Foto: Kursi kosong yang seharusnya ditempati Ed Woodward dan keluarga Glazer

Aksi yang sudah dinanti-nanti sejak laga melawan Norwich ini ternyata tidak terjadi. Lagi-lagi, aksi nyata perlawanan kepada manajemen United berakhir zonk.

Laga Manchester United melawan Norwich tidak hanya menunjukkan betapa kuatnya Setan Merah di hadapan tamunya, melainkan juga menunjukkan adanya semagat perlawanan kepada manajemen klub sendiri yang dianggap gagal untuk membawa klub ini ke arah yang lebih baik lagi seperti sebelumnya. Jati diri klub dianggap sudah berubah. Fokus ke industri tanpa memikirkan prestasi membuat mereka yang hadir tergerak untuk melakukan perlawanan.

Chant bernada provokatif pun dibuat. Dari memakai kata “mati” sebagai ancaman untuk Ed Woodward, hingga ajakan untuk membuat api unggun yang bertujuan sebagai tempat pembakaran Ed Woodward dan keluarga Glazer. Nyanyian yang membuat jurnalis Manchester Evening News, Samuel Luckhurst, kaget karena disuarakan secara lantang untuk menunjukkan kalau penggemar kini satu suara dalam memandang manajemen United sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keringnya prestasi mereka di level domestik dan Eropa dalam tujuh musim terakhir.

Nyanyian itu semakin lama semakin keras. Ketika United kalah secara memalukan melawan Burnley, lagu ‘Ed Woodward gonna die’ kembali hadir dari Stretford End. Hal ini menunjukkan betapa amarah itu tidak bisa dibendung sehingga kemudian muncul aksi baru lagi yang akan dilakukan penggemar United pada pertandingan berikutnya melawan Wolverhampton.

Mereka butuh aksi yang bisa membuat Ed Woodward seperti dipukul oleh petinju profesional. Rencananya, para penggemar United akan melakukan aksi walk out dari Old Trafford pada menit ke-58. Akan tetapi, wacana itu direvisi dan mereka baru akan keluar 10 menit setelahnya yaitu pada menit ke-68. Aksi tetap akan dimulai pada menit ke-58 namun itu adalah penghormatan dengan melakukan tepuk tangan satu menit karena mereka akan memasuki masa-masa mengenang tragedi Munich.

Penghormatan itu benar-benar mereka lakukan. Ketika memasuki menit ke-58, gemuruh tepuk tangan hadir di segala penjuru Old Trafford. Kini, penggemar di layar kaca hanya tinggal menunggu melihat para suporter akan berbondong-bondong keluar dari stadion Old Trafford sebagai bukti kalau mereka tidak main-main terhadap manajemen yang sekarang.

Sayangnya, apa yang dinanti-nanti itu tidak muncul. Hingga menit terakhir, nyaris semua penonton yang hadir tetap duduk diam di kursinya masing-masing. Hanya sedikit orang yang mau mengangkat bokongnya untuk pergi meninggalkan stadion. Bayangan banyak orang, termasuk saya, akan melihat ribuan suporter United akan pergi dari stadion pada menit ke-68 sembari menyanyikan lagu provokatif kepada Ed dan keluarga Glazer sekaligus meninggalkan mereka yang tidak mau kelewatan satu menit pun, tidak muncul.

Memang ada yang memutuskan untuk memotong 22 menit mereka untuk meninggalkan Old Trafford. Akan tetapi, jumlahnya tidak banyak. Jika melihat dari unggahan @Matthew79299350 ini misalnya, tampak tidak sampai 100 orang yang  keluar dari stadion dan menyanyikan lagu ‘Love United hate Glazer’.

Hal ini sontak membuat terkejut orang-orang yang menamakan dirinya sebagai anti keluarga Glazer dan anti keluarga Ed Woodward. Mereka merasa seperti dikhianati oleh sesama penggemar United sendiri. Nyanyian keras yang dikeluarkan dalam laga melawan Norwich dan Burnley tampak hanya gertakan semata. Ketika aksi nyata siap dilakukan, tampak tidak ada yang peduli. Ya, mirip-mirip aktivitas kita kalau mau mengadakan buka bersama dengan teman-teman sekolah atau rekan kerja. Ramenya hanya di Whatsapp saja. Ketika hari H, yang datang hanya sedikit. Begitu juga dengan penggemar United. Nyanyian kebencian jelas tidak akan mengubah status Woodward dan keluarga Glazer.

“Luar biasa sekali suporter di Old Trafford. Dengan tidak mau keluar, maka menunjukkan kepada Ed Woodward dan keluarga Glazer kalau mereka dapat terus mengabaikan tim dan klub, dan Anda akan terus memberi mereka makan dari uang Anda. Nikmati kebusukan ini,” kata akun @trini_trin.

Mereka yang tidak mau mengikuti aksi kebanyakan beralasan kalau yang paling utama adalah cinta kepada United. Hal ini jauh lebih besar dari sebatas menyerang manajemen dan keluarga Glazer selaku pemilik. Bagi mereka yang tetap duduk, diam menyaksikan United bermain jauh lebih baik ketimbang melakukan aksi yang nantinya akan merugikan timnya sendiri karena kekurangan dukungan.

Jika melihat dari tingkat kekejamannya, maka apa yang direncanakan pendukung United sebenarnya sudah sangat bagus. Dengan mengosongkan stadion, maka menunjukkan kepada manajemen kalau mereka memang menghadapi mayoritas suporter yang kecewa. Hal ini pernah dilakukan Arsenal ketika mereka merasa kecewa dengan manajemen klub pada 2017. Beberapa kali Emirates Stadium sepi yang membuat manajemen Arsenal kemudian berubah dan melakukan beberapa investasi termasuk pembelian Pierre Emerick Aubameyang dan Nicolas Pepe.

Bisa dibilang ini menjadi gelak tawa kedua dari manajemen terhadap tingkah suporter United. Belum lupa dari ingatan ketika wacana demonstrasi di depan stadion Old Trafford siap dilancarkan penggemar United pada akhir Juli 2019 lalu. Akan tetapi, aksi tersebut diikuti sekitar 20 orang saja. Lebih sedikit dari orang yang keluar masuk Megastore klub.

Hal ini memperbesar anggapan kalau para penonton Manchester United di sana memang tidak benar-benar membenci keluarga Glazer maupun Ed Woodward. Buktinya, ya sudah dua kali aksi massa yang diadakan kelompok suporter tidak diimbangi dengan jumlah kehadiran yang cukup besar. Kebencian mereka tampak masih sebatas dalam bentuk chant atau masih sekadar di mulut saja.

Kekesalan tampak lebih kepada prestasi tim yang sulit kembali ke papan atas Premier League dan mulai jarangnya mereka mengikuti Liga Champions pada periode yang sama. Permainan tim di atas lapangan yang jjuga naik turun menjadi sasaran kekesalan mereka. Sayangnya, mereka tidak bisa menyalahkan manajer maupun pemain sehingga manajemen yang kemudian menjadi sasaran.

Atau jangan-jangan mereka sudah senang karena tim mendatangkan Bruno Fernandes dan Odion Ighalo. Kurang bergeraknya tim dalam investasi pemain membuat manajemen klub menjadi sasaran amarah. Bahkan kediaman Ed Woodward pun sampai diserang. Meski kebenarannya belum diketahui secara pasti, namun rasa marah mereka tampak sudah hilang karena kedatangan dua pemain tersebut.

“Ada banyak tulisan tentang para penggemar sebelum pertandingan (rencana boikot menit ke-68). Tapi, mereka akhirnya mendukung kami sampai akhir. Mereka sekali lagi menunjukkan kalau mereka adalah penggemar terbaik di dunia,” kata Solskjaer.

Tidak sedikit juga yang merasa kalau aksi ini gagal karena ketidak hadiran Ed Woodward dan keluarga Glazer pada pertandingan tersebut. Mereka baru ingin melakukan aksi kalau keduanya hadir di stadion Old Trafford. Kalau begini, tugas Woodward dan Glazer justru akan semakin mudah. Mereka hanya perlu untuk tidak datang ke pertandingan kandang United karena para penonton pasti tidak akan melakukan aksinya tanpa kehadiran mereka.