Foto: Football Fan Piece

Michael Ballack mengungkapkan kalau Manchester United pernah mendekatinya pada 2006. Dua tahun kemudian, impiannya menjadi juara Eropa dikubur oleh kesebelasan yang ingin merekrutnya.

Musim panas 2006, Chelsea berambisi untuk menjadi kesebelasan kedua yang bisa meraih gelar juara Premier League tiga kali beruntun. Demi memenuhi ambisi tersebut, Jose Mourinho harus mendatangkan pemain-pemain dengan nama besar. Salah satu rekrutannya adalah gelandang asal Jerman, Michael Ballack.

Kedatangan Ballack saat itu menggemparkan publik Inggris. Pasalnya, ia menjadi salah satu komoditas panas pada bursa transfer musim panas setelah memutuskan untuk tidak lagi memperpanjang kontrak bersama Bayern Munich. Sederet klub-klub bersaing untuk mendapatkan tanda tangannya seperti AC Milan, Real Madrid, dan Manchester United.

“Saya tahu Manchester United dan AC Milan ada di posisi paling depan, tapi Michael mungkin akan pergi ke Madrid,” kata presiden klub Bayern saat itu, Franz Beckenbauer pada November 2005 silam.

Bagi Manchester United, kedatangan Ballack diharapkan bisa memperkuat sekaligus mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Roy Keane. Disaat desas desus berita Ballack tidak ingin bertahan lama di Jerman, United sedang gusar-gusarnya karena ditinggal Roy Keane akibat konflik dengan Sir Alex Ferguson.

Namun pada pertengahan Mei 2006, justru Chelsea yang berhasil mendapatkan Ballack dengan kontrak selama tiga tahun. Ia bahkan berharap saat itu bisa menutup kariernya di Stamford Bridge. Sosok Jose Mourinho dan Chelsea yang sedang berjaya saat itu dirasa bisa memenuhi impiannya untuk mengangkat trofi Liga Champions yang bahkan tidak bisa ia raih saat masih bersama Bayern. Inilah yang kemudian membuatnya tidak memilih Manchester United saat itu.

“Manchester United adalah tim pertama yang berminat kepada saya. Namun saat itu, mereka tidak memiliki tahun-tahun terbaik. Memenangkan liga mungkin satu hal yang bagus, tetapi impian saya saat itu adalah Liga Champions. Tidak mudah untuk memutuskan tim mana yang bisa mendapat trofi ini karena begitu banyak klub yang bagus dan United tidak sebagus sebelumnya,” katanya baru-baru ini kepada Sky Sports.

“Chelsea telah juara liga dua kali bersama Mourinho. Mereka juga telah berinvestsi dalam banyak pemain dan punya pasukan luar biasa. United adalah klub dengan sejarah besar tetapi saya juga punya ambisi besar sehingga saya memilih Chelsea.”

Wajar apabila Ballack saat itu memilih Chelsea ketimbang United. Setan Merah saat itu memang sedang berada dalam fase yang kurang meyakinkan sebagai tim besar. Mereka sedang berada dalam tahap membangun bersama pemain-pemain muda macam Rooney, Ronaldo, Evra, Vidic, dan Fletcher.

Penampilan mereka di Premier League juga tidak terlalu baik. Dua kali finis peringkat tiga dan hanya menjadi runner-up adalah raihan United setelah kali terakhir menjadi juara pada 2002/2003. Kiprah mereka di Eropa juga tidak kunjung memuaskan. Sejak melangkah ke semifinal pada 2002, United hanya sekali tembus delapan besar, dua kali tersingkir pada 16 besar, dan pada musim 2005/2006 mereka mentok di fase grup. Ini yang mungkin membuat Ballack tidak memilih United mengingat usianya juga saat itu sudah jelang kepala tiga.

Apes bagi Ballack karena tim yang ia tolak justru menjadi juara Premier League pada 2007. Ia hanya kebagian Piala FA dan Piala Liga. Di Liga Champions, Chelsea kalah adu penalti di semifinal melawan Liverpool.

Semusim kemudian, Ballack sebenarnya nyaris menjadi aktor yang menggagalkan United untuk meraih gelar liga kedua secara beruntun. Saat keduanya bertemu pada April 2008, United tumbang di Stamford Bridge dengan skor 2-1 dengan Ballack menjadi bintang lapangan berkat dua golnya. Kemenangan itu sempat membuat United dan Chelsea memiliki poin sama yaitu 81 poin dengan sisa dua pertandingan saja. Apes bagi Ballack karena The Blues hanya mendapat empat poin sedangkan United justru menang pada dua laga terakhir dan mereka menjadi juara.

Ballack sebenarnya bisa meraih trofi Liga Champions pada musim yang sama ketika Chelsea melaju ke final UCL 2008 dan berhadapan dengan Manchester United. Sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan karena trofi Si Kuping Besar sudah bisa diangkat sebentar lagi.

Segalanya berjalan lancar ketika ia berhasil menjalankan tugas sebagai penendang penalti pertama Chelsea, sedangkan Cristiano Ronaldo gagal menendang penalti. Namun semuanya berantakan setelah John Terry dan Nicolas Anelka gagal menjalankan tugasnya dan Chelsea kalah 6-5. Sebuah momen terburuk baginya selama memperkuat Chelsea.

“Melihat masa-masa di Chelsea, itu adalah masa kesuksesan dan masa bahagia buatku. Kekalahan di final Liga Champions menjadi satu-satunya momen buruk di samping banyak kenangan yang indah,” tuturnya.

Alih-alih bisa meraih Liga Champions dan mengubur harapan Manchester United, justru mimpinya mengangkat trofi Eropa yang kemudian dikubur dalam-dalam oleh United. Pencapaian terbaiknya hanya satu gelar Premier League.

Kekalahan di Moskow saat itu membuat Ballack lekat dengan status sebagai spesialis tempat kedua. Sebuah label yang kemudian dipertegas dengan kekalahan tim nasional Jerman dari Spanyol pada final Piala Eropa 2008.

Bad Luck, Ballack!