foto: dailymail.co.uk

Gemuruh suara setiap jiwa menjadi penanda antusiasme yang muncul sebelum laga Derby Manchester ke-172. Stadion Old Trafford sebagai “Teater Impian” kembali menunjukkan atmosfer yang luar biasa setelah sekian lama berada dalam masa yang cukup kelam.

Ekspektasi membumbung begitu tinggi. Namun, setelah wasit meniupkan peluit panjang tanda pertandingan berakhir, hasil pertandingan yang diterima begitu menyesakkan. United menelan kekalahan 1-2.

Skor akhir pertandingan mungkin tidak bisa menggambarkan betapa United sangat kesulitan dalam pertandingan tersebut. Betapa United tidak berdaya menghadapi tetangga berisik mereka yang tampaknya semakin hari semakin kuat saja. City bisa begitu leluasa memainkan bola meskipun bermain sebagai tim tamu. United benar-benar tidak berkutik pada pertandingan tersebut. Gol yang dicetak oleh Zlatan Ibrahimovic pun lebih karena kesalahan dari kiper lawan.

Jose Mourinho dan beberapa pemain juga sudah menyatakan kekecewaanya terkait hasil yang tidak mengenakan tersebut. Tentang awalan yang buruk menjadi pokok pembicaraan dan juga dianggap penyebab utama mengapa United bisa menelan kekalahan. Namun lebih jauh lagi beberapa pasti mempertanyakan hasil yang diterima pada laga tersebut. Muncul sebuah pertanyaan besar mengapa kekalahan menjadi hasil yang diraih.

Status tuan rumah sudah barang tentu membuat ekspektasi akan kemenangan United pada Derby lalu menjadi sesuatu yang pasti. Kondisi tim United secara keseluruhan pun membuat kemenangan tampaknya adalah sesuatu yang bisa diraih; utamanya pada musim ini.

Silakan sebut. Pelatih Jose Mourinho selalu dianggap sebagai pewaris paling sahih dari Sir Sir Alex Ferguson. Kedatangan Jose diharapkan bisa membawa United kembali kepada kejayaan setelah mengalami tiga tahun yang sulit sebelumnya. Curriculum Vitae Jose yang mentereng adalah jaminan. Komposisi tim pun rasanya sudah sangat superior ketimbang musim-musim sebelumnya. Bahkan, biasanya United berada di sisi penjual para pemain termahal di dunia. United kini memiliki pemain termahal di dunia dalam diri Paul Pogba.

Lalu apa yang kurang? Apa yang menyebabkan ekspektasi dalam laga tersebut tidak menemui harapan?

Saya pribadi merasa bahwa United kehilangan sesuatu yang besar. Awalnya saya agak sulit untuk menjelaskan bahkan untuk diri saya sendiri terkait apa yang hilang di United. Setelah waktu yang cukup lama saya menemukan kesimpulan bahwa, United kehilangan icon; Bukan sekadar bintang, tetapi icon klub yang menjadi representasi terkait betapa superiornya sebuah kesebelasan bernama Manchester United.

Apabila ditelusuri kembali, ternyata United sudah ditinggal the lover boy from Lisbon, Cristiano Ronaldo, kurang lebih hampir sewindu. Tidak bisa tidak, harus diakui bahwa Ronaldo adalah icon dari kejayaan dan juga dominasi United sejak kedatangannya hingga akhirnya hengkang ke Real Madrid tepat satu musim setelah United meraih gelar juara Liga Champions ketiga mereka. Harus diakui bahwa setelahnya adalah masa-masa yang cukup sulit.

Meskipun sepeninggal Ronaldo, United masih bisa bertaji dengan bisa melaju ke final Liga Champions dan memenangi beberapa gelar di kompetisi domestik, penggemar United pun bisa merasakan bahwa tim kesayangannya bukanlah tim yang sama ketika Ronaldo masih berlari di sisi lapangan Old Trafford. Beberapa legenda menyebutkan bahwa United kehilangan fear factor terhadap lawan-lawannya. Dan saya pribadi berpendapat bahwa fear factor tersebut bisa muncul salah satunya adalah dengan kehadiran pemain bintang.

Periode sulit ini mungkin hampir serupa dengan yang dialami ketika David Beckham hengkang dan Ronaldo tiba di Manchester. Perlu waktu hingga akhirnya Ronaldo menjadi pemain hebat dan menjadi icon klub. Lebih jauh lagi ini hampir serupa ketika United dalam pencarian selepas George Best tidak lagi bermain. Hingga kemudian muncul Ryan Giggs dan David Beckham (dan para anggota Class of 92) yang kemudian menjadi icon klub.

Soal pemilik nomor punggung tujuh yang ikonik juga merupakan implikasi dari kehilangan pemain dengan status megabintang. Selepas George Best, “Captain Fantastic” Bryan Robson, David Beckham, lalu selanjutnya Cristiano Ronaldo, tidak ada lagi pemain yang sanggup mengemban nomer keramat tersebut. Antonio Valencia sempat mengenakannya namun kemudian kembali ke nomor lamanya karena sadar akan tekanan dan ekspektasi besar terhadan nomer ikonik tersebut. Angel Di Maria mengenakan nomer punggung tujuh tersebut di waktu sulitnya di Manchester hingga kemudian hengkang ke PSG. Kini, nomor punggung tujuh tersebut dimiliki oleh Memphis Depay yang pada awalnya sempat membuat para penggemar United meyakini bahwa sang pahlawan baru telah hadir. Namun nyatanya pemuda Belanda masih sulit untuk menemukan permainan terbaiknya.

Yang hilang adalah sosok pemain yang membuat para penggemar United baik di stadion maupun yang menyaksikan di layar kaca langsung berdiri begitu pemain ini beraksi. Sosok pemain yang aura kebintangannya menggambarkan superioritas United begitu ia sedang memegang bola; Seorang pemain yang bukan sekadar bintang tetapi juga icon klub.

Musim masih begitu panjang. Kekalahan atas City tentu akan menjadi pelajaran. Bahkan bukan tidak mungkin kita akan menemukan kembali icon baru United di bawah era baru ini. Siapa menurut Anda?

(Aun Rahman)