Foto: The National.ae

Bursa pemecatan manajer atau pelatih di liga-liga top Eropa justru menyasar tim-tim elite. Barcelona sedang goyah bersama Ernesto Valverde, PSG dengan Tomas Tuchel, Arsenal dengan Unai Emery, Tottenham Hotspur menurun bersama Mauricio Pochettino, Para pemain Man United masih kesulitan bermain bersama Ole Gunnar Solskjaer, dan Bayern Munich yang belum menunjukkan penampilan apik bersama Niko Kovac. Sialnya, Niko menjadi pelatih pertama yang harus meninggalkan pekerjaannya.

Kesabaran petinggi Bayern Munich sudah habis terhadap mantan pemain Kroasia tersebut. Semalam, mereka resmi memutus kerja sama dengan Niko selang dua hari setelah Bayern dikalahkan secara memalukan 5-1 oleh Eintracht Frankfurt.

“Saya pikir ini keputusan yang tepat untuk klub saat ini. Hasil dan cara kami bermain menjadi penyebab keluarnya keputusan pemecatan ini. Saya dan Robert Kovac mengucapkan terima kasih kepada Bayern atas kerja sama selama 18 bulan. Sejak saya menangani Bayern, kami sudah memenangi Bundesliga, DFB Pokal, dan Piala Super Jerman. Saya sungguh merasakan berada di tim terbaik,” kata Niko seperti dilansir situs resmi klub.

Prestasi Niko di Bayern sebenarnya tidak terlalu buruk. Musim lalu, ia berhasil merengkuh gelar ganda yaitu Bundesliga dan DFB-Pokal. Pada kompetisi Bundesliga musim ini, Bayern masih berada di urutan keempat dengan 18 poin. Hanya terpaut empat angka dari pemuncak klasemen, Borussia Moenchengladbach.

Namun konsistensi tim dan gaya main dianggap menjadi penyebab berakhirnya kontrak Niko. Bayern dianggap bermain tidak sesuai dengan filosofi sepakbola mereka. Ruang ganti mereka juga dikabarkan memanas setelah munculnya isu kalau hubungan Niko dengan para pemain senior tidak begitu harmonis pada musim pertamanya melatih.

Saat itu, Arjen Robben, Mats Hummels, Thomas Muller, dan Franck Ribery akan melakukan segala cara agar Kovac dipecat karena dianggap sering melakukan rotasi. Niko juga tidak disukai oleh penggemar Bayern Munich karena beberapa alasan. Salah satunya adalah perekrutan Ivan Perisic pada musim panas kemarin.

Solskjaer Menyusul Kovac?

Petinggi klub Bayern Munich yang dipimpin oleh Uli Hoeness dan Karl-Heinz Rummenigge dikenal sebagai dua orang yang begitu ambisius terhadap kesuksesan. Mereka tidak segan-segan untuk memecat pelatih jika penampilan timnya begitu buruk. Tidak peduli apakah pelatih itu memberikan gelar pada musim sebelumnya. Louis van Gaal, Carlo Ancelotti, dan Niko Kovac adalah nama-nama yang dipecat Bayern meski pernah memberikan gelar.

Ada yang menyebut kalau ini adalah mentalitas tim besar. Tim besar harus selalu menjaga identitas dan kejayaan mereka. Sebisa mungkin, klub jangan dibiarkan merosot terlalu jauh. Oleh karena itu, cara yang sering dilakukan adalah memecat pelatih yang dianggap buruk, dan menggantinya dengan pelatih yang memiliki kapasitas dan kapabilitas jauh lebih baik dari pelatih sebelumnya.

Tidak sedikit yang mengharapkan kalau United perlu mengikuti jejak petinggi Bayern untuk memecat Solskjaer. Jika Bayern saja berani memecat pelatihnya meski peluang ke puncak klasemen masih terbuka lebar, mengapa hal itu tidak dilakukan oleh manajemen United yang timnya terjebak di papan tengah-bawah.

Kekalahan dari Bournemouth menunjukkan kalau tim ini belum mengalami perbaikan meski telah memenangi tiga pertandingan sebelumnya plus menahan imbang calon juara Premier League musim ini, Liverpool.

Sempat kembali naik peringkat ke urutan tujuh dan membuka peluang mengejar posisi empat besar, Setan Merah kembali mundur beberapa langkah untuk menempati posisi ke-10. Mereka lagi-lagi membuat gap dengan penghuni batas akhir degradasi menjadi lebih kecil ketimbang gap mereka untuk ke posisi empat.

Permainan tim pun masih belum menunjukkan perubahan. Blok rendah kembali menjadi permasalahan United. Namun Solskjaer nampak belum menemukan ide dan cara untuk membongkar tim-tim dengan permainan tersebut. Setiap pekannya, tim ini mungkin berharap kalau lawannya berani bermain terbuka seperti Chelsea, Liverpool, dan Arsenal.

Musim ini, hanya counter attack yang menjadi senjata utama Solskjaer setiap pertandingan. Hal ini cukup ironis mengingat pada awal kedatangannya, United bisa bermain cantik melalui penguasaan bola, build up play dari lini tengah, tanpa harus mengandalkan serangan balik. Rentetan kemenangan di awal kepelatihannya dan betapa gemarnya ia memainkan pemain muda saat itu membuat nama Ole disebut memiliki potensi sebagai “Sir Alex Ferguson kedua”.

Para penggemar United yang masuk dalam golongan #OleOut menganggap kalau tim ini tidak boleh dibiarkan terus-terusan mengalami penurunan. Proses harus dijalankan, namun proses harus diiringi dengan peningkatan di setiap pertandingan. Satu langkah maju namun diiringi dengan dua hingga tiga langkah mundur jelas bukan progres yang diinginkan.

Namun mereka yang masuk dalam gerbong #OleOut ini nampak harus menahan keinginan mereka untuk melihat dipecatnya Ole dari kursi kepelatihan Manchester United. Berbeda dari manajer-manajer sebelumnya, pria Norwegia ini mendapat banyak sekali dukungan. Latar belakang sebagai legenda klub, pahlawan yang pencetak gol kemenangan tim pada Liga Champions 1999, serta perangainya yang lemah lembut membuat ia mendapat perlakuan yang berbeda.

Statusnya sebagai orang dalam ini yang membuat manajemen, pemain, dan beberapa legenda klub ramai-rama melindungi dari serangan media. Kalaupun ada kritik, maka sebisa mungkin mereka mengeluarkannya dengan kalimat yang intonasinya enak didengar. Hal ini yang jauh berbeda jika dibandingikan dengan Louis van Gaal dan Jose Mourinho.

Manajemen nampaknya tidak mau salah langkah lagi seperti yang sudah dilakukan kepada Moyes, LVG, dan Mourinho. Mereka akan terus mendorong Solskjaer bertahan selama mungkin karena melatih tim seperti United jelas tidak akan mudah karena selalu terbayang-bayang dengan sosok Sir Alex Ferguson yang rajin mengangkat piala setiap tahunnya. Namun seperti yang pernah saya katakan, kesabaran manajemen hanya akan ditentukan oleh waktu dan keadaan. Jika keadaan tidak memungkinkan, maka Ed Woodward dan antek-anteknya akan membuat keputusan yang sama seperti yang pernah mereka lakukan kepada tiga manajer sebelumnya.