Kita mengenal David De Gea sebagai salah satu kiper terbaik di dunia. Kita pun tentu pasti ingat bagaimana proses Manchester United dalam upayanya mendatangkan De Gea. Bagaimana Sir Alex Ferguson mengorbankan satu pertandingan demi memantau langsung De Gea ke Spanyol. Padahal, sepanjang 27 tahun kariernya sebagai pelatih, Fergie cuma dua kali absen mendampingi tim, dan salah satunya ya untuk menonton De Gea.

Segala hal itu agaknya tak akan terjadi kalau pada 2009 De Gea tak keras kepala. Andai De Gea tak kuat diasingkan dari tim B, mungkin masa depannya akan lain.

Cerita ini bermula pada 2009. De Gea yang saat itu berusia 18 tahun baru menghabiskan musim pertamanya bersama tim B Atletico Madrid. Atletico pun berusaha meminjamkan pemain muda terbaiknya itu karena ada tawaran masuk. Dua tawaran itu berasal dari Queens Park Rangers dan Numancia.

Direktur Olahraga Atletico, Jesus Garcia Pitarch, memblokade tawaran QPR. Pasalnya, Atletico ingin mengarahkan De Gea ke Numancia. Agaknya, Atletico merasa kalau mereka lebih mengenal Numancia. Selain itu, Numancia juga baru saja terdegradasi ke Segunda. Ini bikin peluang De Gea untuk main di pertandingan kompetitif menjadi lebih besar, mengingat tim yang terdegradasi biasanya mengobral pemain bintang mereka yang bergaji mahal, dan menggantinya dengan pemain muda yang masih murah.

Segala rencana tersebut pupus karena De Gea menolak pindah ke Numancia. Ini bikin Atletico marah. Atletico mengancam akan membiarkan De Gea berlatih sendirian dan tak akan dimainkan dengan tim B.

De Gea nyatanya tak takut dengan ancaman itu. Ia benar-benar diasingkan di tempat latihan dan harus berlatih sendirian. Dampaknya, keluarga De Gea merasa kesal dan menjalin hubungan buruk dengan Pitarch.

Nasib kiper Spanyol U-19 yang terkatung-katung di Atletico Madrid ternyata tak bertahan lama. Beberapa pekan kemudian, pelatih tim utama Atletico Madrid, Abel Resino, melihat De Gea berlatih sendiri. Setelah berbasa-basi, Resino justru mengajaknya berlatih bersama tim utama, sekalian memantau langsung bakatnya.

Tentu jalan De Gea ke tim utama tak semulus itu. Di musim 2009/2010, ia memang masuk tim utama Atletico Madrid, akan tetapi hanya menjadi kiper ketiga. Di musim itu, Atletico sudah membeli Sergio Asenjo senilai 5 juta euro dari Real Valladolid, dan diplot sebagai kiper utama. Akan tetapi, ini merupakan sebuah kemajuan yang menyenangkan, mengingat musim sebelumnya, ia hanya menjadi pelapis Joel Robles di tim B Los Rojiblancos.

Untungnya, Asenjo dipanggil ke timnas Spanyol yang berlaga di Piala Dunia U-20 di Mesir. De Gea perlahan naik menjadi kiper kedua, sebagai pelapis Roberto. Berkah itu akhirnya hadir di pertandingan Liga Champions saat menghadapi Porto. Roberto mengalami cedera pada menit ke-27. De Gea pun masuk dan bermain cukup baik. Namun, ia kebobolan dua gol di menit-menit akhir pertandingan.

Di bawah Abel Resino, Atletico tak bermain sesuai harapan. Di liga, mereka hanya mendulang tiga poin di lima pekan pertama. Selebihnya, mereka kalah 0-3 dari Malaga serta kalah 2-5 dari Barcelona.

Di Liga Champions pun sama. Di tiga pertandingan awal, Atletico hanya mendulang poin ketika menahan imbang wakil Siprus, Apoel Nicosia, tanpa gol. Dua pertandingan selanjutnya, Atletico kalah 0-2 dari Porto, serta 0-4 dari Chelsea.

Hasil buruk ini membuat Resino dipecat. Posisinya di tim utama digantikan Quique Sanchez Flores pada 23 Oktober 2009. Bagaimana dengan nasib De Gea? Untungnya, De Gea sudah memberikan penampilan yang positif. Ini terjadi tiga hari setelah pertandingan melawan Porto, di mana De Gea menyelamatkan tendangan penalti kala Atleti menjamu Real Zaragoza.

Selain itu, penampilan Asenjo pun tak sebagus yang diharapkan. Ia kerap membuat kesalahan. Pilihan untuk kiper utama pun akhirnya otomatis diberikan pada De Gea yang setahun lebih muda dari Asenjo. Hebatnya, meski tak lolos ke babak gugur Liga Champions, tapi Atletico melaju ke Europa League, bahkan menembus final. Lantas, dua gol Diego Forlan membuat Atletico meraih trofi Europa League pertama mereka.

Menurut Forlan, di usia 19 tahun David De Gea sudah menampilkan performa yang bagus, ini bikin para pemain Atleti lainnya menaruh kepercayaan padanya. Forlan pun menggambarkan sifat fatalisme para pemain Atletico. Namun, ia, Aguero, Reyes, Simao, dan De Gea, mengubah mentalitas itu.

Performa De Gea juga terbantu oleh kehadiran Emilio Alvarez yang dibawa Quique sebagai pelatih kiper. Alvarez membantu mengembangkan De Gea dan melawan rasa tidak amannya. Secara teknis, Alvarez membantu De Gea dalam teknik sebagai kiper, juga mampu memberinya motivasi secara verbal.

De Gea akhirnya pindah ke Manchester United pada 2011. Ia sempat merasakan kerinduan akan rumah. Akan tetapi, Sir Alex Ferguson terus menjaganya dan pelatih kiper MU, Eric Steele, mendorongnya untuk menjadi lebih baik, menguasai bahasa Inggris, meningkatkan diet dan kebugarannya.

Kini, kita mengenal David De Gea sebagai salah satu kiper terbaik di dunia, yang membuat Sir Alex Ferguson melewatkan satu pertandingan demi memastikan potensinya. Beberapa waktu lalu, De Gea menegaskan kalau dirinya tak punya rencana untuk meninggalkan Manchester United. Ia akan berpegang teguh pada kontraknya yang ia tandatangani pada Desember lalu, yang membuatnya akan bertahan di Manchester hingga 2023 mendatang.