Foto: Sportsjoe.ir

4 April lalu menjadi tanggal yang istimewa bagi seorang Jonny Evans. Tepat 15 tahun yang lalu, ia menandatangani kontrak profesional pertamanya sebagai seorang pemain sepakbola bersama Manchester United, tempat dia menimba ilmu selama sembilan bulan. Kontrak ini menandakan kalau pintu gerbang bagi Evans untuk menjadi pesepakbola profesional terbuka lebar.

Evans kemudian bermain bersama Manchester United hingga musim 2014/2015 dan meraih sederet gelar bergengsi. Ia mengantungi tiga medali Premier League, dua gelar Piala FA, tiga Community Shield, dan satu Piala Dunia Antarklub. Ia kemudian hijrah ke West Bromwich Albion sebelum memperkuat Leicester City sejak 2018 dan menjadi pemain utama di sana.

Tidak ada kata mudah bagi Evans untuk bisa menggapai itu semua. Sebelum bisa mengumpulkan banyak gelar bersama United, kariernya dihabiskan dengan menjadi pemain pinjaman di dua kesebelasan. Ketika itu, Royal Antwerp di Belgia, dan Sunderland ketika kembali ke Inggris, menjadi langkah awal bagi dirinya untuk mencari pengalaman bermain sebelum merasakan atmosfer kompetisi yang jauh lebih tinggi lagi.

Pinjaman bersama Sunderland, mungkin adalah yang paling berkesan bagi Evans. Ketika itu, ia berhasil membawa The Black Cats kembali promosi ke Premier League (2007/2008) setelah semusim menghabiskan waktu di kompetisi Championship. Tidak hanya itu, Evans juga terpilih sebagai pemain muda terbaik mereka saat itu. Meski begitu, tidak ada momen yang paling spesial bagi dirinya selama di Sunderlan selain bisa dilatih oleh sosok tenar bernama Roy Keane.

Mantan kapten United itu adalah pelatih Evans selama di Sunderland. Semusim setelah memutuskan bercerai dengan United dan hijrah ke Celtic, Keane memutuskan untuk pensiun dan mengambil jalan lain sebagai seorang manajer. Sunderland adalah klub pertamanya. Bagi Evans, kesempatan bekerja dengan Keane adalah sebuah keistimewaan karena ia juga mengidolai sosoknya sebagai manusia.

“Semua orang tahu kalau Roy adalah pemimpin sejati yang bisa menginspirasi pemain lain. Dia bisa bermain di tim mana saja dan kapan saja. Saya bicara panjang lebar dengan Darren (Fletcher) ketika di West Brom, karena saya tidak pernah mendapat kesempatan bermain dengannya sedangkan Darren mendapatkannya. Dia berkata kalau teknik Roy begitu diremehkan,” kata Evans.

“Namun, bagi saya kemampuan dia jauh melebihi apa yang dimiliki semua orang. Itulah kenapa sangat mengejutkan ketika dia tiba-tiba meninggalkan United pada akhir 2005,” lanjut Evans menambahkan.

Pada saat itu, Evans baru saja menghabiskan setengah musim 2006/2007 bersama Royal Antwerp. Ia kemudian dipinjam oleh rival Newcastle United tersebut pada Desember 2006 bersama dengan rekan sesama dari akademi United, Danny Simpson. Disinilah kedekatan antara Evans dan Keane dimulai.

“Pinjaman saya di Belgia berjalan baik. Akan tetapi, mereka mengenal libur musim dingin sehingga saya dan Danny Simpson harus kembali ke Inggris dengan tujuan bergabung bersama klub Championship dengan status pinjaman. Ketika Roy berkata ingin kami berdua (Evans dan Danny Simpson) bergabung dengan Sunderland, saya tidak perlu berpikir dua kali,” tuturnya.

Keane beberapa kali sering menjemput Evans untuk pergi bersama ke tempat latihan Sunderland. Momen yang begitu magis bagi Evans karena dia tidak hanya dilatih oleh idolanya melainkan bsia satu mobil bersama idolanya. Ada rasa gugup yang luar biasa dalam diri Evans. Saat itu, ia merasa hanya sebagai pemain muda biasa yang sedang mengejar mimpi untuk bisa menjadi pemain yang berguna bagi timnya. Sedangkan Keane merupakan sosok legenda besar yang namanya dikenal seluruh dunia saat itu.

“Pada saat itu, Roy masih sering kembali dari Sunderland untuk melihat keluarganya di Hale, jadi mudah baginya untuk datang dan menjemput saya. Pada suatu hari, Roy berkendara ke Sale, berhenti di rumah ibu dan ayah saya, lalu mengantar saya ke Sunderland. Anda bisa bayangkan perjalanan itu bagi saya.”

“Dari awal hingga akhir, saya berada di tengah percakapan yang sulit dipercaya. Di satu sisi, saya mencoba untuk dingin dengan tidak mengeluarkan pertanyaan bodoh, namun di sisi lain saya punya banyak pertanyaan karena saya mengidolai dia. Saya selalu berpikir: Oke, jika saya mendapat kesempatan, saya akan bertanya ini dan itu,” kata Evans.

Evans kemudian berani mengeluarkan pertanyaan demi pertanyaan yang sedari tadi berkeliaran di pikirannya. Itulah yang harus ia lakukan karena kesempatan seperti ini tidak akan ia dapatkan dua kali. Beruntung, bagi dirinya karena Keane menanggapi Evans dengan sangat baik dan segala jawaban atas pertanyaan yang keluar begitu memuaskan dirinya.

“Dia membuat saya benar-benar nyaman. Dia menjawab setiap pertanyaan dan kami mengobrol hebat tentang sepakbola secara umum. Dia punya wawasan yang luat biasa dan itu adalah pengalaman yang sangat besar bagi saya.”

Enam bulan masa peminjaman Evans di Sunderland berjalan baik. Timnya promosi, Evans menjadi pemain terbaik, dan ia mendapatkan gol pertamanya di Inggris. Keane pun terkesan. Manajernya tersebut meminta izin kepada United untuk bisa meminjamya lagi untuk memperkuat timnya di kompetisi Premier League. Akan tetapi, percobaan keduanya ini tidak disetujui karena Evans sudah diminta oleh Fergie untuk bertarung memperebutkan tempat utama.

“Bermain bersama Sunderland adalah salah satu periode fantastis dalam karier saya. Kami merasa hanya kalah satu kali sebelum akhirnya mendapat gelar Championship. Bermain bersamanya sangat fantastis dan saya menyukainya. Dia menuntut para pemainnya. Roy mungkin bisa sedikit lebih kejam, namun semuanya berjalan sangat baik. Saya tidak pernah merasakan kemarahannya seperti yang dibicarakan semua orang,” lanjut Evans.

Meski diharapkan bisa bersaing melawan pemain utama, namun Evans kenyataannya belum mampu menarik hati Sir Alex Ferguson. Dipinjamkan untuk kedua kalinya kembali menjadi pilihan. Untung bagi Keane, Evans kembali bermain di Stadium of Light untuk kedua kalinya hingga musim 2007/2008 berakhir.

Kali ini, tidak ada gelar juara yang dipersembahkan Evans. Meski begitu, Sunderland berhasil bertahan dari jerat degradasi dan tetap bermain di Premier League untuk musim berikutnya. Keberhasilan ini juga menandakan berakhirnya hubungan Keane dengan Evans. Pada musim 2008/2009, pemain Irlandia Utara ini mulai sering mendapatkan tempat di tim utama Setan Merah.

“Secara pribadi, saya meraih pencapaian luar biasa dalam karier saya. Memenangkan Championship dan Premier League sangat langka. Sebuah prestasi yang Ryan Giggs dan Paul Scholes saja tidak bisa raih. Saya mendapat pengalaman pada paruh kedua saya di Sunderland dan pengalaman itu begitu tidak ternilai sebelum melangkah untuk bermain lebih banyak bersama United.”

Kebersamaan yang sangat singkat. Namun Evans banyak mengambil pelajaran dari sosok Keane. Ia belajar bagaimana pentingnya tekad yang luar biasa untuk bisa memenangkan pertandingan. Ia juga belajar arti menjadi profesional dari sosok Keane. Ia juga dilatih untuk memiliki mental yang kuat agar bisa bangkit dari keterpurukan. Itulah yang membawanya bisa bertahan selama tujuh musim di Manchester meski ia sempat beberapa kali mendapat kritikan karena dianggap tidak cukup baik.

“Ketika Anda mendapatkan orang seperti Keane yang mendorong Anda, maka Anda tidak bisa meminta contoh yang lebih baik lagi,” ujar Evans

Segala kutipan ini berasal dari tulisan Jonny Evans dalam situs resmi Manchester United berjudul “My Journey With Keano”