Foto: Fox Sports Asia

Mencetak dua gol dalam dua pertandingan terakhir, membuat Ole Gunnar Solskjaer ingin menantang Anthony Martial di sisa musim ini. Tantangannya adalah mencetak 20 gol. Pertanyaannya, bisakah ia memenuhi ekspektasi manajernya tersebut?

Sepanjang karier Anthony Martial, angka 20 gol per musim adalah sesuatu yang belum bisa ia raih. Di usia yang sudah mencapai 24 tahun, perolehan golnya memang tidak terlalu banyak. Padahal, ia mengklaim dirinya adalah seorang striker nomor sembilan yang berbahaya di kotak penalti.

Jangankan 20, menyentuh 15 gol saja ia baru melakukannya sekali. Hal itu terjadi pada musim pertamanya membela Setan Merah yaitu pada musim 2015/2016. Bersama Louis van Gaal, ia mencetak 17 gol di semua kompetisi. Itulah prestasi tertinggi penyerang Prancis ini selama bermain di United sekaligus menjadi prestasi tertinggi selama menjalani karier profesional.

Oleh karena itu, dua gol yang dicetak Martial pada dua laga terakhir membuat Ole Gunnar Solskjaer tertarik untuk memberikannya target di sisa kompetisi musim ini. Sang penyerang dirasa bisa memenuhi ekspektasi penggemar klub yang ingin melihatnya mencetak banyak gol pada musim ini.

“Anthony bisa meningkatkan jumlah golnya menjadi beberapa buah lagi dan saya yakin dia akan mendapatkan golnya yang ke-20. Dia punya kualitas karena dia seorang penyelesai serangan yang sangat baik. Dia mengambil peluang dengan sangat baik. Dia punya teknik bagus dalam finishing. Dia pandai menguasai bola. Dia juga bisa menjadi false nine. Kadang, saya ingin dia menjadi lebih kuat secara fisik,” kata Ole.

Alih-alih tantangan, Ole sebenarnya sedang memberikan motivasi bagi Martial untuk terus mempertahankan keran golnya. Akan tetapi, ini jelas menjadi tantangan bagi seorang Martial sekaligus sebagai uji kelayakan bagi dirinya di lini depan. Jika Odion Ighalo bisa membuat banyak gol di sisa pertandingan yang ada, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan kedatangan pesaing karena United akan mempermanenkan si pemain tergantung pencapaiannya dalam lima bulan ini.

Munculnya pesaing kerap menjadi salah satu faktor yang membuat Martial disebut-sebut tidak bisa berkembang menjadi striker hebat. Namanya tenggelam setelah klub kedatangan Zlatan Ibrahimovic dan Romelu Lukaku dalam tiga musim terakhir. Bahkan, ia nyaris dijual pada musim panas 2018 karena tidak mampu menggusur kedua pemain tersebut. Sekarang, ia dituntut untuk bisa menyamai torehan Ibra dan Lukaku yang menjadi pemain United terakhir dengan torehan 20 gol semusim.

Seperti yang sudah sering saya katakan, musim ini seharusnya menjadi musim yang bagus bagi Martial. Tidak ada lagi manajer yang mengkritiknya di ruang publik seperti Mourinho. Tidak ada lagi Ibrahimovic dan Lukaku yang berani mengambil nomor favoritnya. Lingkungannya kini berjalan seperti yang ia inginkan. Kini, ia tinggal membayar harapan Ole, manajer yang merangkulnya lebih erat, dengan torehan 20 gol per musim.

“Hanya itulah yang ingin dilihat dari Ole darinya yaitu menguasai bola, bermain dengan naluri, dan mencetak gol. Untuk gol, begitu dia melihat peluang dia akan memanfaatkannya. Itulah yang harus dilakukan seorang penyerang. Jika Martial bisa mempertahankannya selama sisa musim ini, maka itu akan menjadi sesuatu yang penting bagi Ole,” kata jurnalis The Times, Paul Hirst.

Potensi Martial perlahan-lahan kembali hadir musim ini. Sinarnya perlahan mulai muncul setelah sempat terkatung-katung bersama Jose Mourinho. Dua gol yang ia buat dalam dua pertandingan terakhirnya masing-masing ke gawang Chelsea dan Club Brugge membuat koleksinya kini menyentuh angka 14. Hanya berselisih tiga dari jumlah terbaiknya bersama United dan selisih enam gol dari target yang diberikan Ole.

Hanya dia yang saat ini bisa diandalkan untuk menjadi juru gedor di depan gawang lawan. Mason Greenwood masih tergolong muda untuk dijadikan andalan. Di sisi lain, angka koleksi gol Rashford tampaknya mentok pada angka 19 karena kemungkinan besar ia akan absen hingga akhir musim. Mau tidak mau hanya dia yang bisa dijadikan tumpuan.

Martial punya kelebihan. Ia dibekali skill individu yang bagus. Tidak hanya itu, kemampuan drible yang ia punya sangat mumpuni. Belum lagi kecepatannya yang sulit dikejar pemain-pemain lawan. Jika diberikan ruang sedikit, maka Martial akan memanfaatkan ruang tersebut dengan finishing­ yang tenang. Seandainya ia tidak punya ruang yang bisa ia jelajahi, maka ia akan mencarinya sendiri (biasanya bergeser ke kiri) demi memberikan kesempatan rekan setimnya untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan di tengah (biasanya diisi Rashford).

Namun, Martial bukannya tanpa cela. Ia kadang tidak peka jika bola sedang tidak dalam penguasaan Setan Merah. Ketika akselerasinya gagal di suatu lini, maka tidak ada niat untuk menutup ruang tersebut sehingga tempat dia melakukan pergerakan menjadi titik awal lawan untuk melakukan serangan.

Sifat malasnya ini yang kerap membuatnya rentan terhadap kritikan. Ia bisa bermain bagus dalam satu pertandingan, namun kerap menghilang pada dua atau tiga laga setelahnya. PR ini yang begitu sulit diselesaikan bagi siapa pun manajernya termasuk Ole saat ini. Beruntung, Ole kerap menyikapi PR-nya tersebut dengan semangat positif alih-alih marah seperti Mourinho atau Van Gaal.

Dua laga terakhir, Martial mulai mencoba membuktikan diri kalau dia bukan pemain malas. Dua gol yang didapat hadir berkat kerja keras yang mau mencari ruang dan mengejar bola. Gol melawan Chelsea berhasil didapat setelah ia jeli membaca umpan Aaron Wan-Bissaka, sedangkan gol ke gawang Simon Mignolet hasil dari usahanya sendiri menekan bek tengah tuan rumah yang kemudian panik dan tidak bisa menguasai bola. Hal-hal kecil seperti inilah yang harus ia pertahankan di sisa kompetisi.