Real Madrid berhasil menjuarai Liga Champions musim 2017/2018 usai mengalahkan Liverpool 3-1, Sabtu (26/5) malam lalu. Dari kemenangan El Real tersebut sejatinya ada sejumlah hal yang bisa dipelajari Manchester United agar tidak kalah andai musim depan melangkah ke final.

Jangan Jemawa dengan Jumlah Gol

Di pertandingan final Liga Champions 2017/2018, terlihat Real Madrid tampil begitu dominan. Kedua sayap El Real bergerak dengan begitu cair, termasuk kedua fullback mereka yang ditempati Marcelo dan Nacho yang menggantikan Dani Carvajal. Lini tengah Madrid pun tampil superior yang seakan melenyapkan peran Georginio Wijnaldum, Jordan Henderson, dan James Milner.

Hal ini seperti tidak terduga karena Liverpool sebenarnya amatlah perkasa. Sebelum pertandingan final, Liverpool sudah mencetak 40 gol. Trio Roberto Firmino, Mohamed Salah, dan Sadio Mane berhasil mencetak 29 gol. Akan tetapi ketajaman tersebut seperti tak terbukti di partai final.

Liverpool memang berhasil melepaskan 13 tendangan. Namun, hanya dua yang mengarah ke gawang. Jumlah penguasaan bola pun berbanding jauh. El Real mengumpan 645 kali, sementara Liverpool menguasai 327 umpan sepanjang pertandingan.

Di sisi lain, banyak pengamat sepakbola yang kecele. Tidak sedikit dari mereka yang memprediksi Liverpool bisa mencetak dua atau lebih gol. Bahkan, banyak pula yang meramalkan kalau Liverpool yang akan meraih gelar berdasarkan agresivitas mereka sepanjang musim ini. Faktanya jelas tidak demikian. Di final, The Reds malah mandul.

Hentikan Pemain Utama Lawan

Hingga menit ke-22, Liverpool menguasai jalannya pertandingan. Mereka berhasil melepaskan sembilan tendangan, meski enam di antaranya berhasil diblok sebelum sampai ke gawang. Akan tetapi semuanya berubah setelah menit ke-22, di mana sepanjang pertandingan The Reds cuma bisa melepaskan empat tendangan tambahan.

Salah satu alasannya adalah keluarnya Mohamed Salah pada menit ke-31. Saat itu Sergio Ramos beradu fisik dan terkesan membanting Salah sehingga pemain timnas Mesir tersebut mengalami dislokasi bahu.

Selain tidak dapat melanjutkan pertandingan final, Salah juga diprediksi akan absen di Piala Dunia 2018. Pasalnya, masa penyembuhan dislokasi bahu bisa memakan waktu sekitar satu bulan. Selain Real Madrid, agaknya Saudi Arabia, Uruguay, dan Rusia, juga mesti berterima kasih pada Ramos.

Kiper Kelas Dunia Itu Perlu

David De Gea pernah membikin 14 penyelamatan kala MU menghadapi Arsenal di paruh pertama musim 2017/2018. Capaian apik ini terus dipertahankan kiper asal Spanyol tersebut hingga akhir musim. Ia pun mendapatkan penghargaan Sir Matt Busby Player of the Year sebagai pemain terbaik MU musim ini. Puncaknya, ia dianugerahi penghargaan Golden Glove, sebagai kiper dengan clean sheet terbanyak.

Namun, masih ada beberapa pihak yang mungkin merasa kalau kiper hebat itu tak perlu-perlu amat. Salah duanya dari Martin Keown dan Craig Bellamy. Menurut Bellamy, yang juga mantan pemain Liverpool, ia akan lebih memilih Ederson.

“Saya menyukai De Gea. Tapi, untuk tim terbaik saya akan pilih Ederson. Bagaimana cara City menyerang sangat luar biasa karena dia juga ikut terlibat. Dia memberikan dimensi baru dan bermain sama bagusnya dengan pemain lain. Mereka berdua sangat tipis perbedaannya tapi karena kontribusinya terhadap tim maka saya pilih Ederson,” kata Bellamy.

Untungnya, Bellamy tidak memilih Loris Karius. Karena dua gol yang bersarang di gawang Liverpool adalah buah kesalahannya. Kalau ada yang memperdebatkan hebat mana De Gea atau Karius, berarti perlu dipertanyakan akal sehatnya.

Baca juga: Analisis Bola yang Masuk ke Gawang De Gea

Perlunya Kedalaman Skuat

Sebelum pertandingan, banyak yang memprediksi kalau Isco akan menjadi pembeda di laga final Liga Champions. Namun, penampilan Isco tak sesuai harapan. Zinedine Zidane pun memasukkan Gareth Bale, yang kemudian menjadi penentu kemenangan El Real dengan dua golnya.

Bandingkan dengan Liverpool yang cuma punya Adam Lallana saat Salah digantikan. Setelah Salah keluar, serangan Liverpool nyaris tak menjadi apa-apa, kecuali gol Sadio Mane pada menit ke-55.

Kedalaman skuat ini juga penting bagi Manchester United di semua lini. Kita menjadi saksi bagaimana lini serang The Red Devils seperti tak bertaji saat Romelu Lukaku tak bisa tampil. Pasalnya, ini bukan soal bagaimana Lukaku mencetak gol, tapi bagaimana pemain Belgia tersebut bisa berkontribusi pada kemenangan tim.

Lukaku bukan cuma bertugas mencetak gol. Seringkali ia turun jauh membantu pertahanan dan mengawali serangan balik. Ia juga bisa menjadi tembok pemantul yang amat bisa diandalkan. Kemampuannya dalam memberikan umpan silang juga harus diakui sebagai salah satu kebolehannya di atas lapangan.

Hal ini yang mungkin tak dimiliki oleh penyerang MU lainnya. Akan sulit buat United untuk bisa bersaing dalam kompetisi yang panjang dan padat tanpa punya kedalaman skuat yang setimpal.

Setidaknya, dari pertandingan final Liga Champions 2017/2018, ada empat hal yang bisa dipelajari, agar di kemudian hari, MU pun tak lagi kalah di final.