Foto: Zimbio

Mantan legenda sepakbola Wales, Mark Hughes, baru-baru ini mengatakan bahwa Ryan Giggs bisa jadi sosok yang akan menangani Manchester United. Hughes menganggap, sejauh ini Giggs telah membuat kemajuan yang besar sebagai manajer di timnas Wales.

Bahkan, Hughes sangat yakin jika Wales sukses di kejuaraan Eropa nanti, itu akan menjadi sebab dan pertanda baik bagi Giggs untuk mengambil kesempatan duduk di kursi manajer United. Karena sebelumnya, tepat pada 2016, Giggs telah kehilangan kesempatan untuk kembali ke Old Trafford.

Pasalnya kala itu United lebih menginginkan manajer dengan nama besar untuk menyaingi Pep Guardiola di Manchester City. Oleh karenanya United memilih Jose Mourinho sebagai pengganti Louis van Gaal. Tapi bagi Mark Hughes, saat ini Giggs sudah jauh lebih baik untuk dipekerjakan United sebagai manajer mereka.

“Ryan berada di tempat yang baik dalam karier manajernya. Dia berada dalam tren yang meningkat. Dia sebetulnya lebih mungkin untuk mendapatkan kesempatan menangani Manchester United daripada Louis van Gaal,” ujar Mark Hughes dikutip dari BBC Sports.

“Ya, mungkin waktu itu United merasa CV Giggs tidak cukup kuat untuk dipilih sebagai manajer. Tapi sekarang berbeda. Saya yakin, jika dia (Giggs) pergi ke Kejuaraan Eropa dan membawa Wales tampil baik, maka tidak ada alasan mengapa dia tidak berada di kursi manajer United.”

Ryan Giggs sendiri sudah mulai membangun karier manajernya setelah ditunjuk sebagai pemain-pelatih di akhir musimnya bersama Setan Merah. Awalnya, ia bekerja di bawah David Moyes, tapi setelah itu Giggs menjabat sebentar sebagai pemain-manajer karena Moyes dipecat. Satu musim berselang, ia kemudian dijadikan asisten pelatih oleh Van Gaal.

Ada dugaan kalau Giggs akan mengambil alih kursi manajer ketika Van Gaal diberhentikan. Tapi ternyata, ia lebih memilih untuk meninggalkan klub setelah United memutuskan menunjuk mantan bos Chelsea Jose Mourinho sebagai manajer baru.

Tiga tahun setelah kepergiannya dari Old Trafford, Ryan Giggs lalu langsung mendapatkan peran manajer penuh pertamanya bersama timnas Wales pada 2018. Ia kemudian berhasil mengarahkan anak asuh yang sekaligus tim dari negaranya itu ke Euro 2020 –yang diperkirakan akan berlangsung pada 2021.

Melihat hal ini, Mark Hughes merasa bahwa Giggs adalah sosok yang fantastis, baik sewaktu masih menjadi pemain maupun menjadi manajer. Menurutnya, pria berusia 46 tahun itu memiliki pengamatan dan strategi yang bagus untuk menghilangkan masalah di tim United. Itu dikarenakan, ia pernah sempat menjadi anak asuh paling lama Sir Alex Ferguson.

“Dia (Giggs) adalah pemain yang fantastis sepanjang karirnya. Dan dia memiliki peluang bagus untuk mempelajari permainan dan mengatasi masalah dari dalam. Jelas, itu karena dia pernah lama dibimbing oleh Sir Alex Ferguson selama bertahun-tahun. Dia adalah anak asuh yang paling lama yang dilatih Fergie,” tambah Mark Hughes.

“Dia kemudian sempat bekerja sangat dekat dengan Van Gaal selama beberapa tahun. Menurut saya, itu merupakan keputusan yang baik yang diputuskan olehnya. Saya pikir, mungkin, keputusannya itu dibuat dengan maksud agar dia bisa mengambil alih peran manajer ketika Van Gaal pergi.”

“Tapi sayangnya, itu tidak terjadi. United malah membuat keputusan untuk memilih manajer dengan nama yang lebih besar dalam dunia manajer (Mourinho). Saya pikir waktu itu United ingin menyaingi City. Mungkin mereka merasa harus dapat hasil cepat, dan bukan memberikan peluang (kepada Giggs).”

Ryan Giggs, yang mengoleksi 64 caps selama 16 tahun bersama Wales, selalu dikritik karena menunjukkan kurangnya komitmen ketika ia bermain bersama tim negaranya sendiri. Tapi bagi Mark Hughes, banyak orang yang salah paham dengan itu semua. Hughes justru mengatakan bahwa kualitas Giggs di United telah berdampak pada karier internasionalnya.

“Ada sedikit komentar yang miring tentang Giggs. Jadi harus saya katakan, dia (Giggs) mendapatkan pekerjaan menangani timnas Wales karena orang banyak mempertanyakan komitmennya. Tapi dengar, dia dalam keadaan sulit dan selalu ada keseimbangan dengan klubnya saat itu,” ungkap mantan manajer Southampton tersebut.

“Sir Alex sangat kuat dan sangat enggan untuk setiap pemain yang pergi dalam tugas internasional kecuali itu adalah pertandingan kunci. Jadi dia tidak terlalu senang dengan pertandingan persahabatan. Oleh karena itu, dia terlihat tidak begitu baik di pertandingan biasa, tapi dia selalu ada untuk pertandingan besar. Jadi komitmennya selalu ada.”