Tidak ada habisnya nama Pep Guardiola selalu muncul jika membahas pelatih seperti apa yang pantas memimpin Manchester United. Melihat kesuksesannya musim lalu, tidak sedikit para penggemar Setan Merah yang gemas melihat klub kesayangannya tertinggal cukup jauh dari si Biru Muda.

Kekesalan itu kemudian berimbas dengan munculnya segala jenis pengandaian. Tim dengan nama besar seperti United harusnya ditopang oleh sosok hebat seperti Guardiola yang memainkan sepakbola menghibur dan menyerang, bukannya pria kucel asal Setubal yang kerjanya hanya ngoceh dan merengek di depan media. Persetan dengan Ed Woodward yang pelit serta warisan pemain yang seadanya, mereka tetap teguh kalau United akan sukses seandainya dipegang eks Barca tersebut.

Resah hati para pendukung United tersebut sebenarnya sudah diwakilkan oleh dua legenda mereka, Eric Cantona dan Lee Sharpe. King Eric bahkan seperti kesal ketika melihat mengapa Pep Guardiola bisa melakukan pekerjaan hebatnya justru bersama Manchester City alih-alih United.

“Ini memang masih awal musim, tapi bagaimana cara mereka bermain? Tidak terlalu bagus. Manajer (Mourinho) membawa gaya permainan yang salah kepada para penggemar. Tidak ada keceriaan, tidak ada kreativitas. Mereka seharusnya dipimpin Guardiola. Dia seharusnya berada di sana tapi dia justru melakukan sentuhan magisnya di klub yang tidak bisa saya sebut namanya,” tuturnya kepada Daily Mail.

“Saya hanya bercanda tentang Manchester City. Tetapi sakit sekali melihat mereka bermain sepakbola indah karena itu seharusnya dilakukan di United. Dia titisan Johan Cruyff dan belajar banyak darinya.”

Apa yang diucapkan Cantona beberapa waktu lalu sebenarnya hanya pengulangan dari apa yang ia katakan pada Desember 2017 lalu. Meski kalimat yang diucapkan berbeda namun intinya tetap sama, Guardiola akan sukses jika memegang United.

Senada dengan Cantona, Lee Sharpe pun tidak tega melihat Manchester Biru justru bermain lebih menyerang yang seharusnya menjadi identitas Manchester Merah. Ia mungkin tambah dongkol ketika melihat Liverpool juga tampil menyerang dengan sangat agresif. Tidak seperti mantan timnya yang dalam dua musim terakhir terjebak dengan label pragmatis.

“Saya sakit hati melihat cara bermain United. City dan Liverpool jauh lebih atraktif. Mereka menyerang, menghibur, dan mendapat hasil bagus. Sementara laga United sangat buruk untuk dilihat,” tuturnya.

Saat United Terjebak di antara Dua Pilihan

Selain Sharpe dan Cantona, beberapa mantan pemain United lain juga pernah menyuarakan hal serupa. Duo Paul yaitu Scholes dan Parker juga begitu rajin menyanjung tinggi pelatih yang juga pernah bermain di Brescia tersebut.

Mungkin kekesalan para legenda United ini tidak akan muncul jika Pep Guardiola mengiyakan tawaran Sir Alex Ferguson pada Desember 2012. Dalam sebuah pertemuan di salah satu restoran di kota New York, Pep, yang ketika itu sedang nganggur, menolak tawaran dari Sir Alex karena sudah menerima tawaran dari Bayern Munich. Tidak hanya itu, Pep juga ketika itu belum fasih berbahasa Inggris.

“Bahasa Inggris saya dulu tidak sebaik sekarang dan saya tidak mengerti beberapa ucapannya. Dia seperti menyarankan saya untuk pergi ke Old Trafford. Tapi tidak ada pesan yang diungkapkan kalau saya harus ke sana (United),” tuturnya beberapa waktu lalu.

“Bayern Munich adalah klub pertama yang menelepon saya, lalu kemudian Manchester City. Tetapi saya sudah memutuskan untuk membuktikan diri di Jerman dan menjalani beberapa pengalaman di sana,” ungkap Pep menambahkan.

Duo Manchester tersebut akhirnya menjalani hari dengan pelatih pilihan mereka masing-masing yaitu David Moyes dan Manuel Pellegrini. Sayangnya, nama yang disebut pertama justru gagal sementara Pellegrini sukses bersama City. United kemudian menunjuk Louis van Gaal pada 2014 dengan harapan United bisa kembali sukses mengingat LVG adalah penganut sepakbola menyerang dan suka mengorbitkan bakat muda.

Seiring waktu, Van Gaal justru jauh lebih sukses menelurkan bakat baru alih-alih bermain menyerang. Para penggemar yang sudah merindukan sepakbola menyerang United justru dipertontonkan gaya main yang justru membosankan.

Musim pertama Van Gaal masih dimaafkan dengan alasan adaptasi. Tetapi pada musim kedua, rasa muak itu mulai muncul. United tidak pernah menang dalam enam laga sepanjang Desember yang membuat beberapa penggemar United sudah tidak bisa menerima timnya gagal menang melawan klub sekelas Bournemouth, Norwich, dan Stoke City.

Di saat para penggemar United mulai menyuarakan pemecatan, di kota London, hal tersebut sudah dilakukan. Mourinho diputus kontrak setelah gagal membawa Chelsea bertahan di papan atas. Sementara di Munich, Pep Guardiola menyatakan kalau musim tersebut akan menjadi musim terakhirnya bersama FC Hollywood.

Mendapatkan kesempatan bagus di depan mata, United justru ragu. Penggemar mulai jengah dengan sosok Van Gaal tetapi jajaran manajemen United tidak mau bergerak. Mereka sudah kadung mengontrak LVG selama tiga tahun yang berarti mereka harus membayar pesangon apabila Van Gaal dipecat sebelum kontraknya berakhir.

Setan Merah tidak seberani tetangganya. Pada bulan Februari 2016, mereka resmi mengikat Guardiola sebagai pengganti Pellegrini yang saat itu mulai mengalami nasib buruk seperti tetangganya. Mereka sengaja mengumumkan lebih cepat karena mereka yakin kalau Pep adalah rekrutan yang tepat sementara United masih terjebak keraguan. Pada akhirnya, United memecat Van Gaal tapi hanya bisa menggantinya dengan Mourinho.

“Saat saya masih di Bayern Munich, hanya City yang serius mendekati saya. Saya berbicara dengan Khaldoon Al Mubarak (Chairman City) dan Txiki Begiristain (direktur sepakbola City). Mereka menunjukkan minat yang jauh lebih besar ketimbang klub lain.”

Bukan Tidak Mungkin Pep akan Melatih United Suatu Saat Nanti

Lantas, apakah Pep Guardiola bisa melatih United suatu saat nanti seperti impian Cantona dan Sharpe? Bisa saja. Akan tetapi, peluang tersebut terbilang kecil jika tidak ingin dikatakan mustahil. Pria berusia 47 tahun ini masih memiliki kontrak bersama The Cityzens hingga musim panas 2021.

Di sisi lain, kontrak Mourinho akan berakhir pada musim panas 2020 mendatang. Itu berarti, saat kontrak Mourinho di United akan habis, Pep baru memasuki musim terakhirnya bersama pemilik tiga gelar Premier League tersebut. Jika memang United ingin mengambil Pep maka pada musim 2020/2021 Setan Merah harus mengontrak pelatih dengan jangka waktu yang pendek sembari bernegosiasi dengan Pep ketika memasuki enam bulan terakhir kariernya.

Akan tetapi, City tentu tidak akan semudah itu melepas manajer tersukses mereka sejauh ini. Apabila dalam dua musim kedepan City kembali berjaya, maka bukan tidak mungkin kontraknya akan kembali diperpanjang. Pep sendiri tentu tidak mau kehilangan liga dengan persaingan seketat Premier League mengingat ia juga masih memiliki ambisi untuk membawa Si Biru bisa menguasai Eropa.

Sementara Manchester United kembali terjebak dalam kebingungan antara tetap menggunakan jasa Mourinho hingga akhir masa kontraknya atau memecatnya sebelum/sesudah musim ini berakhir dengan catatan Mourinho gagal membawa United meraih satupun gelar. Karena saat ini jabatan sebagai pelatih United sudah ditunggu oleh Zidane ataupun Ryan Giggs.

Apabila United memilih satu dari dua nama tersebut, maka mereka kembali mengabaikan Guardiola yang mungkin akan sukses bersama klub lain. Jika nantinya penerus Jose Mourinho kembali gagal, bukan tidak mungkin keempat legenda tadi akan kembali mengeluarkan pernyataan yang sama kalau United seharusnya dipimpin oleh Pep Guardiola.