Foto: Manchester United World

Interview bersama France Football menjadi sebuah momentum bagi Anthony Martial untuk mengeluarkan unek-unek yang mungkin sudah menumpuk dikepalanya. Disini ia berbicara soal banyak hal termasuk masalah konsistensi dan kritikan dari suporter tentang gaya permainannya yang kerap dianggap malas bergerak.

Satu demi satu para pemain United mengeluarkan kekecewaan yang sudah lama dipendam dalam diri mereka terkait performa di atas lapangan atau prestasi tim secara keseluruhan.

Beberapa waktu lalu, Eric Bailly mengaku kalau dia tidak suka dengan preferensi tim yang condong menganak emaskan pemain Inggris. Baginya, hal itu sama saja menutup potensi pemain lain yang bisa membuat perbedaan termasuk dirinya.

Kali ini, giliran Anthony Martial yang angkat bicara. Dalam sebuah wawancara bersama France Football, mantan striker AS Monaco ini juga bercerita banyak terutama kritikan yang beberapa kali menimpa dirinya.

Martial menjadi pemain United yang rentan dengan kritik. Khususnya soal konsistensi dalam mencetak gol. Datang sebagai harapan tumpuan klub dalam beberapa tahun, nyatanya Martial hanya dua kali saja keluar sebagai top skor klub. Itupun hanya terjadi pada musim 2015/2016 dan 2019/2020. Sisanya, Martial kesusahan bahkan untuk sekadar membuat 10 gol.

Ia pun mengakui kalau dirinya memang tidak sekonsisten pemain macam Lewandowski atau Erling Haaland soal urusan gol. Tapi dia beralasan kalau itu semua karena ia tidak sering bermain.

“Apakah saya kurang konsisten? Itu benar. Saya sangat setuju. Ketika saya bermain, hal-hal sering berjalan dengan baik, tapi ketika saya jarang main, kinerja saya memang menurun dan konsistensi itu tidak terlihat. Ini seperti lingkaran setan. Saya kurang efisien karena saya memang tidak sering main. Keadaan semakin buruk ketika saya bermain buruk ketika diturunkan,” tuturnya.

Inkonsistennya Martial ini berdampak betul pada jumlah gol yang ada. Memasuki musim kedelapan, ia baru membuat 79 gol di semua kompetisi. Padahal ia telah bermain 270 kali. Gol di Premier League pun hanya 56 atau jika dirata-rata per musimnya Martial hanya bisa membuat tujuh gol di liga.

Tiga musim terakhir Martial hanya membuat delapan gol. Padahal ia bisa membuat 23 gol pada musim 2019/2020. Keadaan bahkan tidak kunjung berubah meski ia dipinjamkan ke Sevilla musim lalu.

Saat Erik ten Hag datang, kepercayaan diri Martial sebenarnya kembali muncul. Apalagi ditambah masalah Ronaldo yang berulang kali ingin pindah membuatnya naik pangkat lagi menjadi striker utama. Sayangnya, ia justru mengalami cedera ketika penampilannya dibutuhkan.

Saya Bukan Aktor

Terkait penampilannya, Martial juga dikritik soal gaya tubuhnya ketika di atas lapangan. Ia dicap sebagai pemain yang malas. Tidak mau bergerak, tidak mau melakukan pressing atau bahkan membantu pertahanan. Tidak jarang ia dianggap pemain yang mageran.

Komentar ini dirasa menyakitkan bagi si pemain. Ia mengaku kalau gaya permainannya sedari awal memang seperti ini. Ia tidak mau sok-sok kecewa atau mengeluarkan ekspresi hanya untuk dicap sebagai pemain yang peduli atau kalau kata suporter United ‘bermain dengan hati.’

“Pada dasarnya saya orang yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan saya. Kadang orang malah menyimpulkan jika gestur yang saya tunjukkan menandakan kalau saya tidak peduli.”

“Apakah itu benar? Saya tegaskan kalau saya adalah pemain bola dan bukan aktor. Banyak yang berpikir kalau untuk dicap peduli Anda harus mengeluarkan banyak ekspresi di lapangan. Saya bukan orang seperti itu. Ekspresi saya adalah diri saya yang sekarang, jadi saya tidak bisa berubah hanya untuk menyenangkan orang lain,” katanya menambahkan.