeluarkan kata-kata yang kontroversial. Terkadang hal ini yang membuat banyak orang tidak terlalu menyukainya sebagai seorang manusia. Satu yang muncul saat konferensi pers jelang laga pertamanya melawan West Ham United, ketika Mou begitu memuji pemain muda dan akademi yang ada di klub barunya tersebut sembari menyindir akademi United yang dianggap kurang memiliki kualitas.

Ketika Mourinho datang pertama kali ke Manchester pada 2016 silam, tim akademi United baru saja menjadi juara gelar Premier League 2. Namun dua musim kemudian, mereka justru terdegradasi. Di mata Mourinho, degradasi membuktikan kalau saat itu tim akademi United belum memiliki kualitas.

“Ada kesebelasan yang lebih baik dari yang lain dalam menciptakan kondisi bagi para pemain muda. Saya memberi Anda sebuah contoh: ketika saya tiba di Manchester United, tim U-23 mereka terdegradasi semusim kemudian. Ketika sebuah tim terdegradasi, maka itu menandakan kalau tim tersebut tidak memiliki kualitas,” ucapnya kepada BT Sports.

Apa yang dia ucapkan sudah pasti membuat telinga suporter United menjadi panas. Apalagi ketika melihat kondisi saat ini dimana United mulai rajin memberikan banyak kesempatan kepada pemain muda bersama Ole Gunnar Solskjaer.

Tepat Tidak Tepat Ucapan Mourinho

Akademi Manchester United adalah sebuah keniscayaan. Mereka dianggap sebagai jalan untuk menggapai kesuksesan. Busby Babes dan Fergie’s Fledglings adalah sebuah cerita yang tidak lekang oleh waktu. Sir Alex Ferguson akan disanjung sebagai manajer pemberi kesempatan untuk pemain akademi meski setelah Class of 92, hanya satu sampai dua nama saja yang menggapai kesuksesan.

Ucapan Mourinho yang memuji pemain muda Spurs dan akademi mereka memang terkesan agak aneh. Hal ini dikarenakan latar belakang sang manajer yang cenderung anti terhadap pemain muda terutama pemain-pemain akademi. Nyaris tidak ada pemain yang diorbitkan olehnya ketika di Chelsea. Di Inter, hanya Davide Santon dan Mario Balotelli saja yang bisa menembus skuad utama.

Ketika di Manchester United, hanya Scott McTominay yang mampu menarik hati Mourinho. Namun menurut jurnalis Manchester Evening News, Dominic Booth, Mou tidak benar-benar menjadikan McTominay sebagai pemain utama. Berbeda dengan Ole Gunnar Solskjaer yang memberikan kesempatan kepada pemain Skotlandia tersebut.

Nama lain seperti Andreas Pereira, Angel Gomes, Tahith Chong, Axel Tuanzebe, Demetri Mitchell, dan lainnya justru lebih banyak dipinjamkan ke klub lain. Hal ini yang membuatnya dihujat saat itu karena dianggap tidak peduli kepada akademi United.

Namun menghujat Jose Mourinho hanya karena dia abai terhadap pemain muda/akademi terkesan tidak tepat. Kita semua sudah tahu kalau setiap tim yang dilatih Jose Mourinho selalu dibebankan ekspektasi untuk meraih trofi. Begitu juga di Manchester United. Kedatangannya saat itu diharapkan bisa menandingi Manchester City yang disaat bersamaan merekrut Pep Guardiola.

Hal ini yang membuat Mourinho harus bekerja dengan deretan pemain terbaik. Gagal mendapatkan gelar, maka kinerjanya mulai dipertanyakan. Ini yang bisa menjadi alasan mengapa dia enggan melirik pemain muda dan hanya mengandalkan pemain yang sudah jadi. Kalaupun ada pemain muda yang tersedia, mereka-mereka ini adalah warisan dari pelatih sebelumnya seperti Marcus Rashford dan Jesse Lingard, dua pemain yang sudah teruji di Premier League.

Jurnalis Manchester Evening News, Dominic Booth, menyebut kalau dalam rentang 2016 hingga 2018, mayoritas pemain yang berada di akademi United tidak siap untuk melangkah ke tim utama. Beberapa pemain yang dianggap layak membela tim utama, justru mandek bahkan ketika dipinjamkan ke liga-liga bawah seperti League One dan League Two. Hal ini yang membuat ucapan Mourinho soal minimnya kualitas tim akademi di eranya saat itu menjadi tepat adanya.

“Ucapan Mourinho soal akademi yang kurang memiliki kualitas terkesan benar adanya. Meskipun mereka menjadi juara Premier League 2 2016, namun dalam rentang 2016 hingga 2018 mayoritas pemain saat itu banyak yang tidak siap ke tim utama dan memilih meninggalkan United untuk bermain di liga lebih rendah,” tutur Booth.

Pada musim ketika tim cadangan United terdegradasi, beberapa pemain utama saat itu diisi nama-nama yang kemudian dilepas cuma-cuma oleh klub seperti Ro-Shaun Williams, Tom Sang, Zachary Dearnley, Callum Gribbin, dan James Wilson. Rata-rata dari mereka bermasalah dengan cedera dan kontrak yang tidak diperpanjang.

Setelah terdegradasi pada 2018, Nicky Butt yang saat itu masih menjadi kepala pengembangan akademi United langsung mengubah struktur akademi mereka. Ketika itu, ia tidak mau lagi menggunakan pemain-pemain usia U-23 untuk bermain di tim cadangan dan mulai merombak regulasi akademi dengan hanya memainkan pemain usia 20 tahun ke bawah.

“Jika Anda tidak berada pada tim utama pada usia 20 hingga 21 maka Anda tidak akan berkembang.”Hal ini juga bisa menjadi alasan mengapa Mourinho malas melirik tim akademi United yang saat itu banyak pemain berusia 20-an sedangkan nama-nama seperti Angel Gomes dan Mason Greenwood masih berproses bersama tim U-18.

Butt beranggapan kalau pemain-pemain dibawah usia 23 tahun sudah harus memiliki klub. Entah itu tim utama United atau pindah ke klub lain yang bermain di kompetisi lebih rendah dari Premier League. Sementara pemain U-18 akan dinaikkan levelnya untuk bertanding melawan tim-tim U-23. Metode yang kemudian berhasil ketika Mason Greenwood dan Brandon Williams menjadi dua nama yang tidak sulit beradaptasi dengan persaingan tim senior.

“Skuad U-23 United sudah diubah strukturnya sehingga memungkinkan pemain muda berusia di bawah 18 tahun untuk bermain melawan lawan yang lebih besar dan lebih tua,” tutur Butt. Ucapan yang kini sedang dijawab oleh beberapa pemain muda seperti Teden Mengi, Dylan Levitt, dan Reece Devine, nama-nama belia yang sedang unjuk gigi di persaingan liga tim cadangan.

Akun @UtdArena pernah menyebut persoalan pemain muda atau akademi yang kerap tidak punya transenden yang baik. Transenden ini berarti melakukan hal-hal di luar kesanggupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, pemain akademi yang naik tingkat butuh kemampuan lebih dari apa yang ia tampilkan bersama tim akademi. Pada saat Mourinho masih menjabat, mungkin ia tidak melihat hal itu dalam tim akademinya.