David de Gea yang dikritik keras oleh Roy Keane dan Gary Neville. Foto: Radionewshub.com

Manchester United gagal menang dalam lanjutan Premier League pekan ke-30 beberapa waktu lalu. Melawan Tottenham Hotspur, United hanya bermain imbang 1-1 yang membuat mereka kini tertinggal lima poin dari Chelsea. Satu nama dianggap menjadi biang kerok kegagalan United meraih kemenangan. Dia adalah sang penjaga gawang, David de Gea.

Semua karena kegagalannya ketika mengantisipasi bola tendangan Steven Bergwijn dalam proses gol pertama. Mereka yang kecewa karena United gagal menang menganggap kalau bola itu seharusnya mudah diantisipasi oleh kiper sekelas De Gea. Bahkan Roy Keane ingin memukul De Gea ketika melihat gol Bergwijn tersebut.

“Saya muak dengan kiper ini. Saya akan berkelahi dengan dia pada babak pertama. Saya bakal memberi pukulan kepadanya. Ini adalah penyelamatan standar untuk penjaga gawang internasional yang mapan. Saya kaget. De Gea adalah kiper buruk yang dinilai bagus (overrated) yang pernah saya lihat dalam jangka waktu lama,” kata mantan kapten United tersebut.

Ucapan yang sangat keras, bahkan terkesan berlebihan. Sembilan musim bermain di Old Trafford, De Gea sudah menunjukkan kelasnya sebagai salah satu kiper terbaik. Lima kali masuk dalam PFA Team of the Season, empat kali menjadi pemain terbaik klub, dan pernah masuk dalam FIFPro World 11 menunjukkan kalau dia bukan kiper yang overrated. Namun menurut Keane, De Gea sudah bukan lagi kiper yang tangguh.

Bicara sih mudah. Apalagi mencari-cari kesalahan. Jika melihat dari perspektif yang lebih luas, gol Bergwijn mungkin tidak akan terjadi jika Maguire dan Lindelof bisa menutup jalur lari si pemain. Lagipula, power tendangan Bergwijn juga sangat keras dan mungkin beberapa penjaga gawang tidak bisa menahannya.

Teori pengandaian lain pun bermunculan. Seandainya bola ditepis maka United bisa menang, seandainya De Gea memilih untuk menepis bola dengan tangan kiri maka gol tidak akan terjadi, dan masih banyak lagi seandainya yang bisa terlontar. Tapi dari sekian banyak kata ‘seandainya’ yang muncul, De Gea adalah sosok yang dianggap membuat United tidak menang pada hari itu.

Ini adalah yang kesekian kalinya mantan kiper Atletico Madrid ini mendapat sorotan. Belum lepas dari ingatan ketika ia membuat kesalahan saat melawan Everton beberapa waktu lalu. Atau ketika ia gagal menangkap bola tendangan Ismaila Sarr. Blunder seolah menjadi rutinitas yang rutin dilakukan olehnya sehingga membuat nama David de Gea Quintana dianggap tidak lagi sama seperti ketika ia menjadi pemenang Golden Glove Premier League dua tahun lalu.

“Dia adalah satu-satunya pemain yang bisa diandalkan United selama empat tahun terakhir, tetapi dia tidak lagi sama. Jika performanya turun selama enam bulan, maka itu bisa dibilang penurunan sementara. Namun, jika sampai setahun, maka itu menandakan kalau ada yang salah. Jika terjadi lebih dua tahun, maka itu sudah menjadi sesuatu yang sifatnya permanen,” kata Gary Neville.

Setelah Piala Dunia 2018, De Gea memang terkesan menurun. Setidaknya jika kita melihat jumlah clean sheet per musimnya yang terus merosot. Musim lalu, ia hanya membuat tujuh clean sheets. Saat ini, jumlahnya hanya satu angka lebih baik dari torehan musim lalu.

Hanya De Gea sendiri yang tahu apakah dia mengalami penurunan performa atau tidak. Satu hal yang pasti, ia setidaknya masih dilindungi oleh Ole Gunnar Solskjaer. Bahkan, Ole memilih untuk balik mengkritik Keane dengan menyebut kalau mantan rekan setimnya tersebut juga tidak akan mampu menepis tendangan Bergwijn tersebut.

“Keane adalah gelandang fantastis, teman baik saya, tapi saya tidak yakin dia juga bisa menghentikan tembakan itu. De Gea kecewa, tetapi bola berubah arah ketika di udara. Setelah itu, kami bereaksi dengan baik dan dia melakukan penyelamatan hebat lima menit kemudian. Lawan tidak bisa mencetak gol kedua setelah gol tersebut,” kata Ole.

Ole masih mencoba melihat sisi positif. Buktinya, setelah gol Bergwijn De Gea tidak lagi kebobolan dan membuat penyelamatan gemilang dari sundulan Son. Sebaliknya, ia mempertanyakan pemain lain yang tidak bisa membawa Setan Merah meraih tiga poin.

“Kami kecewa karena gagal menang. Sepakbola itu aneh. Musim lalu, Spurs menggempur kami selama 40 menit dan hari ini sebaliknya. Performa kami luar biasa meski pada 25 menit pertama kami tampil terlalu lambat,” ujarnya menambahkan.

Tidak hanya Ole yang pasang badan. Peter Schmeichel juga merasa kalau pergantian kiper belum dibutuhkan oleh United saat ini. Dibandingkan kiper lainnya, De Gea masih menjadi kiper yang bagus dan bisa diandalkan bagi United secara keseluruhan.

Namun De Gea juga tidak boleh abai. Ia harus memulihkan mentalnya dan kembali tampil sebaik yang pernah ia tunjukkan dua sampai tiga tahun lalu. Caranya sudah pasti dengan terus berlatih dan kerja keras. Kembali membuat kesalahan, maka siap-siap saja dia akan menjadi bahan hujatan oleh mereka yang menginginkan perubahan di sektor penjaga gawang. Salah satunya datang dari mereka yang berada dalam garda depan pendukung Dean Henderson.

Seringnya De Gea membuat blunder mengakibatkan terbelahnya pendukung United menjadi dua kubu yaitu Team David dan Team Dean. Perseteruan kedua kubu tidak kalah panas dari perseteruan yang pernah terjadi sebelumnya antara Team Ole In melawan Team Ole Out atau Team Ole melawan Team Pochettino.