Foto: Football365

Musim panas 2018 umumnya dianggap sebagai titik di mana semua hasil Jose Mourinho mulai terurai satu per satu di Manchester United. Dan hal ini pula yang menjadi salah satu faktor kepergiannya dari United 18 bulan yang lalu. Namun saat ini, ternyata masih ada warisan terbaik yang “sengaja” ia tinggalkan di Old Trafford, dan tampaknya warisannya ini mungkin akan membuahkan hasil.

Di sisi lain, kegagalan klub untuk mendapatkan bek tengah, seperti yang dirasakan oleh Mourinho sepanjang dua musim panas terakhirnya di United, telah membuatnya berada dalam suasana yang suram. Hatinya penuh dengan prasangka yang busuk dan frustrasi. Parahnya lagi, Mou tidak banyak menyembunyikan perasaan itu selama tur yang kurang mengesankan di Amerika Serikat pada 2018.

Gambaran sikapnya ini juga yang membuat ruang ganti pasukan Setan Merah penuh dengan ketegangan. Hati Mourinho terus-menerus mendidih, dan ketika musim 2018/2019 dimulai dengan buruk, emosinya semakin tidak terkontrol. Meski sebetulnya United sempat melakukan comeback yang luar biasa kala melawan Newcastle. Namun mereka kemudian harus menelah kekalahan 3-1 atas Liverpool tidak lama setelah itu. Dan pertandingan ini menjadi isyarat bahwa karier The Special One itu akan berakhir.

Jose Mourinho pun akhirnya pergi. Dan kepergian Mourinho dari Old Trafford ini terjadi pada 18 Desember, tepatnya satu hari sebelum pengangkatan sementara Ole Gunnar Solskjaer sebagai manajer baru. Dan uniknya, siapa yang sangka jika pengangkatan Solskjaer –guna menggantikan Mourinho– justru diawali dengan serangkaian catatan trek kemenangan yang fantastis.

Inikah warisah dari Jose Mourinho?

Mungkin akan ada yang berpikir seperti itu. Tapi yang jelas, pencapaian Solskjaer di awal tugasnya bukanlah warisan Jose Mourinho. Itu semua jelas murni adalah hasil usaha Solskjaer. Perlu kejelian bahwa warisan Mou itu bukan terletak pada hasil yang diraih United setelah pemecatannya. Namun lebih dari hal yang “benar-benar” ia tinggalkan.

Cobalah telaah, siklus pergantian kursi manajer United biasanya akan menunjukkan adanya pergantian staf kepelatihan secara total. Tapi itu tidak terjadi ketika pelantikan Solskjaer. Memang, Solskjaer memilih beberapa stafnya sendiri, terutama asisten Mike Phelan, pelatih Martyn Pert dan Mark Dempsey serta pelatih kiper Richard Hartis. Tetapi dua dari staf utamanya adalah hasil dari peninggalan Mourinho. Ya, merekalah Michael Carrick dan Kieran McKenna.

Di bawah Solskjaer, baik Carrick dan McKenna, mereka berdua terus berkembang menjadi sosok yang berpengaruh bagi pasukan Setan Merah. Dan kedua staf pelatih ini masih berusia cukup muda, dengan Carrick yang berusia 38 tahun dan McKenna yang berusia 33 tahun. Mereka telah menawarkan ide-ide segar untuk tim, dan mereka mampu berempati dengan para pemain yang mereka latih.

Carrick dan McKenna sendiri tiba dan menjadi staf pelatih pada waktu yang sama, tepatnya pada musim panas 2018. Waktu itu Carrick baru mengakhiri karier sepakbolanya. Ia dianggap sebagai sosok yang berpengalaman yang memiliki 464 penampilan untuk United. Hal inilah yang menjadi faktor dirinya ditawari untuk menjadi staf oleh Mourinho sebelum ia menggantung sepatunya.

Berbeda dengan Carrick, Kieran McKenna justru dipromosikan naik ke tim utama setelah ia bekerja dengan United U-18 di musim sebelumnya. Waktu itu Jose Mourinho benar-benar menaruh kepercayaannya kepada pria asal Irlandia Utara tersebut. Karena di satu sisi, ia memang diplot untuk mengisi peran yang ditinggalkan asisten pelatih lama Rui Faria.

Carrick dan McKenna lalu diberi kesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki peran yang cukup baik di tim utama (sebagai staf pelatih). Peluang mereka yang paling besar adalah untuk memberi opsi keputusan, mengembangkan para pemain, dan menambah kontribusi di struktur kepelatihan di bawah Mourinho. Ya meski sekali lagi, Mou harus pergi pada akhir 2018 setelah menyebabkan United mengoleksi hasil buruk di liga, tetapi Solskjaer tidak ragu untuk mempertahankan kedua warisan mantan pelatih Chelsea itu.