Foto: Squawka

Musim ini tampaknya belum berjalan baik bagi Mason Greenwood. Meski sudah bermain delapan kali, ia baru membuat dua gol. Penggemar United belum bisa melihat kembali ledakan pemuda 19 tahun ini layaknya musim lalu ketika ia sukses membuat 19 gol dan menjadi satu dari tiga trio lini depan United bersama Rashford dan Martial.

Jika musim lalu, Greenwood mendapat banyak pujian, maka kali ini dia justru mendapat kritikan. Semua diawali dengan peristiwa di Islandia ketika dia dan Phil Foden melanggar protokol kesehatan. Inilah yang membuat dirinya mulai mendapat sorotan negatif dari media Inggris. Pemberitaan semakin gencar ketika Greenwood dianggap mulai sering bertindak tidak disiplin yang berujung dengan tidak ada namanya dalam skuad United ketika melawan Newcastle United dan PSG, malas dalam sesi latihan, hingga berseteru dengan Bruno Fernandes yang kemudian membuatnya hanya bermain 14 menit pada dua pertandingan terakhirnya. Meski begitu, kabar tersebut kemudian dibantah dengan tegas oleh Ole Gunnar Solskjaer.

Tidak sedikit yang merasa kalau Greenwood memang sedang menurun. Namun beberapa penggemar United merasa media Inggris terkesan melebih-lebihkan berita tentang pemain muda ini. Pemberitaan media ini ditakutkan membuat citra Greenwood semakin buruk yang kemudian memengaruhi mentalnya. Tak ayal, banyak yang balik menyerang media karena berita yang seharusnya bisa menjadi sumber informasi justru menjadi sarana menyudutkan.

“Greenwood itu bintang yang sedang dibentuk. Yang membuat saya kesal adalan kondisi di mana orang mulai menyudutkannya dan terus mengganggunya. Dia sudah mengakui kesalahannya, sekarang biarkan dia fokus untuk bermain sepakbola lagi. Sekarang, semua orang mennggalkan Foden dan balik menyudutkan Greenwood,” kata Andy Cole.

Tidak hanya Cole yang kesal, Gary Neville bahkan memutuskan untuk tidak lagi menjadi follower akun Twitter Mirror ketika memberitakan tentang Greenwood yang bisa memiliki karier seperti Ravel Morisson. Atau yang terbaru, ketika Rashford kesal membaca berita Daily Mail yang membahas tentang pembelian rumah yang ia lakukan tapi dengan menyinggung aksi kampanye yang ia lakukan untuk mendesak media Inggris beberapa waktu lalu. Bahkan ada orang yang menganggap kalau media Inggris kerap bertindak rasis dengan memberikan judul berita yang menyudutkan kepada pemain berkulit hitam.

Media Harus Menceritakan Kebenaran

Apa yang menimpa Greenwood dan Rashford merupakan cerminan media Inggris pada dunia sepakbola yaitu gemar menyoroti sesuatu secara berlebihan. Inilah yang membuat banyak sekali manajer yang merasa tertekan karena konsentrasi mereka yang terganggu.

Sebelum seperti sekarang, Jurgen Klopp sempat heran ketika media Inggris bertanya tentang peluang Liverpool masuk empat besar saat Premier League belum bergulir. Begitu juga Pep Guardiola yang merasa kalau media Inggris menganggap Manchester City seperti anak tiri. Saat menggantikan David Moyes, Van Gaal sudah merasa tidak suka dengan media Inggris yang gemar membelokkan kata-kata yang ia ucapkan.

Kejadian seperti ini juga bukan hal yang baru bagi Manchester United. Ketika masih menjabat sebagai manajer, musuh Sir Alex Ferguson tidak hanya 19 tim lainnya melainkan juga tekanan media yang tidak jarang menyerangnya. Beberapa kali pula Ferguson kesal dan kerap mengkritik keras media-media tersebut.

Pada 2009, Ferguson menyebut salah satu wartawan sebagai sosok “idiot” karena menulis para pemain muda United tidak memiliki masa depan. Ketika itu, United kalah dari Besiktas dengan enam pemain berusia di bawah 23 tahun yaitu Darron Gibson, Anderson, Gabriel Obertan, Rafael, Danny Welbeck, dan Federico Macheda. Menurut Ferguson, media terlalu kejam karena langsung memberikan vonis kalau pemain ini tidak akan sukses ke depannya.

“Pemain ini akan tetap bermain meski mendapat kritik. Anda menulis kalau pemain ini tidak punya masa depan, padahal masih ada hari esok untuk mereka. Saya memainkan dua pemain berusia 18 tahun, satu orang berusia 19 tahun, 20 tahun, dan dua pemain 21 tahun, lalu Anda bilang kalau mereka tidak punya masa depan. Masa depan bagi mereka sudah dipetakan dengan baik,” kata Ferguson.

Ulah media bahkan sempat membuat Ferguson mengeluarkan ultimatum. Pada 2010, ia berjanji akan melarang siapa pun wartawan yang ingin meliput konferensi pers dia sebelum pertandingan jika media tersebut ketahuan memelintir kata-katanya. Bahkan beberapa wartawan saat itu sudah di-banned untuk tidak menginjakkan kakinya ke ruangan tempat dia melakukan wawancara karena media tersebut tidak menceritakan kebenaran menurut Fergie.

Yang paling fenomenal tentu saja momen ketika Fergie memutuskan untuk memboikot BBC atas pemberitaan 2004 silam yang menyebut kalau Jason Ferguson, anak Sir Alex, menggunakan nama bapaknya sebagai cara untuk mendongkrak kariernya di sebuah agensi sepakbola. Fergie kemudian bersumpah untuk memboikot BBC sampai mereka mau meminta maaf. Selama mereka menolak melakukannya, tugas wawancara mengenai tim diserahkan kepada asistennya, entah itu Carlos Queiroz atau Mike Phelan.

Selama periode boikot tersebut, United sampai harus mempersiapkan uang sebesar 13 miliar rupiah lebih per tahunnya sebagai uang denda mengingat BBC adalah mitra Premier League yang mengharuskan seorang manajer untuk berbicara kepada mereka dan tidak bisa diwakilkan.

***

Berdasar cerita di atas, anggapan kalau media sepakbola Inggris gemar menyudutkan beberapa pihak mungkin benar adanya, khususnya Manchester United yang tampaknya akan selalu seksi di depan mata media baik itu saat masih dilatih Alex Ferguson atau ketika sekarang sudah dilatih oleh Ole Gunnar Solskjaer.

Pada akhirnya, semua akan kembali kepada objek sasaran itu sendiri yaitu Rashford dan Greenwood. Jika mengeluarkan serangan balasan dengan balik menyerang media tersebut, maka media tersebut akan semakin tertarik dan terus memberikan tekanan. Semoga saja Greenwood dan Rashford tidak tertekan atas pemberitaan negatif tersebut dan membalas perlakuan media tersebut dengan terus mencetak gol pada setiap pertandingan.