Masih banyak yang harus diperbaiki oleh Manchester United (Foto: TalkSPORT)

Manchester United sudah menyelesaikan kompetisi musim 2019/2020. Sekarang, mereka sedang bersiap untuk menatap musim baru yang dimulai dengan rencana membeli beberapa pemain untuk memperkuat skuad asuhan Ole Gunnar Solskjaer tersebut.

Musim ini, United mengalami beberapa peningkatan. Mereka finis pada posisi tiga Premier League. Hanya kalah dari Liverpool dan Manchester City. Tempat ini membawa mereka kembali ke Liga Champions setelah sebelumnya mereka hanya bermain di Liga Europa. Selain itu, Ole juga membawa tim ini sampai ke semifinal pada ajang Piala Liga, Piala FA, dan Liga Europa. Beberapa hal lain juga mengalami peningkatan seperti produktivitas gol dan membaiknya beberapa individu yang sebelumnya kurang begitu baik bersama Jose Mourinho.

Meski begitu, ada beberapa aspek negatif yang diraih United sepanjang musim 2019/2020. Sisi negatif ini diharapkan bisa dibereskan mengingat United ingin cepat-cepat kembali dianggap sebagai penantang gelar juara Liga Inggris. Bukan lagi dianggap sebagai pengincar zona empat besar saja.

Jarak yang Masih Terlalu Jauh dan Masalah Produktivitas

Setan Merah boleh saja membanggakan diri karena berhasil finis pada posisi tiga. Akan tetapi, mereka hanya memiliki 66 poin. Jumlah ini sama dengan raihan poin mereka musim sebelumnya. Hanya posisinya saja yang membaik. Jarak mereka dengan Liverpool bahkan terpaut 33 poin yang menunjukkan kalau mereka sudah tertinggal jauh dengan dua rivalnya tersebut.

United bisa dibilang beruntung mengingat pesaingnya seperti Chelsea, Leicester, Wolverhampton, dan Tottenham Hotspur juga tidak konsisten. Jika pesaing ini bisa tampil lebih baik, maka United bisa saja tidak finis tiga besar.

Sejak Ferguson pensiun, United memang kesulitan untuk meraih rataan poin minimai dua poin per laga di kompetisi Premier League. Musim dengan poin terbanyak semusim masih menjadi milik Jose Mourinho pada 2017/2018. Ketika itu, Mourinho mendapat 81 poin. Sisanya, poin United tidak sampai lebih dari 70 angka.

Meski mereka bisa mencetak 112 gol, namun hanya 66 gol yang bisa dibuat di Premier League. Lagi-lagi, mereka tidak bisa membuat minimal 70 gol untuk enam musim berturut-turut. Masalah ini tidak lepas dari inkonsistensinya para pemain depan Setan Merah.

Masalah Dari Tim-Tim Kecil

Ole Gunnar Solskjaer begitu jago ketika bertemu dengan tim enam besar. Dua kali mereka mengalahkan City. Begitu juga dengan Chelsea. Bahkan jika ditambah pertemuan mereka pada ajang piala, Ole bisa mengalahkan City dan Chelsea hingga tiga kali. Mereka juga dua kali menang melawan Leicester, tidak kalah melawan Spurs, dan sempat mempersulit Liverpool di Old Trafford.

Akan tetapi, United justru kepayahan ketika menghadapi tim-tim kecil. Inilah yang membuat mereka saat itu sempat terdampar pada posisi ke-14.  Beberapa kali, United tidak bisa meraih poin penuh meski menghadapi lawan-lawan yang kualitasnya di bawah mereka.

Dari kesebelasan yang berada di peringkat 11 hingga 20, hanya Brighton dan Norwich yang bisa mereka kalahkan dua kali. Sisanya, ada yang bisa mengalahkan United atau setidaknya menahan imbang mereka. Bahkan dua dari tim yang terdegradasi musim ini bisa mengalahkan United.

Kurangnya Pemain Pendukung

Titik balik United dimulai ketika Bruno Fernandes datang pada paruh kedua. Dia berhasil membawa perubahan bagi United. Masuknya Bruno membuat permainan United menjadi lebih rapi dan tertata hingga sukses membuat mereka tidak terkalahkan di Liga sejak Februari. Kehadiran Bruno juga dilengkapi dengan membaiknya Paul Pogba setelah cedera. Belum lagi kinerja trio Rashford, Martial, dan Greenwood yang saling melengkapi satu sama lain.

Sayangnya, peran pemain ini begitu vital sehingga membuat United terkesan begitu ketergantungan. Saat inti dari permainan United ini dimatikan oleh lawan atau tidak berada dalam permainan terbaiknya, United tidak punya alternatif lain di bangku cadangan. Inilah yang memaksa Ole untuk terus memainkan susunan pemain yang itu-itu aja.

Hal itu terlihat dalam beberapa pertandingan terakhir. Saat Rashford, Martial, dan Greenwood tidak bermain dengan baik, Ole memilih untuk tetap diam di bangku cadangan. Pergantian kadang baru dilakukan ketika menit-menit terakhir dan lebih terkesan sebagai sebuah formalitas. Tidak sedikit yang bilang kalau Ole tidak memiliki kemampuan untuk membuat pemain cadangannya ini termotivasi untuk bisa memberi perubahan. Namun, tidak sedikit yang menyebut kalau aksi Ole yang baru mengganti pemain pada menit-menit terakhir sebagai bentuk protes kepada manajemen untuk memberi tahu kalau pemain cadangan ini sudah harus pergi dari klub ini.

Dua Bek Sayap Tidak Cakap Menyerang

Pada awal musim, masalah terbesar United adalah kurangnya pemain yang bisa menjadi playmaker di lapangan tengah. Pogba mengalami cedera. Posisi gelandang serang diisi bergantian oleh Jesse Lingard dan Andreas Pereira yang hasilnya tidak begitu baik. Kondisi perlahan berubah setelah Bruno tiba di United.

Sayangnya, masalah baru kemudian datang. Kali ini mengarah kepada posisi sayap mereka khususnya fullback. Tidak sedikit suporter yang kecewa karena para bek sayap yang dimiliki United tidak memiliki kemampuan menyerang yang mumpuni. Dari banyaknya bek sayap yang dimiliki, hanya Luke Shaw yang punya atribut menyerang yang baik dibanding yang lain.

Ketika Shaw cedera, permasalahan itu terlihat semakin terlihat jelas. United hanya bisa menggantungkan serangan mereka kepada pergerakan Bruno di lini tengah. Ketika Bruno ditutup, United sebenarnya memiliki opsi lain yaitu memanfaatkan sisi sayap yang kosong karena bek sayap lawan akan ikut merapat menutup Greenwood dan Martial yang bermain ke dalam.

Akan tetapi, dua fullback United (entah itu Wan-Bissaka atau Brandon Williams) tidak banyak memberikan opsi melalui umpan-umpan silangnya. Ini yang membuat Unitedd akhirnya memilih membongkar pertahanan lawan dengan bermain kombinasi di tengah atau dengan skill individu para pemain sembari berharap mereka dilanggar di kotak terlarang.